PILKADA DKI Jakarta akhirnya usai digelar, pada Rabu (19/4/2017). Seluruh lembaga survei pun telah melakukan perhitungan cepat (quick-count).
Hasilnya, Paslon nomor 3 meraih suara terbanyak dengan selisih 16 persen dari paslon gubernur petahana. Dan, itu artinya, Pilkada DKI 2017 ini menghasilkan gubernur baru.
Beragam ekpresi dari berbagai kalangan pun bermunculan “menyambut” hasil Pilkada DKI tersebut. Salah satu ekspresi yang sangat menarik datang dari seorang tokoh nasional, Dr. Rizal Ramli.
Melalui akun Twitternya (@RamliRizal), Rizal Ramli menuliskan sejumlah pesan beserta ungkapan syukur.
@RamliRizal: “Jika ada yg ingin mengadu agama satu, suku, dengan lainnya, mereka telah mencederai tujuan kita berbangsa & hancurkan kedamaian.”
@RamliRizal: “Tks Tuhan, kita telah dihindarkan dari malapetaka yg tidak perlu, yg akan merobek-robek persatuan & kedamaian bangsa kita.”
@RamliRizal: “Terima kasih Tuhan,, bangsa kita telah dihindarkan dari sikap neo-fasis, pelecehan rakyat, dan kekuasaan yg sewenang-wenang.”
Nampaknya, Rizal Ramli tidaklah keliru menyatakan rasa syukur seperti itu melalui ungkapan terima kasih.
Sebab, Pilkada kali ini akan segera dicatat dalam sejarah, bukan hanya dalam skala Indonesia, tetapi sangat boleh jadi juga secara dunia sebagai Pilkada paling sengit nan sangat mencemaskan.
Disebut paling sengit, karena Pilkada DKI ini sangat banyak “melibatkan” pihak. Tidak hanya dari kalangan politikus, artis, ulama, pendeta, tetapi juga aparat hukum serta penguasa dan pengusaha (Pengpeng) pun bahkan terindikasi (diduga kuat) ikut terlibat, melibatkan, atau mungkin juga hanya ikut dilibatkan. Entahlah?
Yang jelas, hampir semua kalangan ikut menyuarakan dukungan. Bukan hanya yang disebutkan di atas, tetapi preman, pecandu narkoba, kaum LGBT dan bahkan koruptor tiba-tiba bermunculan bagai malaikat mengajak sekaligus menuntun warga untuk memilih paslon yang mampu menjaga ke-Bhinneka-an, yakni meski “terkotak-kotak” tetapi satu jua.
Selanjutnya, Pilkada ini juga disebut Pilkada yang sangat mencemaskan, karena tanpa diduga, pada awal perjalanannya sudah menimbulkan percikan SARA yang berbau penistaan agama tertentu.
Akibat percikan SARA itulah, situasi Pilkada DKI 2017 pun nampak sangat sulit menghindar dari kobaran protes yang mulai “meledak” di mana-mana. Tak hanya di DKI, tetapi juga sudah menjalar ke daerah-daerah lain di luar Jakarta, yang tentu sangat berpotensi menimbulkan konflik dan perpecahan antar-suku dan umat beragama di negeri ini dalam suatu malapetaka.
Dan barangkali inilah “makna terima kasih kepada Tuhan” yang coba diungkapkan oleh Rizal Ramli dalam akun Twitter-nya tersebut.
@RamliRizal: “Jika ada yg ingin mengadu agama satu, suku, dengan lainnya, mereka telah mencederai tujuan kita berbangsa & hancurkan kedamaian.”
Selain itu, Rizal Ramli juga menuliskan sejumlah pesan dan peringatan kepada semua pihak, terutama bagi pemenang Pilkada DKI agar kata-kata kemenangan (berupa janji-janji) pada saat kampanye harus dibuktikan secara nyata.
“Kemenangan kata-kata harus segera diikuti dengan program nyata yg bermanfaat untuk rakyat dan bangsa kita,” tulis @RamliRizal.
Kesuksesan pelaksanaan Pilkada DKI putaran kedua yang berhasil memunculkan gubernur baru, menurut Rizal Ramli, adalah sebuah dekmokrasi yang bijaksana.
“Demokrasi berhasil jika rakyat memilih dengan bijaksana. Pengawal demokrasi yg sesungguhnya adalah hati nurani dan logika,” tulis @RamliRizal.
Lebih jauh, Rizal Ramli juga mengingatkan bahwa, “Kekuasaan bisa digunakan, kebohongan bisa disiarkan, citra bisa dipalsukan, tapi hati nurani dan logika tidak bisa dikalahkan.”
Tak lupa, Rizal Ramli kembali mengingatkan gubernur baru yang juga sebagai mantan koleganya di dalam Kabinet Kerja itu. Bahwa, “Politik romantisme, bagaikan cinta yg menggebu-gebu diawal, akan berakhir dgn tragedi jika tidak ditopang dengan karya nyata.”
—–
—Penulis: Abdul Muis Syam (Pengamat Independen, dan Aktivis Penggerak Kedaulatan Rakyat)—
