DM1.CO.ID, KOLAKA TIMUR: Sejumlah orang di Kabupaten Kolaka Timur (Koltim), Sulawesi Tenggara, menaruh curiga atas legal standing (kedudukan hukum) Irwansyah sebagai seorang advokat dari pasangan calon petahana Pilkada 2020, Tony Herbiansyah-Baharuddin.
Salah satunya adalah mantan Anggota DPRD Koltim, Idul Fitri Syam. Ia menilai dari sudut atau cara Irwansyah “memuncratkan” statement melalui beberapa berita online, sangat memicu memunculkan pertanyaan tentang statusnya sebagai advokat: sah atau gadungan?
Pasalnya, menurut Idul Fitri Syam, kebanyakan penyataan Irwansyah dalam beragumen seputar hukum, tidak menyebut atau mengikutsertakan ketentuan aturan hukumnya, termasuk dalam melakukan pembelaan terhadap dugaan pelanggaran Pilkada yang dilakukan oleh kliennya.
“Cenderung saya melihat statement-nya menjurus pada hasil dari buah pikirannya sendiri (tanpa dasar hukum). Kalau pengacara itu kan kebanyakan saya melihat bahasannya selalu berbicara atau menyebut aturan hukum,”ujar Idul Fitri Syam, kepada wartawan DM1 Biro Koltim, pada Sabtu (3/10/2020).
Yang lebih membingungkan, menurut Idul Fitri Syam, ia berstatus sebagai kuasa hukum Petahana, Tony Herbiansah, akan tetapi di saat bersamaan “gayanya” mengumbar postingan di medsos layaknya seorang tim sukses.
“Selama ini muatan dari apa yang disampaikan di medsos bukan sebagai seorang kuasa hukum, tetapi lebih menjurus sebagai tim sukses. Sampai-sampai persoalan pribadi rival petahana pun dia (Irwansyah) urus atau ungkap di medsos,” kesal Idul Fitri Syam mengaku bingung.
Wajarlah jika timbul rasa curiga atau prasangka sampai berujung pada kebingungan seperti dialami Idul Fitri Syam tersebut. Menurut Idul Fitri Syam, mungkin karena Irwansyah sendiri belum terlalu mengetahui atau memahami lebih dalam mengenai aturan main sebagai seorang pengacara atau advokat.
Apalagi, Idul Fitri Syam sendiri mengaku belum pernah melihat secara langsung Kartu Tanda Anggota (KTA) advokat milik Irwansyah.
Sementara itu, menurut Ketua DPC Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Kendari, Afiruddin Mattara, kiblat seorang advokat atau pengacara adalah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003.
Afiruddin menyebutkan, pada pasal 1 dijelaskan, bahwa advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan undang-undang ini.
“Jasa hukum pengertiannya adalah jasa yang diberikan advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien,” urai Afiruddin, pada Kamis (1/10/2020).
Untuk bisa dikatakan sebagai advokat, Afiruddin menerangkan beberapa ketentuan yang harus dilalui seseorang sebagaimana diatur dalam pasal 3 ayat 1. Wajib atau harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Warga negara Republik Indonesia
b. Bertempat tinggal di Indonesia;
c. Tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara;
d. Berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun;
e. Berijazah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1);
f. Lulus ujian yang diadakan oleh Organisasi Advokat;
g. Magang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun terus menerus pada kantor Advokat;
h.Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
i. Berperilaku baik, jujur, bertanggung jawab, adil, dan mempunyai integritas yang tinggi.
Afiruddin mengungkapkan, meskipun mengantongi ijazah sarjana pendidikan hukum, telah mengikuti magang sekurang-kurangnya 2 tahun terus-menerus di kantor advokat, maka itu belum bisa orang tersebut dikatakan sebagai advokat.
Dikatakannya, ada tahapan paling penting yang harus dilalui, yaitu pengambilan sumpah advokat di pengadilan tinggi, seperti yang tertuang dalam Pasal 4 Ayat 1. Bunyinya, sebelum menjalankan profesinya, advokat wajib bersumpah menurut agamanya atau berjanji dengan sungguh-sungguh di sidang terbuka Pengadilan Tinggi di wilayah domisili hukumnya.
Jika tahapan pengambilan sumpah belum dilakukan atau bahkan dalam proses pengusulan, maka menurut Afiruddin, orang tersebut bukanlah seorang advokat yang bisa memberi jasa hukum.
Afiruddin Mattara pun mengingatkan, apabila seseorang mengaku sebagai advokat namun ternyata belakangan boleh jadi adalah gadungan, tentu sangat merugikan orang lain. Dan itu tentunya memiliki satu konsekuensi hukum yang harus ditanggung oleh si advokat gadungan.
Menanggapi kecurigaan sejumlah orang tersebut akan statusnya sebagai advokat, Irwansyah mengakui, bahwa sejauh ini memang dirinya belum memiliki Kartu Tanda Anggota (KTA).
Sebab, menurut Irwansyah, untuk mendapatkan KTA itu harus melalui pengambilan sumpah di pengadilan tinggi. Dan dirinya sedang menunggu hal itu.
“Kemarin itu sudah ada jadwal September, tapi belum dilaksanakan karena ada pergantian di pengadilan tinggi,” ujar Irwansyah memberi alasan kepada wartawan DM1 Biro Koltim.
Irwansyah berdalih, meski belum diambil sumpah guna memiliki KTA, tapi dari sisi hukum dirinya sudah bisa memberikan jasa-jasa hukum. Dan ia mengaku sudah bergabung di Peradi (Perhimpunan Advokat Indonesia), serta memiliki kantor hukum yang terletak di Wua-wua, dekat Toko Matahari, Kota Kendari.
Menurut Irwansyah, legalitas advokat itu ada dua. Yaitu, litigasi dan non-litigasi. Baginya, litigasi itu adalah orang yang melakukan pendampingan hukum sampai pada proses pengadilan. Sedangkan non-litigasi adalah itu juga sampai di pengadilan tetapi tidak bisa beracara di depan hakim.
Pengacara, kata Irwansyah, yang bisa bicara di pengadilan adalah orang memiliki lisensi beracara. Tetapi berbicara di depan polisi, di depan instansi apa dan sebagainya semuanya ia mempunyai hak selaku orang yang diberi kuasa, serta mempunyai kompotensi untuk berbicara masalah hukum.
“Karena kami tergabung di kantor hukum, maka tim kami yang lain akan mendampingi proses di pengadilan. Dan ketika hakim meminta. Kalau masalah legalitas kami ini kan kantor hukum, dan di situ ada pengacara senior, ada pengacara junior. Tapi kalau dari sisi konsultan hukum, saya sudah sering memberikan konsultasi,” jelasnya.
Irwansyah menyimpulkan, bahwa sebagai konsultan hukum Tony Herbiansyah (petahana Pilkada), dirinya mempunyai kewajiban mendampingi kliennya mulai dari pengadilan tinggi, di mana pun sampai di depan hakim sekalipun. (rul/dm1)
Ming Okt 4 , 2020
DM1.CO.ID, GORONTALO: Jabatan Ketua Dharma Wanita Persatuan (DWP) Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Muara Tirta Kota Gorontalo, secara resmi diserah-terimakan dari Ibu Hj. Sakinah Darise Hamzah, SE, kepada Ibu Febryanti Paudi Musa, S.Pd.