Di Tangan Bupati Boalemo, Bantuan CSR BSG Jadi Misteri dan “Makan Korban”?

Bagikan dengan:

DM1.CO.ID, BOALEMO: Pada Maret 2020 lalu, Bank SulutGo (BSG) Cabang Tilamuta telah menyerahkan dana Corporate Social Responsibility (CSR) kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Boalemo, yang dimaksudkan untuk membantu kesulitan masyarakat setempat di masa pandemik Covid19.

Dana CSR dari Bank SulutGo Cabang Tilamuta sebesar Rp.1.496.000.000 itupun telah dicairkan berdasarkan proposal dari pihak Pemkab Boalemo, dan telah dibelanjakan oleh Pemkab Boalemo pula sesuai kesepakatan. Yakni, dalam bentuk 1 unit mobil Avanza, dan selebihnya adalah berupa beras yang dikemas dalam bentuk Sembako (Sembilan Bahan Pokok).

Acara penyerahan dana CSR secara resmi ditandai dengan serah terima kunci 1 unit mobil itupun dilakukan pada Rabu (22/4/2020), di halaman Kantor Bupati Boalemo. Sementara acara serah-terima secara simbolis bantuan beras (Sembako) dilakukan di Rumah Pribadi Bupati Boalemo, sebab beras-beras tersebut memang terlihat ditampung di rumah pribadi tersebut.

Sementara, pengadaan 1 unit mobil tersebut dimaksudkan sebagai fasilitas untuk mendistribusikan bantuan beras ke seluruh masyarakat Boalemo yang terdampak Covid19.

Mareyke Kamaru selaku branch-manager Bank SulutGo Tilamuta pun berharap, hendaknya bantuan beras (Sembako) yang bersumber dari dana CSR ini, bisa membantu pemerintah dalam  meringankan beban masyarakat Boalemo di masa wabah Covid19.

Namun Riko Djaini selaku salah seorang anggota DPRD Boalemo, mengaku sangat menyayangkan bantuan beras dari dana CSR tersebut kini menjadi misteri. Penyalurannya ke 82 desa se-Kabupaten Boalemo pun dipertanyakan karena dinilai “gelap”, alias tidak jelas.

Ketidak-jelasan penyaluran beras dari dana CSR itu, menurut Riko, terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD Boalemo, yang digelar sejak Rabu (20/5/2020) hingga pada Juni ini RDP tersebut masih dalam pendalaman, terkait kejelasan penggunaan dana CSR Bank SulutGo kepada Pemkab Boalemo.

Riko Djaini mengaku ada yang tidak beres dalam sistim penyaluran bantuan beras CSR tersebut. Sebab, terjadi perbedaan angka-angka dalam laporan dari masing-masing pihak terkait di dalamnya.

Riko Djaini membeberkan, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Boalemo (Rolly Mauritz Lumingas) yang juga selaku Ketua Tim pengelola Dana CSR mengaku telah membelanjakan Rp.946 Juta berupa beras sebanyak 94 Ton 600 Kilogram.

“Dan menurut Rolly Lumingas, secara teknis pembelanjaan beras tersebut alurnya diserahkan ke Dinas Pangan berdasarkan MoU,” kata Riko.

Dari total dana CSR Bank SulutGO sebesar Rp.1.496.000.000 yang telah dibelanjakan sudah sekitar Rp.946 Juta, Riko Djaini kemudian mengaku mengejar dengan mempertanyakan, bahwa sisanya dibelanjakan ke mana?

Pertanyaan Riko Djaini inipun dijawab oleh pihak Pengelola dana CSR, bahwa sekitar Rp.300 Juta itu diperuntukkan guna pembelian bibit jagung, dan secara teknis pembeliannya disalurkan melalui Dinas Pertanian Boalemo. Kemudian sisanya dibelikan 1 unit mobil Avanza.

“Rp.946 Juta ditambah Rp.300 Juta sama dengan Rp.1,246 Miliar. Selebihnya sekitar Rp. 200 Juta dibelikan mobil Avanza,” urai Riko Djaini saat diwawancarai oleh Wartawan DM1, pada Jumat (5/6/2020).

“Terus saya tanya, dari Rp.946 Juta ini dibelikan beras, estimasi dari pengelola setiap desa diberikan berapa? Pengakuan dari Ketua pengelola dan Bendahara CSR, setiap desa itu diberikan kepada 25 KK dikali 82 desa (total 2.050 KK). Dan setiap KK mendapatkan 10 Kilogram,” kata Riko.

Jika demikian, menurut Riko, secara logika pembelanjaan Rp.946 Juta itu cuma menyalurkan 20 Ton 500 Kilo, bukan 94 Ton 600 Kilogram sebagaimana pengakuan dari Ketua pengelola dana CSR. “Sisa sekitar 70 Ton lebih ke mana?” tanya Riko.

Karena waktu itu pihak Ketua dan Bendahara pengelola CSR tidak membawa data yang cukup, maka menurut Riko, RDP pun di-skorsing, lalu dilanjutkan pada Selasa (9/6/2020) dengan menghadirkan Dinas Pangan dan Dinas Pertanian Boalemo.

Namun dalam RDP kali itu, Riko Djaini kemudian mengaku jadi bingung, karena pengakuan Rolly Lumingas dibantah oleh pihak Dinas Pertanian dan juga oleh Dinas Pangan Boalemo.

Riko Djaini kaget, karena Dinas Pertanian mengaku tidak tahu-menahu dengan dana Rp.300 Juta sebagaimana yang disebutkan oleh Ketua pengelola CSR untuk pembelian bibit jagung tersebut.

“Terungkap dari Dinas Pertanian, Dinas Pertanian mengaku tidak menerima Rp.300 Juta. Tidak ada pembelian  bibit jagung di sana (di Dinas Pertanian),” kata Riko.

Kemudian yang kedua, lanjut Riko, dengan Dinas Pangan terungkap lagi berbeda dengan penjelasan Ketua Pengelola CSR. “Kepala Dinas Pangan ini menyampaikan dana yang mereka terima, itu tidak ada terima langsung dari Ketua CSR. Yang mereka (Dinas Pangan) terima itu hanya dari Pak Bupati sebanyak pertama Rp.323 Juta, kemudian yang kedua Rp.534 Juta. Sehingga total dana yang masuk ke mereka (di Dinas Pangan) itu sebanyak Rp.857.

“Dari Rp.857 Juta dibelanjakan beras, semua. Saya tanya berapa beras yang dibelikan. (Dijawab oleh Kadis Pangan) 99 Ton,” ujar Riko.

Pengakuan dari Dinas Pangan ini, menurut Riko, tentu saja sudah sangat berbeda dengan keterangan dari pihak pengelola CSR yang menyebutkan pengadaan beras sebanyak 94 Ton 600 Kilogram.

Karena 99 Ton ini adalah bilangan besar, maka dalam RDP itu Riko Djaini mengaku menanyakan apakah ada keterlibatan pihak ketiga dalam pengadaannya?

“Mereka (Dinas Pangan) bilang tidak ada. Yang ada itu cuma pembelian langsung melalui gilingan. Ada lima gilingan di Wonosari, kemudian satu gilingan di Paguyaman, sisanya mereka beli dari Bulog yang ada di Bongo Nol,” ungkap Riko mengutip pengakuan dari pihak Dinas Pangan.

Riko kemudian kembali mengejar dengan pertanyaan keterangan Dinas Pangan terhadap angka 99 Ton beras tersebut diperuntukkan kepada siapa? “Pengakuan Kadis Pangan itu setiap desa 75 KK (Kepala Keluarga),” ujar Riko.

Pengakuan angka-angka dari Dinas Pangan inipun membuat Riko jadi bingung, sebab terjadi perbedaan dengan keterangan yang diberikan oleh pihak pengelola CSR.

Parahnya, kata Riko, setelah pihak Dinas Pangan mengungkap angka-angka terkait bantuan CSR tersebut dalam RDP, Kepala Dinas Pangan (Syafrudin Lamusu) langsung terkena non-job.

“Akhirnya, karena terjadi tumpang-tindih seperti ini, maka korbanlah Kepala Dinas Pangan, diganti kemarin (non-job). Ini kan menarik, dana CSR cuma bikin (memunculkan) non-job,” ujar Riko seraya menduga masalah ini ada apa-apanya, dan mengandung misteri.

Sehingga, momen RDP itupun memunculkan sejumlah pertanyaan. Di antaranya mempertanyakan keterangan (laporan) manakah yang benar, apakah keterangan dari Rolly Lumingas, ataukah laporan dari Syafrudin Lamusu?

Keganjilan berikutnya, menurut Riko Djaini, yakni berdasarkan investigasi dari sejumlah anggota DPRD Boalemo di lapangan terkait mencari kebenaran penyaluran beras CSR tersebut, ternyata ditemui penyataan masyarakat di desa-desa yang mengakui bahwa beras yang mereka terima tersebut bukan dari dana CSR, melainkan bantuan dari pribadi Bupati Boalemo, Darwis Moridu.

Bahkan, ungkap Riko, masyarakat menyebut bahwa bantuan beras dari CSR Bank SulutGo itu tidak ada yang beredar. “Yang ada masyarakat mengatakan bantuan pribadi Bupati Darwis Moridu yang mereka terima di 82 desa, sekitar 750 kilo beras per desa,” beber Riko.

“Saya menganggap ini sebuah pembohongan publik yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Kalau memang itu bentuk bantuan Pemda melalui Bank Sulut, Oke, tapi jangan membawa-bawa atas nama pribadinya Pak Bupati,” lontar Riko seraya menegaskan agar misteri bantuan ini harus segera diungkap secara terang-benderang.

Riko juga menegaskan, bahwa kalau atas nama pribadi, maka itu sudah diboncengi dengan kepentingan politiknya Darwis Moridu selaku bupati.

“Kami di Komisi II (DPRD Boalemo) tidak ada istilah mencari-cari kesalahan. Yang ada itu yang kami lakukan itu bagaimana penyaluran dana CSR ini, apalagi ini masyarakat sangat membutuhkan, jadi tolonglah diberikan dengan secara terbuka, transparan, dan merata,” pungkas Riko. (kab/dm1)

Bagikan dengan:

Muis Syam

125,570 views

Next Post

Herd-Immunity, PSBB dan Lockdown: “Dari Gaya Bertinju Hingga Sepakbola”

Kam Jun 11 , 2020
Oleh: dr. Roni H. Imran* DM1.CO.ID: Penerapan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) di Indonesia,  dan khususnya di Gorontalo akan segera berakhir. Masyarakat secara umum sangat merasakan dampak pelaksanaannya, dan tentu sektor ekonomi serta jasa yang paling merasakan akibatnya.