Ada Korupsi Proyek Jalan Rp83,7 M di Gorontalo? Garda1: “Kami Sudah Adukan ke Pusat”!

Bagikan dengan:

DM1.CO.ID, BOALEMO: Dewan Pengurus Wilayah Garda Satu Provinsi Gorontalo, saat ini sedang menyoroti dan mencium adanya korupsi yang diduga terjadi di lingkungan Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) Gorontalo, yakni terindikasi diduga dilakukan secara berjamaah antara pihak BPJN dan pihak kontraktor yang sedang mengerjakan proyek jalan di Kabupaten Boalemo.

Dugaan itu terdeteksi sangat jelas dari beberapa hal yang menjadi pengamatan pihak Garda1 (Garda Satu). Yakni di antaranya, pada paket proyek Preservasi Jalan Paguyaman-Tabulo (Shortcut I, II, III, IV, dan V) yang menelan anggaran sebesar Rp83,7 Miliar, dengan hanya mengerjakan jalan sepanjang 7,2 Km.

Hal ini, menurut Kisman Abubakar selaku Ketua Garda1, sangat tidak masuk akal. “Itu hitung-hitungannya sangat mengundang tanda tanya besar. Anggarannya hampir 84 Miliar, tapi jalan yang dikerjakan panjangnya hanya 7,2 Km?” ujar Kisman, Senin (7 Juli 2025).

Kisman membandingkan dengan proyek jalan di daerah lain. Misalnya, sebuah proyek jalan di Kabupaten Sidrap yang juga dikerjakan pada tahun ini oleh BPJN Sulawesi Selatan, bernilai sekitar Rp100 Miliar dengan panjang jalan 42 Km.

Nilai proyek di Sidrap itu, kata Kisman, sudah mencakup saluran kiri-kanan, cutting gunung, dan juga menggunakan alat tiang pancang. “Sementara proyek jalan Paguyaman-Tabulo yang ditangani oleh BPJN Gorontalo dengan nilai Rp83,7 Miliar tersebut, hanya mengerjakan jalan sepanjang 7,2 Km, itu tanpa saluran, tanpa cutting gunung, dan juga tidak menggunakan tiang pancang. Tentunya itu sangat berbeda jauh dengan proyek di Sidrap itu,” tandasnya.

Dari perbandingan itulah, pihak Garda1 kemudian melakukan investigasi terhadap proyek jalan Paguyaman-Tabulo tersebut. Hasilnya, ditemui kesimpulan sementara bahwa BPJN Gorontalo memenangkan perusahaan (kontraktor) yang tidak siap.

Disebut tidak siap, menurut pihak Garda1, karena di lapangan didapati beberapa keganjilan yang terindikasi mengarah adanya korupsi.

Di antaranya adalah timbunan LPB agregat kerikil batu abu, sebagian besar materialnya tidak diperoleh dari lokasi IUP pihak kontraktor (PT. TSY), melainkan dari perusahaan lain (CV. DIC) yang tidak ada kaitannya dalam kontrak.

“Sehingga, pemegang kontrak (PT. TSY) diduga memalsukan dokumen hasil uji laboratorium material agregat. Sebab, sampel material yang diperlihatkan oleh PT. TSY saat proses tender itu boleh jadi hanya diperoleh dari CV. DIC,” ungkap Kisman.

Selain itu, Garda1 juga mendapati keganjilan terhadap tahap pengaspalan AC-BC yang tampak tidak sesuai dengan spesifikasi. Misalnya, terkait pada campuran aspal dan material lainnya, sehingga tampak mengalami ketinggian yang bervariasi.

Pada tahap itu, pihak Garda1 juga mengantongi data, bahwa kontraktor terindikasi kuat menggunakan aspal curah yang tidak sesuai dengan spesifikasi.

Meski belum mengetahui secara pasti tentang lebar, ketebalan, dan ketinggian aspal jalan dari proyek tersebut, namun pihak Garda1 mengaku mencoba melakukan simulasi hitungan rata-rata.

Yakni, ketika proyek jalan dengan spesifikasi lebar 15 meter, ketebalan LPB agregat kelas A dan B masing-masing 15 Cm, juga ketebalan aspal AC-BC dan AC-WC masing-masing 6 Cm dan 4 Cm. Dengan asumsi harga agregat kelas A sebesar Rp250 ribu per meter kubik, juga harga agregat kelas B sebesar Rp200 ribu per meter kubik, serta harga aspal AC-BC Rp1,5 juta per ton, dan harga aspal AC-WC Rp1,8 juta per ton, dengan biaya tenaga kerja Rp50 juta per kilometer, ditambah biaya alat berat Rp30 juta per kilometer, pada panjang jalan 7,2 Km, maka ditemui biaya total hanya sekitar Rp47 Miliar.

Sehingga jika perhitungan simulasi biaya yang hanya menghasilkan Rp47 Miliar itu, menurut Garda1, tentunya sangat memiliki selisih yang sangat jauh.

“Kalau anggaran sebesar Rp83,7 Miliar dihabiskan untuk mengerjakan jalan sepanjang 7,2 Km, itu berarti satu kilometer menghabiskan sekitar Rp11,5 Miliar. Itu cara menghitungnya dari mana. Kenapa begitu sangat besar? Sementara di lapangan kami yakin tidak menghabiskan Rp11,5 Miliar per kilometer!” lontar Kisman seraya menambahkan bahwa proyek ini sangat diduga terjadi mark-up secara berjamaah.

Dugaan dan temuan-temuan terkait proyek anggaran besar tetapi panjang jalan yang hanya seuprit itu, saat ini telah diadukan ke pusat.

“Temuan-temuan itu sudah kami dokumenkan, dan saat ini sudah kami adukan ke DPP Garda Satu di pusat untuk diteruskan ke KPK. Selanjutnya, kami terus memantau setiap perkembangan pekerjaannya,” pungkas Kisman.

Meski Wartawan DM1 telah mencoba melakukan konfirmasi via WhatsApp, namun hingga tulisan ini dipublikasikan pihak BPJN belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan korupsi pada proyek dengan nomor kontrak HK0201/Bb30.5.2/584 tersebut. (dms-dm1)

Bagikan dengan:

Muis Syam

21 views