DM1.CO.ID, GORONTALO: Kasus dugaan korupsi proyek Gorontalo Outer Ring Road (GORR) sebesar Rp.43,3 Miliar, hingga kini masih bergulir di Pengadilan Tipikor Gorontalo.
Dan sejauh ini, Asri Wahjuni Banteng (AWB) adalah satu-satunya “anak buah” Gubernur Gorontalo yang didudukkan sebagai terdakwa, -dengan seolah-olah ia adalah satu-satunya sosok birokrat yang harus menanggung semua beban hukum “dari nol kilometer” hingga jengkal ke jengkal pembebasan tanah proyek tersebut.
Padahal, AWB “sudah” pernah mencoba menumpahkan “jeritan hatinya” melalui tulisan tangannya sendiri di atas kertas, pada Senin (25/1/2021) di dalam Lapas.
“Selama pelaksanaan pengadaan tanah GORR dari tahun 2014-2016 ada beberapa SK yang telah dikeluarkan oleh Ketua Pelaksana Pengadaan tanah GORR. Dalam SK tersebut, tugas dan tanggung-jawab bukan hanya untuk saya sendiri, tetapi juga untuk seluruh anggota pelaksana pengadaan tanah. (Namun) kenapa hanya saya sendiri yang dituntut untuk mempertanggung-jawabkan tugas sebagai anggota pelaksana pengadaan tanah?” tulis AWB dalam surat curahan hatinya itu.
Sayangnya, “jeritan hati kesendirian” AWB dari balik jeruji Lapas perempuan Kelas II Gorontalo itu, sepertinya tak mampu membangkitkan reaksi Gubernur Rusli Habibie (RH) sebagai atasan untuk sekadar memberikan kesaksian yang meringankan. Bahkan parahnya, RH malah terkesan menghindar dan seolah ingin “lari dari kenyataan” bahwa dirinya adalah seorang khalifah yang seharusnya mampu menunjukkan mana yang benar dan mana yang salah.
Sikap yang terkesan menghindar tersebut, menurut sejumlah pihak, dapat dilihat dengan ketidak-hadiran atau mangkirnya RH dari pemanggilan sebagai saksi dalam persidangan sebanyak dua kali.
Sikap RH itu pun memuncukan kekecewaan dari banyak pihak, terutama tentunya dari pihak kejaksaan dan pengadilan, sehingga mengundang sejumlah kalangan untuk angkat suara. Salah satunya adalah dari seorang aktivis LSM Walihua, Budiyono Niode.
Budiyono mengaku sangat menyayangkan sikap RH yang telah mangkir sebanyak dua kali dari pemanggilan hanya untuk memberikan saksi di hadapan pengadilan.
“Saya ingat kasihan Pak Medi Botutihe (mantan Wali Kota Gorontalo). Saya itu orang yang paling banyak mengkritik dia. Tapi ada satu yang saya pegang dari prinsipnya dia. Yakni, saya Wali Kota, kalau bawahan saya salah, maka saya yang paling bersalah, bukan mereka, jadi periksalah saya! Itulah Medi, itu namanya pemimpin, dan itu baru yang dikatakan khalifah!” ujar Budiyono kepada DM1, di Warkop Dinox, Sabtu (27/2/2021).
Seraya geleng-geleng kepala, Budiyono lalu mengaku tidak tahu-menahu RH dikategorikan sebagai pemimpin macam apa dalam konteks kasus GORR tersebut. Yakni di kala ada yang telah “makan kekenyangan”, dan di saat itu pula malah ada bawahan yang diketahui sudah bekerja keras di lapangan, tetapi hari ini malah bawahan tersebut malah harus menderita sendiri. “Dia (atasan itu) tidak bela, dia cuma asyik off-road,” sindir Budiyono.
Dulu, Kata Budiyono, ketegasan dan kebijakan seorang Medi Botutihe (almarhum) sebagai seorang pemimpin sangat terlihat di saat terdapat bawahannya sedang bermasalah hukum.
Budiyono yang mengaku sebagai salah seorang yang kerap mengkritik secara tajam Medi Botutihe itu mengungkapkan, bahwa saat menjabat Wali Kota Gorontalo, Medi Botutihe sama sekali tak ingin seorang pun bawahannya yang “dikambing-hitamkan” dan jadi bulan-bulanan sebagai pihak yang disalahkan.
Budiyono lalu membeberkan satu pengalaman Medi Botutihe saat menjadi saksi di pengadilan atas kasus IPAL yang menyeret anak buahnya. “Itu pak pengadaan proyek IPAL itu kebijakan saya, jadi harusnya saya yang disalahkan, bukan mereka,” ujar Budiyono meniru perkataan Medi Botutihe sebagai saksi di hadapan Majelis Hakim di kala itu.
Namun sekarang, sambung Budiyono, sepertinya sangat berbeda, terutama dalam kasus GORR ini. “Anak buah yang jadi hancur-hancuran, jadi bulan-bulanan hukum, tapi dia (atasan) cuma asyik off -road.
Budiyono pun memberi saran kepada RH, hendaknya segera fokus untuk menuntaskan persoalan yang sedang melilit AWB sebagai bawahannya. “Jangan cuma dibiarkan begitu,” lontar Budiyono.
Secara tegas Budiyono bahkan menyatakan, bahwa jika memang RH menganggap dalam proyek GORR itu tidak ada masalah, maka seharusnya penuhi panggilan dalam sidang untuk memberikan kesaksian, bukan malah mangkir dua kali.
“Kalau menurut dia tidak ada masalah apa-apa (dalam GORR), seharusnya dia datang bersaksi, jangan mangkir, kesampingkan dulu urusan-urusan menghadiri undangan ini dan itu. Kesampingkan dulu itu, (sebab) ini kita pe anak buah ini kerja untuk kita, untuk rakyat, kita yang perintah,” ujar Budiyono.
Dan yang kedua, kata Budiyono, kehadiran RH sangat dibutuhkan dalam persidangan untuk memberikan kesaksian, tentunya adalah untuk meminimalisir desas-desus yang berkembang di masyarakat saat ini, sekaligus untuk menghindari pertentangan sengit antara pihak pro dan yang kontra. (dms/dm1)
Ming Feb 28 , 2021
DM1.CO.ID, JAKARTA: Setelah diwarnai Operasi Tangkap Tangan (OTT) dilanjutkan dengan penyelidikan lebih lanjut selama 1 kali 24 jam, Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel), Prof. Dr. Ir. H. Nurdin Abdullah, M.Agr, akhirnya ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada Ahad dini hari (28/2/2021).