Penyedia Dinilai Tidak Profesional, Proyek PEN di Kota Gorontalo Disebut “Penghancur Ekonomi Nani Wartabone”?

Bagikan dengan:

DM1.CO.ID, GORONTALO: Niat dan upaya memulihkan ekonomi rakyat akibat “serangan” Covid19, saat ini sedang diperlihatkan secara serius oleh pihak Pemerintah Kota (Pemkot) Gorontalo, yakni dengan melakukan sejumlah proyek pembangunan infrastruktur.

Sayangnya, sejumlah proyek bernilai ratusan miliar (secara akumulasi) yang berasal dari dana pinjaman program PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) itu, dinilai justru menimbulkan beberapa masalah dalam proses pengerjaannya oleh pihak penyedia (kontraktor), salah satunya adalah proyek rekonstruksi (peningkatan) Jalan Nani Wartabone (ex. Jalan Panjaitan) yang terbentang dari pertigaan Universitas Negeri Gorontalo (UNG) hingga ke Tugu Saronde.

Pengerjaan proyek di Jalan Nani Wartabone itu, belakangan ini pun sangat ramai diperbincangkan masyarakat  di Kota Gorontalo, dan bahkan tak sedikit kalangan menyoroti secara tajam PT. Mahardika Permata Mandiri (MPM) sebagai pihak penyedia (pelaksana proyek itu) karena dinilai bekerja secara amburadul.

Terkait progres pengerjaan yang terlihat berantakan dan sangat lambat diperlihatkan oleh PT.MPM, membuat tak hanya Marten Taha selaku Wali Kota Gorontalo yang dikabarkan sempat “marah”, tetapi sejumlah kalangan juga ikut mengaku kesal dengan cara kerja yang ditampilkan oleh pihak penyedia tersebut.

Seorang warga sekaligus Ketua Karang Taruna Kelurahan Limba U1, Steven Nurdin, mengaku harus kembali bersuara dengan tegas menyoroti pola kerja berantakan yang ditampilkan oleh PT. MPM itu. Melalui wartawan DM1 pada pekan lalu, Steven meminta agar keluhan dan uneg-unegnya bisa segera diberitakan di media ini.

Steven mengaku sangat meragukan kemampuan PT. MPM dalam menangani proyek Jalan Nani Wartabone tersebut. Menurutnya, PT.MPM terlihat sangat tidak profesional mengerjakan proyek yang bernilai hampir Rp.24 Miliar itu.

Steven bahkan mengaku jengkel dengan sosok Denny Juaeni selaku bos PT.MPM yang masih sempat-sempatnya ikut mengeluh seolah “membela” diri dengan mengemukakan alasan melalui salah satu media online, yang menyebutkan bahwa progres proyek di Jalan Nani Wartabone itu baru mencapai 12% lantaran pihaknya mengerjakan pekerjaan tambahan di awal yang tidak ada di dalam RAP (Rencana Anggaran Proyek).

Alasan yang dikemukakan oleh Denny inilah yang tampaknya memicu amarah dan kekesalan sejumlah pihak. “Intinya, dia (Denny Juaeni) itu tidak profesional,” lontar Steven meminta kepada pihak PT.MPM untuk tidak memberikan alasan yang tidak masuk akal.

Sebab, lanjut Steven, biaya yang timbul dari pekerjaan tambahan yang dijadikan alasan keterlambatan progres seperti yang diungkapkan oleh Denny itu, tidaklah seberapa besar. “Pekerjaan-pekerjaan tambahan yang tidak ada dalam RAP itu mengapa tidak dari awal dipikirkan dan diantisipasi? Lagi pula itu sudah risiko pihak penyedia,” ujar Steven.

Steven juga meminta kepada Denny untuk tidak mencoba mencari-cari atau melempar kesalahan ke pihak-pihak lain dari proyek Jalan Nani Wartabone yang menjadi tanggung-jawab PT.MPM itu. “Ini bukan kesalahan siapa-siapa, ini kesalahan dari awal kontraktornya yang tidak profesional,” lontar Steven lagi.

Ke depan, imbau Steven, pihak Pemkot Gorontalo harus lebih jeli dan lebih memperketat seleksi tender proyek. “Jangan asal pilih dan menetapkan pemenang tender, Pemkot harus benar-benar bisa memastikan bahwa calon pemenang adalah perusahaan yang betul-betul profesional. Jika tidak, maka hasilnya seperti ini, berantakan cara kerjanya,” tutur Steven.

Akibat adanya penilaian ketidak-profesionalan terhadap pihak penyedia, membuat sejumlah pengunjung sebuah warung kopi (Warkop) di bilangan Jalan Nani Wartabone juga ikut angkat suara.

Beberapa dari mereka bahkan memelesetkan, bahwa proyek di Jalan ex Panjaitan itu tak layak lagi disebut program PEN dalam arti Pemulihan Ekonomi Nasional, melainkan lebih cocok disebut “Penghancur Ekonomi Nani Wartabone”.

Alasan mereka memelesetkan akronim PEN ke dalam istilah “Penghancur Ekonomi Nani Wartabone”, sebab di sepanjang jalan ex Panjaitan yang membentang dari Utara ke Selatan di pusat Kota Gorontalo itu, terdapat hampir 100% adalah pedagang dan juga pengusaha yang bergerak di berbagai bidang bisnis, termasuk didominasi kalangan UMKM yang harus mengalami kerugian besar selama sekitar 6 bulan akibat kondisi jalan yang berantakan.

Sehingga, menurut mereka, tak keliru jika pengerjaan proyek ex Jalan Panjaitan itu adalah bertujuan untuk mewujudkan program PEN, tetapi PEN versi lain, yakni “Penghancur Ekonomi Nasional” khususnya yang menjadi korban adalah para pedagang yang berada di sepanjang jalan Nani Wartabone.

Sementara itu, Hartono Kaluku selaku salah seorang kontraktor lokal, juga kembali ikut menyoroti sekaligus mengkritisi beberapa poin persoalan terkait pelaksanaan proyek ex Panjaitan yang dikerjakan oleh PT.MPM tersebut.

Saat ini, kata Hartono, pihak penyedia memang telah terkena SCM-3 (Show Cause Meeting), yakni boleh disebut sebagai titik yang sangat memungkinkan dimunculkannya pemutusan kontrak apabila target ternyata tidak mampu dipenuhi oleh pihak penyedia.

Dengan adanya SCM-3, disusul dengan “aksi marah” yang diperlihatkan oleh Wali Kota Gorontalo dalam rapat yang digelar di Aula Kantor Wali Kota, Selasa (7/6/2022) terkait kondisi dan persoalan proyek ex Panjaitan, membuat PT.MPM pada Rabu malam (8/6/2022) mendadak menutup jalan dari depan UNG hingga perempatan pertama di Jalan Nani Wartabone dengan alasan karena ingin segera melakukan tahapan pengaspalan.

Sebagai salah seorang warga Kota Gorontalo, Hartono mengaku sangat khawatir terhadap mutu dari hasil pengaspalan yang terkesan mendadak dan dikebut  untuk dikerjakan oleh pihak penyedia.

Hartono mengaku yakin aspal tidak akan bertahan lama jika landasan dasarnya belum benar-benar dipadatkan ketebalannya karena dikerjakan secara terburu-buru. “Kenapa (pengaspalan dilakukan secara mendadak)? Apakah karena Pak Wali marah-marah, lantas pihak penyedia buru-buru melakukan pengaspalan meski lapisan landasannya belum betul-betul padat?” tutur Hartono geleng-geleng kepala.

Hartono mengaku kaget dan menyatakan rasa keprihatinannya terhadap pihak penyedia yang tiba-tiba ingin melakukan pengaspalan, yakni dengan buru-buru mengerahkan dan menjalankan alat berat grader di malam itu (Rabu, 8 Juni 2022).

Hartono sebagai orang yang berkompeten di bidang aspal mengaku terheran-heran dan bertanya-tanya bercampur aneh, bagaimana mungkin pengaspalan harus dipaksakan dilakukan di saat grader masih sementara berjalan memperbaiki LPA agregat?

“Berarti base-nya (landasan dasar) jalan ini belum siap. Secara teknis, mau dia satu senti, kalau LPA ini masih dalam perbaikan, maka itu belum bisa diaspal. Artinya, base-nya ini masih bergerak (tidak kokoh),” ucap Hartono.

Pengaspalan, menurut Hartono, hanya bisa dilakukan apabila LPA benar-benar sudah dipadatkan (kokoh) dan bisa diyakini tidak bergerak. “Setelah LPA-nya sudah diperbaiki, disiram, dipadatkan lagi, tunggu kering tiga-empat hari, lalu didatangkan orang lab untuk melakukan uji sand-cone. Setelah itu ditunggu hasil uji sand-cone dua-tiga hari, jika hasilnya menyatakan layak, maka barulah dilakukan pengaspalan,” jelas Hartono.

Apabila pengaspalan tidak melalui metode seperti itu, kata Hartono, maka sangat bisa dipastikan mutu atau hasil dari pengerjaan pengaspalan tidak bertahan lama akan rusak dan pecah-pecah.

“Saya bukan bertujuan untuk menghalang-halangi pekerjaan ini, saya justru menunggu kapan proyek ini bisa selesai. Dan juga saya hanya mengingatkan hal-hal atau kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan timbul apabila pekerjaan dilakukan secara janggal dan tidak profesional. Sebab akibatnya akan merugikan masyarakat Kota Gorontalo itu sendiri,” terang Hartono.

Hartono juga mempertanyakan sikap pihak Dinas PUPR Kota Gorontalo yang dinilai dan terkesan membela pihak penyedia (kontraktor pelaksana) terkait sejumlah masalah yang timbul dari proyek di Jalan ex Panjaitan tersebut, termasuk pada proses pengaspalannya.

Sehingga beberapa kalangan pun menduga, jangan-jangan antara pihak Dinas PUPR Kota Gorontalo dengan pihak penyedia telah membangun “komitmen atau deal-deal” di luar kontrak? Untuk menjawab dugaan tersebut, wartawan DM1 sejauh ini telah mengantongi sejumlah data namun masih harus dilakukan pendalaman.

Dugaan itu muncul dipicu lantaran adanya kebingungan dari banyak pihak yang memandang Dinas PUPR Kota Gorontalo yang dianggap dan seolah tidak mampu mengambil sikap tegas. Yakni menurut pemikiran mereka,  bahwa dengan pertimbangan kondisi berantakan dan progres yang sangat lambat serta terlihat tidak profesional, maka pihak Dinas PUPR sudah seharusnya melakukan pemutusan kontrak kepada pihak penyedia.

Dengan kondisi pengerjaan proyek ex Panjaitan yang terlihat sangat berantakan, dan sepertinya dilaksanakan secara tidak profesional itu, maka menurut banyak kalangan, pihak Dinas PUPR Kota Gorontalo tak salah jika mengambil langkah tegas dengan melakukan pemutusan kontrak. “Tapi itu tidak dilakukan. Ada apa?” ujar sejumlah kalangan bertanya-tanya.

Denny Juaeni selaku pihak penyedia sekaligus direktur PT.MPM saat coba dikonfirmasi, enggan memberikan keterangan dan tanggapan terkait berbagai persoalan proyek rekonstruksi Jalan Nani Wartabone tersebut.

“Saya lagi test JMF (Job Mix Formula) nih, saya sibuk banget ini untuk persiapan hot-mix soalnya,” ujar singkat Denny seraya langsung memutus sambungan via telepon WhatsApp, Senin (6/6/2022).

Sementara itu, Dr. Eng. Rifadli Bahsuan selaku Kepala Dinas PUPR Kota Gorontalo saat ditemui di ruang kerjanya oleh wartawan DM1 pada Rabu sore (8/6/2022), membantah dugaan-dugaan miring tersebut.

Terkait dugaan jangan-jangan ada fee (komisi) yang telah disetor oleh pihak penyedia, Rifadli mengaku sejak awal tidak pernah berhubungan komunikasi untuk tawar-menawar secara pribadi dengan pihak penyedia.

“Saya tidak pernah sebelum atau sesudah tender itu berhubungan dengan ini pemenang tender (secara pribadi untuk maksud terselubung terkait dugaan fee). Dan saya tidak pernah menerima sesuatu pun dari pihak kontraktor, baik Denny atau dari kontraktor manapun. Itu yang harus digaris bawahi,” ujar Rifadli seraya menambahkan bahwa nomor Handphone milik Denny pun belum diketahuinya sampai sekarang.

Rifadli mengaku hanya berhubungan dalam arti bertemu dengan pihak penyedia, yakni hanya di saat rapat-rapat terkait proyek ex Panjaitan dengan pihak penyedia tersebut.

Namun Rifadli menyatakan tidak melarang orang-orang tertentu yang memunculkan dugaan-dugaan miring terkait pelaksanaan proyek yang ada. “Kalau (hanya) menduga, berarti saya tidak bisa larang. Tetapi jangan sampai menuduh,” ucap Rifadli.

Rifadli juga tersenyum menanggapi pandangan banyak kalangan yang beranggapan Dinas PUPR tidak “berani” atau tidak memiliki ketegasan untuk segera melakukan pemutusan kontrak terhadap pihak penyedia akibat munculnya berbagai masalah dalam proses pelaksanaan proyek itu.

Menurut Rifadli, ketegasan selalu ada di pihak Dinas PUPR Kota Gorontalo saat ini. “Tapi ketegasan yang dimaksud kan harus diikuti prosedur, sesuai dengan isi kontrak, ada SCM-1, SCM-2, SCM-3,” tandas Rifadli, dengan menambahkan bahwa apabila ketegasan diambil di luar prosedur atau tidak berdasar pada isi kontrak, maka ketegasan itu tidak etis dilakukan, dan dipastikan hanya akan menimbulkan masalah berat bagi Dinas PUPR Kota Gorontalo.

Rifadli mengaku mengetahui, bahwa termasuk dirinya yang sering mendapat banyak bully-an dari berbagai kalangan terkait hal-hal yang timbul sebagai masalah dari semua proyek yang sedang terlaksana saat ini. “Saya tahu (ada bully), tapi saya tidak mau ambil pusing.

Dengan banyaknya masalah yang timbul secara tak terduga, membuat Rifadli mengaku memilih untuk lebih fokus mencari solusi yang tepat tanpa merugikan semua pihak. Sehingga itu, Rifadli pun meminta dan juga berharap semua pihak, khususnya masyarakat untuk tetap bersabar dalam menghadapi permasalahan yang terjadi di beberapa proyek.

Secara khusus, Rifadli mengajak masyarakat untuk bisa memberikan kesempatan kepada pihak kontraktor dalam menyelesaikan pekerjaan atau kewajiban-kewajibannya sesuai isi kontrak. “Saya juga tidaklah sempurna, tetapi saya senantiasa berusaha menjadi orang yang terbaik,” pungkas Rifadli. (dms-dm1)

Bagikan dengan:

Muis Syam

1,713 views

Next Post

Kerap Hadapi Warga Terkait Hukum, Kades Molamahu pun Tekuni Studi Hukum S2 di UG

Ming Jun 12 , 2022
DM1.CO.ID, BONE-BOLANGO: Tugas dan tanggung-jawab sebagai kepala desa (Kades), memang tidaklah mudah. Berbagai masalah dan jenis persoalan yang melilit warga harus bisa dihadapi dengan bijak, profesional dan kedewasaan dalam bertindak agar mendapat solusi yang tepat.