Di Indonesia: Hukum adalah Seni Berinterpelasi, yang Menang Belum Tentu Benar

Bagikan dengan:
DM1.CO.ID, JAKARTA: Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Prof. Dr. Edward Omar Sharief Hiariej, M.Hum, menggambarkan secara blak-blakan tentang keadilan di tangan hakim dalam proses hukum.
Edward Omar Sharief Hiariej atau yang kerap disapa Eddy Hiariej itu menegaskan, bahwa hukum di dunia tidak ada yang adil. Keadilan hanya dapat ditemui ketika nanti dalam proses hukum dan pertanggung-jawaban di hadapan Tuhan, Allah SWT.
Pernyataan tersebut disampaikan Eddy Hiariej saat bertindak sebagai salah satu Keynote-speaker dalam acara peluncuran buku berjudul: “Menyibak Kebenaran: Drama Hukum, Jejak Langkah, dan Gagasan Irman Gusman” karya Irman Gusman, yang digelar secara virtual oleh Korps Alumni HMI (KAHMI), pada Kamis (20/5/2021).
Eddy Hiariej  mengemukakan, bahwa saat ini hukum terutama di Indonesia, memasuki fase hukum modern yang tampaknya memang netral, tapi tidak menjamin bisa bersikap adil.
“Hukum yang berlaku di Indonesia kita masuk pada fase hukum modern. Bersifat netral namun sayangnya kenetralan hukum tak bisa menjamin yang menang adalah yang benar, dan yang salah adalah yang kalah,” ujar Eddy Hiariej.
“Mengapai demikian? Karena hukum itu adalah seni berinterpretasi. Sehingga belum tentu yang menang itu yang benar, dan yang salah itu yang kalah,” sambung Eddy Hiariej.
Karena demikian, menurut Eddy Hiariej, tidak jarang ada yang menggunakan hukum sebagai senjata. Apalagi, lanjut Eddy Hiariej, hakim itu tidak tersentuh. Maka jika ingin melakukan sesuatu dengan palu hakimnya, bisa saja dilakukan. Bahkan tidak tersentuh oleh hukum.
Olehnya itu, jelas Eddy Hiariej, hukuman itu tidak boleh dijatuhkan tanpa ada dua alat bukti. Yang kemudian memberi keyakinan kepada hakim. Namun meski begitu, lanjut Eddy, tetap ada keyakinan bahwa lebih baik tidak menghukum orang yang bersalah, daripada menghukum orang yang tidak bersalah.
Sebab, kata dia, tidak ada putusan yang adil di dunia ini, meski hakim telah memutuskan seseorang bersalah berdasarkan alat bukti yang dihadirkan.
“Putusan hakim di dunia yang menyatakan kita bersalah, belum tentu di akhirat mengatakan putusan itu bersalah. Karena tak ada keadilan di dunia,” katanya.
Eddy kemudian merujuk salah satu surah dalam alQuran, yakni Surah 95:At-Tin pada ayat 8, yang berbunyi: a laisallaahu bi-ahkamil-haakimiin. Artinya: Bukankah Allah hakim yang paling adil? “Bahwa di luar Allah itu tidak ada yang adil,” tegas sosok yang pernah menjabat sebagai Guru Besar Ilmu Hukum Pidana di Universitas Gadjah Mada (UGM) itu. (dms/dm1)
Bagikan dengan:

Muis Syam

1,856 views

Next Post

Lebaran Ketupat 2021 di Desa Molamahu Berlangsung Sederhana dan Suka Cita

Jum Mei 21 , 2021
DM1.CO.ID, BONE BOLANGO: Perayaan Ketupat yang sudah menjadi tradisi di Gorontalo, dan dijadikan hari raya setelah berpuasa 6 hari di bulan Syawal usai lebaran Idul Fitri, di Desa Molamahu kembali dilaksanakan walaupun secara sederhana, pada Kamis (20/5/2021).