Sidang Penghinaan Wartawan “Kutu Kupret”, JPU Ungkap Pledoi “Asal-asal dan Mengada-ada” yang Fatal

Bagikan dengan:

DM1.CO.ID, YOGYAKARTA: Pengadilan Negeri Yogyakarta, pada Kamis (19/12/2019), kembali menggelar sidang lanjutan dugaan tindak pidana penghinaan dan pencemaran nama baik terhadap Wakil Pemimpin Redaksi Media Online Info Breaking News, Ir. Soegiharto Santoso (alias Hoky) yang juga selaku Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia (Apkomindo), dengan terdakwa Ir. Faaz.

Dalam persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Ida Ratnawati, SH, MH, dengan anggota Bandung Suhermoyo, SH, M.Hum dan Suparman SH, MH, serta Panitera Pengganti Ratna Dewanti SH, terungkap fakta yang cukup mengejutkan.

JPU (Jaksa Penuntut Umum), Retna Wulaningsih SH, MH, dalam repliknya mengungkap sejumlah kejanggalan dalam pledoi atau pembelaan yang disampaikan Iwan Setiawan, SH dan Tim selaku penasehat hukum terdakwa pada persidangan minggu lalu.

Dalam repliknya, JPU membeberkan satu fakta hukum, bahwa pembelaan yang diajukan oleh penasehat hukum terdakwa diawali dengan suatu kejanggalan sebagai kesalahan sangat fatal, yang seharusnya tidak dilakukan.

Dan hal itu tentu dapat dinilai oleh banyak pihak sebagai upaya pembelaan yang “asal-asal dan mengada-ada”, yang terkesan coba dilakukan oleh penasehat hukum terdakwa.

Pembelaan asal-asal dan mengada-ada yang dimaksud Penuntut Umum, yakni JPU dalam hal ini tidak pernah sama sekali mendakwa terdakwa dengan pasal 45 ayat (1) jo pasal 27 ayat (3) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, sebagaimana ditulis penasehat hukum dalam Pledoinya.

“Mungkin ini dianggap hal yang kecil dan sepele, namun dari hal yang kecil kita bisa belajar untuk bisa lebih bertanggungjawab untuk hal yang lebih besar,” ungkap JPU.

Secara lengkap JPU Retna menuturkan, pihaknya hanya mendakwa terdakwa dengan dakwaan Pasal 45 ayat (3) jo pasal 27 ayat (3) UU RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

“Sehingga tidaklah mengherankan pula, untuk melihat konstruksi berfikir dari saudara Penasehat Hukum yang nampak kebingungan atas pasal dakwaan kami, yang terlihat dari pembahasan-pembahasan selanjutnya,” ujar JPU.

Tak cuma itu, JPU juga mengungkap kejanggalan lainnya yang dapat disebut mengada-ada dan asal-asal. Yakni, Penasehat Hukum terdakwa menyebutkan identitas terdakwa sebagai seorang lulusan diploma, padahal yang sebenarnya adalah seorang sarjana.

Hal itu tentu saja sangat fatal, sebab menurut JPU, itu mengindikasi bahwa Penasehat Hukum terdakwa sesungguhnya tidak cukup mengenal kliennya dengan baik.

Hal lebih parah yang diungkap oleh JPU. Yakni, nomor register perkara yang sebetulnya adalah NO.REG.PERK: PDM-62/YOGYA / 09/2019, namun yang ditulis pengacara terdakwa adalah No.Reg.Perk.PDM-126/YOGYA/Epp.2/11/2019.

Secara sengit, JPU juga mempertanyakan maksud isi pembelaan terdakwa yang seolah menuding JPU telah keliru menuntut berdasarkan kontekstualitas, bukan pada teks (informasi elektronik).

Pada materi yang sama disebutkan, dalam proses persidangan Jaksa mendalilkan, bahwa Ir. Faaz selaku anggota Apkomindo telah salah karena pelapornya adalah ketua Apkomindo, namun Jaksa mengabaikan fakta bahwa kedudukan pelapor selaku ketua Apkomindo masih menjadi persoalan hukum tersendiri.

“Dalam pendahuluan pledoinya pada halaman 6 bait terakhir, saudara penasehat hukum sendiri menyusun kalimat yang sungguh sangat membingungkan,” lontar JPU.

Pihak JPU pun menegaskan, persoalan dalam perkara ini kedudukan masing-masing pelapor maupun terdakwa dalam organisasi Apkomindo harus dilepaskan. Sebab, yang menjadi fokus perkara bukan soal kedudukan dalam organisasi Apkomindo, melainkan terletak pada teks tulisan dari terdakwa yang diposting di Facebook sebagai tanggapan atau komentar atas postingan Hoky.

“Jadi harus melihat secara utuh, tidak boleh hanya sepotong-potong dalam menilainya. Sebetulnya dalam pembuktian pun kami sudah berupaya untuk tidak masuk ke dalam persoalan organisasi Apkomindo, karena mengenai kepengurusan Apkomindo bukanlah menjadi bagian utama untuk pembuktian perkara ini,” ujar JPU Retna tegas.

Atas kejanggalan itu semua, JPU dalam repliknya pun menilai, bahwa pernyataan Penasehat Hukum tersebut dianggap sebagai senjata makan tuan.

“Jadi ibarat gajah di pelupuk mata tidak nampak, namun kuman di seberang lautan nampak,” tutu JPU.

Tentang pengibaratan tersebut, JPU menunjuk satu contoh fakta. Yakni, dari keterangan Ali Said Mahanes. “Penasehat Hukum menyampaikan hal yang sangat naif sekali, bahkan ‘sangat tidak penting’, untuk kepentingan apa menuntut bukti keberadaan Ali Said Mahanes di Hotel Seoryotaman? Padahal fakta, hotel tempat pelapor dan saksi Ali Said Mahanes bertemu adalah di Hotel Galery Prawirotaman,” ungkap JPU.

Dalam repliknya, JPU juga menyatakan keterangan dan pengakuan terdakwa baik dalam BAP maupun di muka persidangan, jelas mengakui bahwa terdakwa-lah yang menuliskan kata ‘Kutu Kupret’ dalam komentar di Facebook. Sedangkan yang dimaksud dengan ‘Kutu Kupret’ itu adalah jelas ditujukan kepada Soegiharto Santoso.

“Selain dari itu, sebutan ‘Kutu Kupret’ sampai 18 kali diulangi dalam komentar lain sebagaimana dapat dilihat pada akun Facebook Soegiharto Santoso maupun akun Facebook Grup Apkomindo. Sehingga sudah sangat jelas komentar tersebut ditujukan kepada siapa, yang tidak lain dan tidak bukan adalah pelapor yaitu saksi korban Ir Soegiharto Santoso alias Hoky,” tandas JPU.

Belum lagi didukung oleh alat bukti lainnya dari keterangan saksi-saksi yang memang paham komentar terdakwa tersebut merupakan tanggapan atas postingan Hoky. Hal itu, menurut JPU, diperjelas pula dengan adanya permohonan maaf dari terdakwa yang ditujukan kepada Hoky di akun Facebook Soegiharto Santoso.

“Kami penuntut umum dalam perkara ini berkesimpulan tetap dalam pembuktian kami, yang telah menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan atau mentransmisikan dan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik, dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik sebagaimana dakwaan, bahwa tidak ada alasan pemaaf maupun alasan pembenar atas perbuatan terdakwa, sehingga terdakwa harus dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman yang setimpal dengan perbuatannnya,” lontar JPU.

Hoky selaku saksi korban yang hadir dalam persidangan mengaku sangat kagum dan mengapresiasi replik JPU Retna Wulaningsih, SH, MH.

“JPU sangat profesional dalam mengungkap perkara, yaitu dengan sangat cermat, teliti, cerdas, berani, tegas serta berintegritas tinggi. Dan saya kagum karena JPU telah dengan benar mengambil porsi untuk mewujudkan keadilan, kebenaran, dan kemanfaatan dalam proses penegakan hukum di NKRI,” tutur Hoky.

Dalam kesempatan tersebut, Hoky juga tak lupa menyampaikan terima kasih kepada rekan-rekan sejawatnya wartawan, yang telah bersimpati dan terus mendukung upayanya menuntut keadilan.

Hoky yang sempat menjadi Ketua Panitia Kongres Pers Indonesia 2019, di Gedung Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, pada 6 Maret 2019 lalu, mengaku senang kasusnya dikawal dan dipantau terus oleh wartawan di seluruh Indonesia.

Saat dikonfirmasi oleh awak media, tentang peristiwa kriminalisasi yang dialaminya oleh karena ulah dari kelompok terdakwa, Hoky membenarkanya. “Benar saya sempat dikriminalisasi dan bahkan ditahan secara sewenang-wenang selama 43 hari di Rutan Bantul, termasuk dituntut penjara selama 6 tahun dan denda sebesar Rp.4 Milyar atas laporan kelompok terdakwa, dan bahkan terungkap dalam persidangan di PN Bantul tentang ada orang yang menyiapkan dana agar saya masuk penjara,” beber Hoky.

Hoky juga menambahkan, dugaan kriminalisasi terhadapnya terungkap dalam persidangan, dimana dalam salinan putusan Perkara No: 03/Pid.Sus/2017/PN.Btl yaitu: Saksi Henky Yanto TA: di bawah sumpah memberikan keterangan pada pokoknya sebagai berikut: “Bahwa saksi tahu siapa-siapa orang yang menyediakan dana supaya Terdakwa masuk Penjara, seingat saksi Suharto Yuwono dan satunya saksi tidak ingat”.

Dan atas dasar itulah, Hoky pun akhirnya dinyatakan tidak bersalah oleh PN Bantul dan Kasasi JPU telah di tolak oleh MA. (rls/dm1)

Bagikan dengan:

Muis Syam

9,440 views

Next Post

Taati Rekomendasi Ombudsman, Irjen Kemendikbud Periksa Rektor Unima

Sab Des 21 , 2019
DM1.CO.ID, MANADO: Tim dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang dipimpin langsung Inspektur Jenderal (Irjen) Muchlis Luddin, Selasa (17/12/2019) di Manado, secara maraton memeriksa sejumlah pejabat Unima (Universitas Negeri Manado), termasuk salah satunya adalah Paulina Runtuwene selaku Rektor Unima.