Dugaan Korupsi DD “Aladin”: Alasan Polres Kolaka Dinilai Ada Korelasi dengan Ekspresi Kades Talodo

Bagikan dengan:

DM1.CO.ID, KOLAKA-TIMUR: Pernyataan pihak Kepolisian Resor (Polres) Kolaka, yang mengakui belum melakukan penyelidikan kasus dugaan korupsi Dana Desa (DD) kepada terlapor Kepala Desa (Kades) Talodo, Kecamatan Lalolae, Kabupaten Kolaka Timur (Koltim), Sulawesi Tenggara, menimbulkan tanda tanya besar bagi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Wahana Rakyat Indonesia.

Amir Kaharuddin sebagai Ketua LSM Wahana Rakyat (WRI), merasa terkejut atas pengakuan Polres Kolaka terkait masalah tersebut.

Kepada Wartawan DM1 via telepon seluler, pada Selasa (3/11/2020), Amir Kaharuddin menyebutkan, ada 10 item dugaan korupsi Desa Talodo yang dilaporkan ke pihak Polres Kolaka pada Agustus 2020.

Menurut Amir Kaharuddin, memasuki November 2020 ini, pihak Polres Kolaka semestinya sudah mengambil langkah responsif dengan segera melakukan penyelidikan 10 item dugaan korupsi di Desa Talodo, yang salah satu di antaranya adalah terkait kasus “Aladin” (Atap, lantai, dinding) pada program bantuan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) tahun 2019.

Amir Kaharuddin mengaku ada yang aneh dengan alasan yang dikemukakan oleh pihak Polres Kolaka yang menyebutkan, bahwa penyelidikan belum dilakukan lantaran persyaratan laporan berupa identitas pelapor belum lengkap.

Padahal, Amir Kaharuddin mengaku, laporan 10 item dugaan korupsi yang dimasukkan ke Polres Kolaka itu, boleh dikata sudah cukup jelas dan lengkap.

“Kalau alasan kepolisian menyatakan kelengkapan persyaratan laporan kami belum memenuhi, mengapa tidak ada pemberitahuan selama ini. Kalau dikatakan identitas pelapor, di situ kan ada kop surat (LSM WRI), jelas alamat sekretariat, nomor SKT. Apanya lagi yang tidak lengkap? Ini yang menjadi tanda tanya buat kami,” ujar Amir Kaharuddin.

Alasan yang dikemukakan oleh pihak Polres Kolaka itu, menurut pemikiran Amir, benar-benar menimbulkan keheranan dan tanda tanya yang sangat besar.

Sebab, lanjut Amir, pihak LSM WRI bukan kali ini melayangkan aduan kasus. Beberapa pengalaman terdahulu, seperti aduan kasus Desa Langori, Kecamatan Baula, Kabupaten Kolaka, tidak terlalu rumit dibanding dengan aduan kasus Desa Talodo ini.

Sehingganya, Amir Kaharuddin pun menduga kuat, bahwa pihak Polres Kolaka sepertinya berupaya memperumit aduan LSM WRI atas kasus dugaan korupsi Desa Talodo tersebut, agar bisa benar-benar “redup” dan bahkan “padam” sehingga dianggap sudah selesai dan tak ada masalah lagi.

Dugaan tersebut, menurut Amir, sangat boleh jadi benar adanya. Sebab pada Agustus 2020, Kades Talodo sendiri yang pernah mengungkapkan sebuah ekspresi keyakinannya terkait aduan kasus dugaan korupsi yang seolah dianggap sudah selesai.

Lontaran ekspresi dari Kades Talodo itu, ungkap Amir, sempat direkam secara audio oleh seorang anggota LSM WRI saat menyerahkan tembusan surat aduan langsung ke Sautia, pada Agustus 2020.

“Ibu desa (dalam rekaman itu) mengatakan kepada anggota saya, kenapa ada lagi (surat aduan) begini. Saya kira sudah selesai, bla…, bla.., bla,” ungkap Amir meniru percakapan Sautia dengan seorang anggota LSM Wahana Rakyat Indonesia.

Lontaran ekspresi Sautia yang seolah yakin masalah itu telah selesai, membuat Amir Kaharuddin pun semakin menduga kuat adanya korelasi “gelap” antara alasan yang dimunculkan oleh pihak Polres Kolaka yang seakan mempersulit aduan LSM WRI tersebut.

Dengan adanya sejumlah kejanggalan yang dinilai bisa “meredupkan” aduan kasus dugaan korupsi Desa Talodo itu, maka Amir Kaharuddin mengaku akan duduk bersama dengan para pengurus inti LSM WRI, untuk mencoba menentukan langkah yang lebih efektif.

Sementara itu, hingga berita ini diturunkan, Sautia selaku Kades Talodo yang coba dikonfirmasi melalui telepon terkait masalah ini, belum memberikan keterangan. Meski handphone miliknya dalam keadaan aktif, namun Sautia tidak mengangkatnya. (rul/dm1)

Bagikan dengan:

Muis Syam

11,392 views

Next Post

Sejumlah ASN ini Terciduk Kamera Berada di Posko Pemenangan Petahana

Kam Nov 5 , 2020
DM1.CO.ID, KOLAKA-TIMUR: Keterlibatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam politik praktis pada setiap momen Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), tampaknya memang susah untuk dielakkan.