Kades ini Diduga Bayar Gaji Fiktif, Polisi & Inspektorat Koltim Diharap tak “Main Mata”

Bagikan dengan:
DM1.CO.ID, KOLAKA TIMUR: Aparat Kepolisian Resort (Polres) Kolaka dan Inspektorat Kabupaten Kolaka Timur (Koltim), diminta untuk tidak “main mata” atau seolah-olah menutup mata dengan adanya dugaan korupsi yang dilakukan oleh Kepala Desa (Kades) Tawainalu, Kecamatan Tirawuta, Koltim.
Dugaan korupsi yang dimaksud dibeberkan oleh Ketua LSM SNAK-Markus (Solidaritas Nasional Anti Korupsi dan Anti Makelar Kasus) Sultra, Amir Amin, SH, dalam aduan dan laporannya ke Polda Sulawesi Tenggara (Sultra). Laporan ini kemudian dirujuk ke Polres Kolaka untuk penanganan lebih lanjut.
Namun belakangan, pihak Polres Kolaka dalam surat tanggapannya, pada Kamis (15 April 2021), malah menyatakan bahwa pengaduan Amir Amin belum dapat ditindak-lanjuti karena belum memuat fakta/informasi maupun data/dokumen pendukung yang dapat dijadikan bukti permulaan.

Padahal, materi laporan Amir itu mengungkapkan adanya indikasi korupsi melalui pembayaran gaji aparat fiktif yang dilakukan oleh Kades Tawainalu. Yakni, pembayaran honor aparat Desa Tawainalu sejak tahun 2019 hingga 2020. Lain nama aparat desa yang tertuang dalam SK, lain pula nama aparat desa yang menjalankan tugas dan menerima gaji.
Aparat desa yang dinilai fiktif tersebut, kata Amir, terdaftar sebagai penerima honor setiap bulannya. Per orang honorer fiktif itu menerima jumlah pembayaran gaji bervariatif untuk dua tahun berturut-turut, 2019 hingga 2020.
Amir membeberkan, pada 2019  masing-masing aparat fiktif itu menerima gaji sekitar Rp.1,6 Juta. Sedangkan pada 2020 masing-masing menerima pembayaran sebesar Rp.2 Juta-an, terhitung dari Januari hingga Maret.
Selanjutnya, pada April 2020 mereka kembali menerima pembayaran Rp.1,6 Juta lantaran pandemi Covid19. Amir pun menafsirkan, akibat adanya pembayaran terhadap aparat desa yang dinilai fiktif itu, negara mengalami kerugian hingga Rp.200-an juta.
“Baik penyidik Polres Kolaka maupun Inspektorat Koltim tidak boleh menunda-nunda dalam melakukan penyidikan dan audit, karena semua punya waktu,” kata Amir, Jumat (4/6/2021) di sebuah kedai kopi.
Amir juga berharap agar pihak Inspektorat Koltim tidak “mengarahkan” terlapor (Kades Tawainalu) untuk menyelesaikan persoalan ini dengan mengembalikan uang kerugian negara, dengan maksud agar dapat menghindari unsur pidananya.
Inspektorat, kata Amir, sebaiknya memberikan penjelasan tepat dan normatif kepada Kades Tawainalu, bahwa dikembalikan atau tidak kerugian negara tersebut, maka tetap menimbulkan konsekuensi hukum.
Sebab, menurut Amir, meskipun Kades Tawainalu itu berupaya mengembalikan dana yang menjadi kerugian negara tersebut, namun itu tentunya tidak akan menghapus unsur pidananya. “Karena kami pengadu (tentu juga) akan mengacu pada aturan yang ada,” tandas Amir.
Olehnya itu, Amir pun meminta dan mendesak pihak Polres Kolaka dan juga Inspektorat Koltim, hendaknya bisa serius bekerja secara profesional dan transparan dalam penegakan supremasi hukum.
Amir menegaskan, apabila materi aduan dan laporannya tidak diseriusi dengan baik pihak kepolisian maupun Inspektorat, maka pihaknya akan melakukan aksi demo.
“Ketika Inspektorat bekerja dengan mengulur-ngulur waktu, atau mungkin terjadi kongkalikong, maka ini sangat jelas merugikan kami sebagai pelapor, dan merugikan pula masyarakat. Kita ini mau menegakkan hukum, bukan mau kongkalikong terhadap sesuatu indikasi korupsi. Kalau inspektorat mau bermain-main dengan masalah ini, maka saya akan ‘kejar’ inspektorat,” tegasnya.
Sementara itu, meski Kepala Biro DM1 Koltim telah menghubungi beberapa kali untuk konfirmasi, namun telepon seluler milik Ekisman selaku Kades Tawainalu, hingga berita ini diturunkan masih dalam keadaan tidak aktif. (rul/dm1)
Bagikan dengan:

Muis Syam

679 views

Next Post

BEM/Dema Sulawesi Wilayah Provinsi Gorontalo Minta Ketua KPK Dicopot, Ini Alasannya

Ming Jun 6 , 2021
DM1.CO.ID, GORONTALO: Momentum hari lahir Pancasila saat ini menperlihatkan Pancasila sudah dijadikan hegomoni kekuasaan, atas nama Pancasila, hegemoni kekuasan sudah merusak percakapan publik.