Cabut Subsidi TDL Bebani Rakyat, Ini Saran Rizal Ramli Yang Lebih Berkeadilan Sosial

Bagikan dengan:

DM1.CO.ID, JAKARTA: Pemerintah baru saja mencabut subsidi listrik dengan cara menaikkan Tarif Dasar Listrik (TDL) golongan konsumen 900VA sebesar 143% bagi 18,7 juta pengguna.

Namun, pencabutan subsidi listrik tersebut dilakukan bertahap, yakni pada tahap pertama, pencabutan subsidi dilakukan pada periode Januari hingga Februari 2017. Tagihan pembayaran listrik naik menjadi Rp.98 Ribu/bulan dari sebelumnya Rp.74.740/bulan.

Kemudian untuk tahap kedua, pencabutan subsidi listrik dilakukan pada Maret hingga April 2017. Pada pencabutan tahap kedua‎ ini, tarif listrik naik menjadi Rp.130 Ribu/bulan dari Rp.74.740/bulan.

Selanjutnya, pencabutan tahap ketiga dilakukan pada Mei hingga Juni 2017. Pada tahap ini, tagihan pembayaran listrik makin bertambah menjadi Rp.185.794/bulan, dari sebelumnya Rp.130 Ribu/bulan. Tahap ketiga ini merupakan tahap terakhir pencabutan subsidi.

Sebab, setelah pencabutan subsidi tuntas pada Juni 2017, maka pembayaran bulan berikutnya, pelanggan listrik 900 VA yang mengalami pencabutan subsidi akan mengikuti penyesuaian menurut skema tarif perubahan.

Skema tarif perubahan ini akan berubah-ubah (alias, tidak menentu) setiap bulan dengan mengi‎kuti tiga parameter. Yaitu, harga minyak Indonesia (ICP), inflasi, dan kurs dolar Amerika Serikat.

Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) pernah mengatakan, bahwa pencabutan subsisi listrik dilakukan pemerintah adalah untuk menciptakan keadilan. Sebab selama ini, menurutnya, subsidi listrik justru banyak dinikmati masyarakat mampu.

“Sebab, sekarang banyak rumah yang sebenarnya mampu, tapi pakai listrik subsidi,” ujar JK, Selasa (2/5/2017) di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta.

Selain itu, katanya, adalah untuk memberikan pemerataan listrik, Pemerintah membutuhkan anggaran yang cukup besar. Sebab daerah yang harus dibangun jaringan listriknya sangat jauh dari pusat distribusi. Guna menutupi kebutuhan tesebut, maka anggaran yang selama ini diberikan kepada pelanggan RI-900 VA akan dicabut. Anggaran ini kemudian dialihkan demi membangun jaringan listrik.

Namun alasan yang disampaikan JK tersebut nampaknya tidak sesuai dengan fakta. Bahkan pencabutan subsidi TDL yang dilakukan oleh pemerintah dianggap telah melakukan “penyiksaan” terhadap rakyat kecil. Di mana pengguna atau pelanggan listrik 900 VA bisa dipastikan masih tergolong Wong Cilik, alias kalangan ekonomi rendah. Sebab, kalau saja mereka adalah golongan mampu, maka tidak mungkin mereka hanya memasang listrik berkekuatan 900 VA.

Dari hasil Litbang DM1 menunjukkan, bahwa estimasi rata-rata pemakaian minimal listrik pada rumah tangga untuk kalangan bawah dapat dibagi ke dalam tiga golongan ekonomi. Yakni, Ekonomi Wong Cilik, Ekonomi Pas-pasan, dan Ekonomi Hampir Menengah.

Estimasi pemakaian listrik untuk golongan Ekonomi Wong Cilik, rata-rata 840 Watt. Yakni, terdiri lampu 15 Watt pada 3 titik (1 ruang makan, 1 ruang tamu, 1 dapur); lampu 5 Watt pada 4 titik (1 teras, 1 toilet, 2 kamar tidur); televisi 75 Watt; Rice-cooker 350 Watt; Setrika 300 Watt; Kipas angin 50 Watt.

Kemudian estimasi penggunaan listrik untuk golongan Ekonomi Pas-pasan, rata-rata 1.210 Watt. Yaitu, terdiri lampu 25 Watt pada 3 titik (1 ruang makan, 1 ruang tamu, 1 dapur); lampu 10 Watt pada 4 titik (1 teras, 1 toilet, 2 kamar tidur); televisi 75 Watt; Rice-cooker 500 Watt; Setrika 350 Watt; Kipas angin 2 buah (@50 Watt); Kulkas 1 pintu 70 Watt.

Sementara estimasi pemakaian listrik untuk golongan Ekonomi Hampir Menengah, rata-rata 2.195 Watt. Yakni, terdiri lampu 30 Watt pada 3 titik (1 ruang makan, 1 ruang tamu, 1 dapur); lampu 10 Watt pada 5 titik (1 teras, 1 toilet, 3 kamar tidur); televisi 85 Watt; Kukas 1 pintu 70 Watt; Rice-cooker 500 Watt; Komputer 1 unit 500 Watt; Setrika 350 Watt; Kipas angin 2 buah (@50 Watt).

Mereka dari 3 golongan tersebut di atas itulah yang kini harus dipaksa membayar kenaikan listrik, karena Pemerintah saat ini telah mencabut subsidi yang sebelumnya mereka dapatkan. Sehingga, beban hidup mereka di golongan ini pun semakin sangat berat.

Sebab, masih banyak beban kebutuhan lainnya yang juga saat ini membuat kondisi rakyat ekonomi rendah makin tercekik. Sementara Pemerintah hingga kini hanyalah “pandai” mencabut subsidi TDL dan lain sebagainya, juga sebelumnya menaikkan harga BBM, yang kesemuanya membuat harga-harga kebutuhan Sembako pun ikut meroket.

Alasan pencabutan subsisi listrik yang dikemukakan oleh JK, -yang katanya untuk menciptakan keadilan, adalah samasekali justru tidak mencerminkan wujud keadilan sosial. Sebab faktanya, dengan mencabut subsidi 900VA, maka rakyat miskin makin miskin, dan golongan mampu makin kaya.

Padahal, di sisi lain, ada konsep atau masukan kebijakan dari Dr. Rizal Ramli yang bisa ditempuh oleh Pemerintah. Bahkan, konsep atau saran Rizal Ramli itu sangat mencerminkan rasa keadilan sosial. Sebab, konsep tersebut tidak perlu membebani rakyat dengan cara mencabut subsidi.

Saran Kebijakan Dari Rizal Ramli

Pada sebuah acara di salah satu stasiun televisi di tanah air, bertema: “Ekonomi dalam Bingkai Pancasila”, mantan Menko Kemaritiman, Dr. Rizal Ramli mengatakan, rakyat merasa saat ini hidupnya makin lama semakin susah.

Rizal Ramli tidak setuju oleh orang-orang di Pemerintahan yang menyebutkan bahwa pengguna listrik golongan 900 VA itu adalah golongan rumah tangga mampu, dan hanya pura-pura miskin karena namanya tidak tercantum dalam daftar orang miskin. Dan pandangan itu kemudian menjadi salah satu dasar pencabutan subsidi bagi 18,7 juta pengguna listrik 900 VA.

“Waktu saya di kabinet satu tahun lalu, saya angkat tangan (angkat bicara). Saya mohon maaf, kalau ada rakyat pakai listrik 900 VA,  sudah pasti miskin. Kenapa? Karena, paling bisa empat titik (lampu) buat anaknya belajar, tivi, kulkas kecil,” ujar Rizal Ramli seraya menambahkan, bahwa apabila nama mereka tidak ada di dalam daftar orang miskin, maka daftarnya itu yang tidak beres.

Dikatakannya, dari pencabutan subsidi listrik tersebut Pemerintah paling tidak hanya mampu mendapatkan kelebihan (uang masuk) antara Rp.10 Triliun hingga Rp.20 Triliun.

Padahal, menurut Menko Perekonomian era Presiden Gus Dur itu, ada  cara lain buat PLN dan Pemerintah agar dapat lebih memperbaiki pendapatan tanpa harus mencabut subsidi listrik 900 VA.

Rizal Ramli mengungkapkan, pertama menghilangkan transmission-loss (kerugian transmisi). “Indonesia paling tinggi 10% bisa diturunkan (dikurangi) 3%. Saya tanya ke direksi PLN di sidang kabinet, bisa nggak diturunkan dalam satu tahun dari 10 persen ke 3 persen. Mereka (direksi) bilang, bisa,” ujar Rizal Ramli.

Dari situ, Rizal pun memberi pandangan kepada Presiden Jokowi. “Saya katakan, Pak Presiden, kita bisa menghemat 1 persen-nya itu Rp.900 Miliar, bisa Rp.6,3 Triliun,” tutur Rizal.

Kemudian yang kedua, soal pengadaan (pembelian) bahan baku untuk energi listrik hendaknya dilakukan re-negosiasi. “Saya tanya, PLN itu kan pembeli paling besar batu bara, solar dan lain-lain. Nah, bisa nggak sih dapat diskon sebagai pembeli yang paling besar, 10 persen. Direksi PLN mengatakan, bisa,” ucap Rizal Ramli.

Dari situ pula Rizal Ramli menyampaikan hitunganya kepada Presiden Jokowi. “Saya katakan, Bapak Presiden, PLN menghabiskan Rp.200 Triliun untuk membeli bahan baku, kalau bisa dapat (potongan) 10 persen, itu Rp.20 Triliun,” ujar Rizal Ramli.

Kemudian cara ketiga yang dikemukakan Rizal Ramli adalah seputar “tradisi” KKN berupa mark-up proyek di lingkungan PLN yang mencapai 30% tiap proyek. “Yang ketiga, saya mohon maaf, proyek di PLN itu banyak KKN-nya, mark-up nya 30 persen. Nah, bisa nggak diturunkan 10 persen aja deh. PLN mengatakan, bisa,” ungkap Rizal Ramli.

Hal tersebut kemudian disampaikan kepada Presiden Jokowi. “Bapak Presiden, pengeluaran proyek PLN satu tahun Rp.400 Triliun, mark-up nya dikurangi 10 persen, (maka) kita menghemat Rp.40 Triliun,” ujar Rizal Ramli.

Jadi, sambung Rizal, jumlah total dari langkah-langkah penghematan tersebut adalah sekitar Rp.66,3 Triliun. Dan inilah kebijakan yang berkeadilan sosial.

Menurut Rizal Ramli yang juga mantan Menteri Keuangan era Presiden Gus Dur ini, dengan mencabut subsidi listrik, Pemerintah paling menghemat Rp.10 Triliun.  Namun secara bersamaan, mencabut subsidi justru sangat berpotensi menambah jumlah orang miskin. Seharusnya Pemerintah bisa mencari cara atau langkah-langkah yang lebih efisien tanpa harus membebani rakyat.

Pandangan Rizal Ramli dalam sidang kabinet tersebut, sebetulnya diterima oleh Presiden Jokowi, namun tidak ditindak-lanjuti lebih serius. Sementara pihak yang ngotot ingin melakukan pencabutan subsidi (menaikkan TDL) tak bisa berbuat banyak, sebab ketika itu Rizal Ramli masih berada di dalam kabinet. Tetapi ketika Rizal Rali tidak lagi berada di dalam kabinet, usulan pencabutan subsidi TDL akhirnya berhasil di-gol-kan.

Menurut Rizal Ramli, pemerintah sebelum mengeluarkan kebijakan seharusnya lebih dahulu memahami struktur (kondisi) rakyat menurut fakta. Ia berpandangan, kalangan ekonomi rendah (miskin) memang wajar dan tidak keliru jika harus diberi subsidi. Dan tak bisa diberlakukan sama rata dengan orang-orang mampu.

“Yang bawa (miskin) kalau perlu memang harus diberi subsidi. Yang atas (orang kaya) memang harus bayar lebih banyak. Itulah prinsip Pancasila, sila kelima, Keadilan Sosial,” ujar Rizal Ramli.

—-

Video: Saran dan Masukan Rizal Ramli agar Pemerintah bisa mendapatkan “Uang Masuk” sebesar Rp.66,3 Triliun tanpa harus membebani rakyat dengan mencabut subsidi:

(ams/DM1)

Bagikan dengan:

Muis Syam

3,821 views

Next Post

Adhan Ragukan WTP yang Diraih Pemkot Gorontalo, Ini Klarifikasi Marten Taha

Jum Jun 9 , 2017
Wartawan: Alfisahri Pakaya- Editor: AMS DM1.CO.ID, GORONTALO: Segelintir pihak, termasuk mantan Walikota Gorontalo periode 2008-2013 (Adhan Dambea), tiba-tiba meragukan WTP 2016 yang berhasil diraih oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Gorontalo pada 2017 ini.