DM1.CO.ID, KOLAKA TIMUR: Sikap pihak Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Kolaka Timur (Koltim) yang “membekukan” dan membuat “mati dalam” program Kartu Sehat Daerah Sejahtera Bersama Masyarakat (KSD-SBM) yang “dihidupkan” oleh bupati dan wakil bupati terpilih SBM, mendapat tanggapan dari pemerhati daerah Koltim bernama Nono Sidupa.
Nono menilai, Kepala Dinas (Kadis) Kesehatan Koltim saat ini tidak paham dengan penjabaran visi-misi pelayanan kesehatan yang dicanangkan oleh pasangan (almarhum) Samsul Bahri Madjid-Andi Merya Nur (SBM) sebagai bupati dan wakil bupati Koltim terpilih tahun 2020, sehingga program yang sudah tertuang dalam RPJMD Kolaka Timur itupun tidak berjalan.
“KSD-SBM (Kartu Sehat Daerah-Sejahtra Bersama Masyarakat) lahir dengan tujuan dan sasaran bagi penduduk Kolaka Timur yang mempunyai KTP/Kartu Keluarga Koltim dan belum memiliki jaminan kesehatan apapun. Baik itu, ASKES (Asuransi Kesehatan), KIS (Kartu Indonesia Sehat) atau asuransi kesehatan lainnya,” kata Nono kepada Kepala Biro DM1 Koltim, Kamis (16/6/2022).
Nono menjelaskan, KSD-SBM di dalam pelaksanaannya, direncanakan terintegrasi dengan BPJS kesehatan. Artinya, jika masyarakat telah memiliki Kartu Sehat Daerah SBM sama saja telah memiliki BPJS, demikian pula sebaliknya.
Apalagi, manfaat KSD-SBM sangat jelas yang mana apabila seseorang telah memiliki KSD-SBM maka Ia berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan seperti rawat inap dan rawat jalan di seluruh Puskesmas Kolaka Timur, RSUD Kolaka Timur,serta Rumah Sakit yang bekerja sama dengan Pemkab Kolaka Timur terkait program di atas.
“Pertanyaannya, apakah pemerintah Kolaka Timur dalam hal ini Dinas Kesehatan telah melakukan pendataan bagi masyarakat seperti yang disyaratkan dalam KSD SBM, serta menindaklanjuti program sesuai visi misi SBM yang juga sudah tertuang dalam RPJMD Kolaka Timur?” tanya Nono.
“Nah, kalau berbicara mengenai potensi temuan seperti disampaikan Kadis Kesehatan, maka hal itu bisa terjadi apabila laporan pertanggungjawaban dalam pelaksanaan tidak sesuai dengan realisasinya. Sekarang, di mana potensi temuannya apabila KSD SBM terintegrasi dengan BPJS kesehatan?” sambung Nono seraya bertanya-tanya.
Nono juga mempertanyakan terkait dana sebesar kurang lebih Rp.4,3 Miliar yang “dititip” ke BPJS kesehatan, apakah dana tersebut akan habis dalam setiap tahunnya atau bagaimana? Ketika tidak habis digunakan, maka dananya lari kemana? Apakah menjadi Silpa, ataukah menjadi simpanan jaminan kesehatan pada tahun berikutnya, kemudian Pemda harus menambah berapa?
Selain itu Nono juga menyampaikan, bahwa salah satu indikator kemajuan suatu daerah adalah bagaimana pelayanan dasar kesehatan bisa diberikan dengan baik kepada masyarakat, dan diselenggarakan dengan sebaik-baiknya oleh pemerintah setempat. Masyarakat yang sehat adalah kunci sumber daya manusia yang baik.
“Apakah jaminan pemeliharaan kesehatan bagi penduduk Kolaka Timur, terutama bagi keluarga prasejahtera dan keluarga kurang mampu sudah terpenuhi? Jika merujuk dua kasus yang baru saja terjadi. Di mana ada dua warga Koltim yang mendapat penanganan kesehatan di rumah sakit harus mengalami kesulitan dalam hal pembiayaan. Dan untuk membantu menyelesaikan persoalan tersebut adalah dengan melakukan patungan atau memberikan sumbangan seikhlasnya dari beberapa OPD terkait serta masyarakat untuk membantu meringankan beban kedua pasien tersebut. Dan itu sudah mendapat atensi serius dari Pj Bupati Koltim,” ucap Nono.
Nono pun menyarankan agar Kadis Kesehatan Koltim hendaknya bisa lebih proaktif, inovatif dan serius menjalankan visi-misi bupati dan wakil bupati SBM, terutama program KSD-SBM, yakni dengan memperbanyak mencari referensi (belajar) dari daerah lain yang sudah menjalankan program seperti ini. Contohnya, Kartu Jakarta Sehat yang sampai saat ini masih berjalan, serta daerah-daerah lainnya. (rul/dm1)