Pajak dalam Perspektif Agama

Bagikan dengan:

DM1.CO.ID, OPINI*: Pajak adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap warga negara atau penduduk suatu negara dalam rangka mendukung pembangunan dan pelayanan publik. Dalam perspektif agama, ada beberapa pandangan terkait dengan pajak, tergantung pada keyakinan dan pemahaman agama masing-masing.

Pajak dalam konsep modern adalah kewajiban membayar sejumlah uang kepada negara, yang selanjutnya digunakan untuk kepentingan publik.

Dalam Islam, membayar pajak merupakan salah satu bentuk kewajiban sosial (ma’ruf) yang harus dilaksanakan oleh setiap Muslim. Dalam al-Quran, kaitan pajak disebutkan dalam beberapa ayat, antara lain Surah al-Baqarah ayat 43, Surah al-Imran ayat 75, Surah al-Jumu’ah ayat 9-10, dan Surah at-Taubah ayat 103.

Kata pajak memang tidak disebutkan secara langsung di dalam al-Quran, namun pemahaman pajak diimplementasikan di dalam Islam dengan sebutan zakat, yang diartikan sebagai “sumbangan” dari kekayaan untuk kemaslahatan umat.

Dalam Kekristenan, pajak juga dianggap sebagai kewajiban sosial yang harus dipenuhi oleh setiap umatnya. Dalam Injil Matius, Yesus mengajarkan agar umat membayar pajak kepada pemerintah karena kewajiban moral sebagai warga negara (Matius 22:15-22).

Dalam agama Buddha, pajak dianggap sebagai kontribusi yang harus diberikan untuk kebaikan bersama. Pajak dapat membantu memperbaiki infrastruktur dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dalam agama Hindu, pajak disebut sebagai bhiksha, yang berarti sumbangan sukarela untuk mendukung kegiatan sosial dan agama.

Begitu pula dengan agama Hindu. Dalam Hinduisme, membayar pajak merupakan kewajiban moral sebagai warga negara.

Olehnya itu, sesungguhnya secara umum dalam perspektif agama, membayar pajak dianggap sebagai kewajiban sosial yang harus dipenuhi oleh setiap warga negara atau penduduk suatu negara demi kemaslahatan bersama.

Khusus  di dalam al-Quran, terdapat beberapa ayat yang secara umum mengatur tentang kewajiban membayar zakat dan sedekah, namun tidak secara spesifik membahas tentang pajak.

Berikut beberapa ayat yang berkaitan dengan zakat dan sedekah dalam al-Quran:

1. “Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan apa yang kamu perbuat dari kebajikan, niscaya Allah mengetahuinya.” (QS. Al-Baqarah: 110);

2. ”Sedekah itu hanya diberikan kepada orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) hamba sahaya, orang yang terlilit hutang, untuk jalan Allah, dan untuk orang-orang yang sedang dalam perjalanan; sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Tawbah: 60)

3. “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. At-Taubah: 103)

4. “Dan orang-orang yang berserah diri (kepada Allah), dan berbuat kebajikan, niscaya mereka itu termasuk golongan yang selamat. Dan sesungguhnya mereka yang kafir kepada ayat-ayat Kami, akan Kami timpakan siksaan yang pedih.” (QS. Al-Jathiya: 19-21)

Meskipun ayat-ayat di atas tidak secara langsung membahas tentang pajak, namun kewajiban membayar zakat dan sedekah yang diatur di dalam al-Quran dapat dianggap sebagai prinsip dasar yang membangun kesadaran untuk membayar kewajiban yang diperintahkan oleh Allah, guna membantu sesama manusia melalui zakat dan sedekah, termasuk dengan memberikan kontribusi untuk kepentingan publik melalui pembayaran pajak.

Lalu bagaimana hubungan antara agama dan pajak daerah? Agama adalah sistem kepercayaan, keyakinan, dan praktik spiritual yang diikuti oleh sekelompok umat.

Sedangkan pajak daerah adalah kewajiban finansial yang harus dibayar oleh warga negara atau perusahaan kepada pemerintah daerah sebagai sumber pendapatan bagi pemerintah daerah, guna membiayai berbagai program dan layanan publik.

Dalam beberapa praktik, agama dapat memengaruhi pajak daerah. Misalnya, beberapa daerah memungut pajak khusus pada industri makanan halal untuk mendukung pengembangan ekonomi umat Islam.

Selain itu, di beberapa negara, kegiatan keagamaan seperti zakat, infak, dan sedekah juga dapat dikenakan pajak atau digunakan untuk mengurangi jumlah pajak yang harus dibayar.

Namun secara umum, pajak daerah tidak terkait dengan agama. Pajak daerah ditetapkan dan dipungut berdasarkan hukum dan regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah daerah.

Walaupun begitu, pemerintah daerah harus memperhatikan kebutuhan dan kepentingan masyarakat yang beragam, termasuk masyarakat yang beragama, khususnya dalam menetapkan kebijakan pajak daerah.

Pandangan agama terhadap warga yang tidak mau bayar pajak dapat berbeda-beda, tergantung pada ajaran agama yang dianut. Namun, umumnya agama-agama mengajarkan untuk membayar pajak sebagai tanggung jawab sosial dan kewajiban moral.

Dalam Islam, misalnya, membayar pajak termasuk dalam kategori amal kebajikan (amal shalih) dan menjadi tanggung jawab setiap muslim untuk memenuhi kewajibannya secara bijak terhadap negara yang dipimpin oleh pemerintah yang adil. Jika seseorang secara sengaja tidak membayar pajak, maka dia bisa dinilai berdosa, dan bertanggung jawab atas perbuatan tersebut di hadapan Allah.

Dalam Kekristenan, Yesus Kristus juga mengajarkan agar orang memberikan kewajiban kepada pemerintah dengan membayar pajak, sesuai dengan ajaran Kitab Suci yang menyatakan: “Berilah kepada Kaisar apa yang Kaisar punya dan berilah kepada Allah apa yang Allah punya” (Markus 12:17).

Sementara dalam agama-agama lainnya, seperti Hinduisme dan Buddhisme, juga mengajarkan pentingnya membayar pajak sebagai bentuk tanggung jawab sosial dan moral dalam masyarakat.

Dalam kesimpulannya, pandangan agama umumnya mengajarkan bahwa membayar pajak adalah kewajiban moral dan sosial sebagai warga negara yang baik dan bijak. Oleh karena itu, warga yang enggan membayar pajak bisa dianggap melakukan perbuatan yang tidak baik dan bertanggung jawab atas perbuatannya di hadapan Allah, atau sesuai keyakinan agama masing-masing.

Olehnya itu pula, sangatlah diperlukan adanya penguatan dari tokoh-tokoh agama terkait dengan kewajiban membayar pajak daerah. Sebab dengan begitu, pembangunan di daerah dapat dilaksanakan dengan mudah untuk kemajuan dan juga kepentingan seluruh umat beragama.

Namun untuk terlaksananya pembangunan secara tepat dari hasil pajak, maka perlu juga diikuti pengawasan melekat dari seluruh pihak dan komponen masyarakat yang berkompeten agar tidak terjadi penyimpangan. Sebab dalam al-Quran, Allah memilki ancaman serius terhadap orang-orang yang mengambil hak-hak orang miskin dan juga anak yatim-piatu.

—–

Penulis adalah pengamat sosial, nama dan alamat ada di redaksi
Komentar anda :
Bagikan dengan:

Muis Syam

378 views

Next Post

Pasca Putus Kontrak, Proyek Ex Panjaitan Sisa Rp.13 Miliar akan Dilanjutkan Sebelum Ramadan 1444 H

Sen Mar 6 , 2023
DM1.CO.ID, GORONTALO: Ada pernyataan tegas yang pernah dilontarkan oleh seorang pendamping proyek, Rahman Hasan (alias Eman), dalam pemberitaan di media ini pada akhir tahun 2022 yang menyebutkan, bahwa akibat cara kerja dari penyedia (kontraktor) yang tidak profesional dan berengsek, membuat proyek-proyek PEN di Kota Gorontalo, termasuk proyek Jalan ex Panjaitan […]
Ucapan Puasa Dinas Pendidikan & Kebudayaan Prov. Gorontalo
Perumda Muara Tirta: Dirgahayu Kota Gorontalo ke-296
Ucapan Puasa PMI Prov. Gorontalo
Ucapan Kadis PUPKP Prov. Gorontalo: HUT Kota Gorontalo ke-296