Tema HUT RI ke-77 Vs “Gerakan” 3 September 2022

Bagikan dengan:

DM1.CO.ID, EDITORIAL: Belum sebulan Bangsa Indonesia bersuka-cita mengibarkan bendera Merah-Putih merayakan peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) ke-77 pada 17 Agustus 2022.

Sekaligus juga, baru 18 hari berlalu bangsa di Bumi Pertiwi ini usai mengheningkan cipta atas seluruh pengorbanan para pahlawan yang telah merebut kemerdekaan dari tangan penjajah melalui tumpahan darah dan dengan taruhan nyawa.

Pun baru empat hari yang lalu Bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke secara serentak menurunkan bendera Merah-Putih pada 31 Agustus 2022, dengan tetap membentangkan mimpi dan menggantungkan doa di tiang langit-langit pengharapan semoga tema HUT RI ke-77 “Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat” bisa benar-benar segera terwujud.

Namun amat disayangkan dan sungguh menyedihkan, mimpi dan doa Bangsa Indonesia yang teruntai dalam tema HUT RI ke-77 itu, tampaknya harus sirna dan dipatahkan hanya dengan satu “gerakan” yang justru dilakukan oleh pemerintah pada 3 September 2022. Yakni, dengan lagi-lagi dan tiba-tiba kembali menaikkan harga berbagai jenis Bahan Bakar Minyak (BBM).

Ekonomi rakyat Indonesia yang sedang sakit selama Covid19 berpandemi secara global belum pulih, dan juga bangsa ini baru saja mencoba ingin bangkit, tiba-tiba pemerintah di bawah rezim Joko Widodo (Jokowi) lagi-lagi kembali “menghajar” rakyatnya dengan menaikkan harga BBM.

Sehingga, kondisi ekonomi bangsa saat ini pun bisa dipastikan babak-belur. Inikah “kado istimewa” HUT-RI ke-77 dari pemerintah? Atau apakah ini merupakan “hadiah terindah” dari rezim yang disebut-sebut akan berkuasa selama 3 periode?

Entahlah! Yang jelas, mayoritas rakyat Indonesia saat ini sangat menentang dan menolak “gerakan” 3 September 2022 yang dijadikan sebagai hari diberlakukannya kenaikan tarif baru 3 jenis BBM oleh pemerintah. Yakni, harga Pertalite yang semula Rp.7.650 per liter, naik menjadi Rp.10.000 per liter; Solar subsidi dari harga Rp.5.150 per liter naik menjadi Rp.6.800 per liter; dan harga Pertamax dari Rp.12.500 per liter juga naik menjadi Rp.14.500 per liter.

Lucu dan aneh, bahwa meski mengaku sadar dengan kondisi ekonomi bangsa yang selama ini masih serba susah, namun Jokowi seolah menutup mata dan telinga nyatanya tetap mengumumkan kenaikan harga BBM pada 3 September 2022.

Selaku presiden, Jokowi beralasan, bahwa kenaikan BBM ini tak terlepas dari kenaikan harga minyak dunia dan membengkaknya anggaran subsidi dan kompensasi BBM. “Dan saat ini pemerintah harus membuat keputusan dalam situasi yang sulit,” ujar Jokowi dalam Konferensi Pers melalui YouTube Sekretariat Presiden, Sabtu (3/9/2022).

Jokowi menyebutkan, anggaran subsidi dan kompensasi BBM tahun 2022 telah meningkat 3 kali lipat dari Rp.152 Triliun menjadi Rp.502,4 Triliun. Dan di mata pemerintah, angka ini diprediksi masih akan terus mengalami kenaikan.

Keluhan yang menjadi alasan Jokowi ini sepertinya bisa ditebak hanyalah “argumen klasik”, yang boleh jadi justru merupakan buruknya “lukisan” pemerintah yang hanya mampu memperlihatkan “satu warna” dalam mencari solusi atas permasalahan ekonomi bangsa, yakni hanya dengan membebankan rakyat dengan kenaikan harga BBM. Sebab, pertanyaannya, mengapa bukan sejak periode pertama Jokowi berupaya mencari cara antisipatif sebagai upaya memperkuat perekonomian bangsa melalui pengelolaan kekayaan alam di negeri yang subur ini?

Sekali lagi, negeri dan bumi Pertiwi ini sesungguhnya mengandung kekayaan yang luar biasa melimpah. Namun sayang sejuta sayang, kebutuhan-kebutuhan pokok hasil bumi justru mengalami harga yang sangat meroket hingga amat sulit dijangkau. Jika hanya mampu menaikkan BBM dan juga memungut pajak, maka di manakah kehebatan rezim Jokowi? Dan di manakah janji Jokowi dalam pidatonya pada tiga tahun silam sebagai Presiden, yang menyebutkan lima tahapan besar yang akan dilakukannya bersama Wakil Presiden terpilih Ma’ruf Amin untuk membuat Indonesia lebih produktif, memiliki daya saing, dan fleksibilitas tinggi dalam menghadapi perubahan di dunia?

Memang, untuk membuktikan janji tersebut, Jokowi masih memiliki kesempatan sekitar 2 tahun. Tetapi dengan adanya “gerakan” 3 September 2022 sebagai hari pemberlakuan tarif baru BBM, membuat janji Jokowi tersebut boleh jadi hanya akan tercatat di benak masyarakat sebagai ibarat janji dari pemerintah yang bermental “VOC”. Bukankah “bisnis” BBM itu sangat menggiurkan karena omzetnya mampu membuat segala urusan bisa jadi “licin dan mulus”, termasuk urusan politik? Namun semoga saja kenaikan harga BBM kali ini tidak ada terselip kepentingan untuk “melicinkan dan juga memuluskan” urusan politik sang penguasa untuk kembali berkuasa pada Pemilu mendatang.

Namun terlepas dari urusan politik, kenaikan BBM per 3 September 2022 bisa dipastikan akan menimbulkan efek domino, yakni  harga-harga di seluruh sektor akan ikut mengalami kenaikan. Akibatnya, ekonomi bangsa yang selama ini memang sudah sekarat lantaran hantam Covid19, tentunya akan makin sulit untuk kembali pulih.

Sebetulnya, pemerintah punya pilihan lain tanpa harus membebani rakyat dengan memaksakan untuk menaikkan harga BBM. Misalnya, “proyek” pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru di Kalimantan Timur, dan juga dengan proyek  proyek Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) itu tak ada salahnya untuk ditunda.

Padahal jika menengok rekam jejak di masa silam, sosok Megawati Soekarnoputri bersama anaknya (Puan Maharani yang kini menduduki kursi empuk sebagai Ketua DPR-RI) adalah tokoh yang paling getol dengan berapi-api jiwa dan raga menolak dilakukannya kenaikan harga BBM di era Presiden SBY. Alasan Megawati kala itu, yakni dengan menaikkan BBM hanya akan membuat wong cilik akan semakin menderita.

Penolakan yang sangat reaktif yang diperlihatkan Megawati dan Puan Maharani bersama sejumlah elit Partai Banteng moncong putih saat itu, bahkan sampai harus meneteskan air mata, seolah merasa ikut sedih dengan nasib rakyat miskin yang amat menderita akibat keputusan Presiden SBY yang tega menaikkan BBM.

Bahkan, rasa sedih di kala itu tak mampu dibendung oleh Megawati saat momen Rakernas PDI-P di Makassar, Sulawesi Selatan pada 27 Mei 2008. Kala itu Megawati mengaku ikut sakit hati melihat penderitaan dan kemiskinan rakyat Indonesia yang salah satunya disebabkan kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM.

Megawati yang saat itu mencalonkan diri di Pilpres 2009, tampak mengusap air matanya berkali-kali. “Saya sedih melihat rakyat banyak yang menderita, padahal kita punya banyak kekayaan alam, namun angka kemiskinan tinggi,” ujar Megawati dengan nada parau seolah menahan isak tangis.

Begitu pula dengan Puan Maharani. Ketika menjabat sebagai Anggota DPR-RI dari Fraksi PDI-P, saat sidang paripurna Puan sempat terlihat menangis sebagai tanda protes terhadap kenaikan harga BBM.

Namun ketika Jokowi sebagai presiden yang juga selaku “petugas partai (PDI-P)” itu menaikkan harga BBM hingga berkali-kali, adakah air mata yang tumpah dari Megawati dan Puan Maharani serta sejumlah elit Partai PDI-P itu? Jika tak ada tangisan dari mereka, maka rakyat Indonesia kala itu boleh jadi terkena prank!

Olehnya itu, jangan salahkan pihak-pihak yang saat ini melakukan “perlawanan” keras (penolakan) terhadap kebijakan Jokowi menaikkan harga BBM yang dinilai tidak tepat waktu, yakni di saat ekonomi rakyat Indonesia masih belum pulih pasca “serangan” Covid19.

Pemerintah seharusnya menaikkan harga BBM di saat program PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) telah tuntas dilaksanakan. Namun sayangnya (entah dengan mempertimbangkan kepentingan apa), pemerintah seakan terburu-buru menaikkan harga BBM di saat program PEN masih sedang berjalan. Sehingga, proyek-proyek PEN yang sedang dikerjakan di seluruh Pemerintah Daerah (Pemda) sangat bisa jadi berpengaruh (alias terancam gagal) akibat harga BBM yang tergesa-tergesa dinaikkan.

Kesimpulannya, kenaikan harga BBM pada 3 September 2022 tentunya tidaklah mencerminkan tema HUT-RI yang ke-77. Sebaliknya, “perlawanan” (penolakan) banyak pihak, terutama aksi demo yang dilakukan oleh banyak mahasiswa dan juga buruh, itu lebih bisa ditunjuk sebagai upaya yang mencerminkan sebuah “Kebangkitan” sesuai tema hari peringatan Kemerdekaan RI tahun ini. (red-dm1)

Bagikan dengan:

Muis Syam

778 views

Next Post

Polisi Tembak Polisi Terjadi Lagi, Kali ini di Lampung Tengah. Ini Kronologis & Dugaan Motifnya

Sel Sep 6 , 2022
DM1.CO.ID, LAMPUNG TENGAH: Belum selesai kasus FS (Ferdy Sambo), kini peristiwa polisi tembak polisi kembali terjadi. Kali ini di Lampung Tengah.