Penambang Ilegal Sambati Makin Leluasa, Fee 12% untuk Pemilik Lahan

Bagikan dengan:

DM1.CO.ID, BOALEMO: Meski masih dianggap bermasalah, dan bahkan baru-baru ini sempat memakan korban nyawa akibat longsor, namun lokasi PETI (Pertambangan Emas Tanpa Izin) di Dusun Sambati, Kecamatan Dulupi, Kabupaten Boalemo, malah kini makin dapat leluasa beroperasi.

Informasi yang diterima dari pantauan langsung wartawan DM1 di lapangan menyebutkan, bahwa meski pertambangan liar di Dusun Sambati ini baru berlangsung hampir setahun, namun saat ini para penambang liar sudah mampu menurunkan 10 alat berat. Dan saat ini, mereka benar-benar tampak sudah merasa leluasa beroperasi.

Dan anehnya, pihak APH dan Pemkab Boalemo pun terkesan tak bisa berbuat banyak menangani PETI di desa ini. Ada apa?

Entahlah! Yang jelas menurut sejumlah pemerhati lingkungan mengaku sangat menyayangkan sikap pihak APH dan Pemkab Boalemo yang seakan mendiamkan persoalan PETI di desa itu.

Menurut mereka, petambangan yang dilakukan secara ilegal adalah merupakan tindakan yang melanggar dan melawan hukum. Sebab, kegiatan pertambangan harus sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Disebutkannya, ancaman pelanggaran atas kegiatan pertambangan ilegal juga tidak main-main, bisa dipidana sepuluh tahun dan denda puluhan miliar dan bahkan ratusan miliar. Ketentuan pidananya itu sangat jelas dituangkan dalam UU No.4/2009 Tentang Pertambangan Minerba.

Lalu apa yang membuat para penambang itu kini leluasa melakukan aktivitas pertambangan liar di Dusun Sambati itu?

Dari penelusuran di lapangan ditemui, bahwa yang membuat leluasa para penambang ilegal melakukan kegiatan PETI di lokasi tersebut, yakni salah satunya karena pemilik lahan telah melakukan perjanjian secara tertulis dengan para penambang tersebut.

Ada sekitar 5 pemilik lahan di pertambangan tersebut yang telah menandatangani perjanjian secara tidak serentak dengan para penambang liar itu. Mereka mengaku memberikan lahannya untuk dieksploitasi, dengan perjanjian pemilik lahan mendapat fee antara 10 hingga 12 persen setiap kali produksi.

Dari bincang-bincang wartawan DM1 dengan sejumlah pemilik lahan mengungkapkan, bahwa mereka mengaku merasa aman karena dalam surat perjanjian itu salah satunya menyebutkan bahwa, penambang akan bertanggungjawab penuh atas keamanan pemilik lahan dengan tidak akan melibatkan pemilik lahan apabila terjadi permasalahan hukum terkait kegiatan PETI di atas lahannya tersebut.

Untuk pembagian, menurut salah seorang pemilik lahan yang dimintai keterangannya pada Senin (21 April 2025) menyebutkan, pihaknya sebagai pemilik lahan meminta bagi hasil sebesar 12 persen. “Untuk pembagian hasil dari pertambangan tersebut, kami meminta sekitar 12 persen pembagian kami,” ujar salah seorang pemilik lahan yang minta identitasnya tidak diekspos.

Di tempat terpisah, Romin Sahidi selaku Kepala Dinas PMPTSP Kabupaten Boalemo mengatakan, untuk mengakomodasi ruang gerak penambang emas ilegal di Dusun Sambati tersebut, pihak Pemkab Boalemo sudah mengusulkan WPR (Wilayah Pertambangan Rakyat).

Setelah usulan itu jadi, kata Romin, maka pemilik lahan serta penambang sudah bisa mengusulkan IPR (Izin Pertambangan Rakyat) ke Pemkab Boalemo. (kab/dm1)

Bagikan dengan:

Muis Syam

681 views

Next Post

BSG Serahkan Dividen Rp7,1 M ke Pemkab Boalemo, Rahmiyati: "Inilah Komitmen Kami"

Sel Apr 29 , 2025
DM1.CO.ID, BOALEMO: Bank Sulawesi Utara-Gorontalo (BSG) memperlihatkan komitmen kemitraannya kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Boalemo sebagai salah satu pemegang saham di bank yang dikenal dengan sebutan “Torang Pe Bank” itu. Yakni, melalui dividen atau pembagian laba.