DM1.CO.ID, GORONTALO: Meski Mejelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Gorontalo, Selasa (27/4/2021), telah menjatuhi vonis pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan kepada terdakwa Asri Wahjuni Banteng (AWB), namun tidak sedikit pihak yang mengaku sangat tidak puas dengan proses hukum serta putusan tersebut.
Pasalnya, AWB selama ini adalah hanya satu-satunya orang dari kalangan birokrat Pemerintah Provinsi (Pemprov) Gorontalo yang diseret sebagai tersangka dan juga terdakwa, yakni dalam kasus dugaan Pidana Korupsi Pembebasan Lahan pada Pembangunan Jalan Gorontalo Outer Ring Road (GORR) Tahun Anggaran 2014-2017, yang menyebabkan timbulnya kerugian keuangan negara sebesar Rp.43.356.992.000.
Dengan hanya satu-satunya AWB yang diperhadapkan dalam proses hukum atas kasus mega proyek GORR tersebut, membuat banyak pihak pun diliputi pertanyaan, bahwa apakah hanya AWB satu-satunya birokrat ataupun panitia pengadaan lahan yang harus sendiri menanggung akibat dari kerugian negara tersebut? Ke mana Gubernur Gorontalo Rusli Habibie (RH) sebagai atasan AWB sekaligus penentu kebijakan terkait proyek GORR itu? Sesulit itukah pihak kejaksaan menjerat dan menyeret RH untuk dijadikan tersangka sekaligus terdakwa?
Pertanyaan-pertanyaan seperti itu tak hanya terlintas di benak banyak kalangan, tetapi juga muncul dalam konferensi Pers terkait GORR, pada Kamis sore (29/4/2021), di Gedung AD Center, Kota Gorontalo.
Sebagai narasumber dalam Konferensi Pers tersebut, Adhan Dambea selaku salah seorang Anggota Komisi I (Bidang Hukum dan Pemerintahan) DPRD Provinsi Gorontalo, memaparkan dan mengungkapkan sejumlah pandangan dan analisisnya terkait di balik sulitnya menyeret seorang RH agar juga dapat ikut mempertanggung-jawabkan kasus kerugian negara tersebut.
Menurut Adhan Dambea, boleh jadi RH juga pernah “minta tolong” ke Azis Syamsuddin agar perkara korupsi GORR tidak sampai membuat dirinya jadi tersangka.
Sebab, ungkap Adhan Dambea, saat kasus GORR mulai memanas dan memasuki tahap persidangan, RH pernah melakukan pertemuan dengan Azis Syamsuddin dengan alasan hanya untuk mengurus soal anggaran PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional).
Mantan Wali Kota Gorontalo ini mengaku merasa patut untuk mencurigai pertemuan RH dengan Azis Syamsuddin tersebut. Sebab, menurut Adhan Dambea, Azis Syamsuddin adalah bukan sosok yang tepat untuk membahas urusan PEN.
“Azis Syamsuddin itu bukan orang yang membidangi ekonomi, itu Erlangga sebenarnya (yang punya domain). Kalau Azis Syamsuddin hanya di bidang Polhukam, jadi tidak ada hubungan,” lontar Adhan Dambea.
Sebagaimana diketahui, pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada Rabu (28/4/2021) sekitar pukul 18.10 WIB, telah melakukan penggeledahan ruang kerja Azis Syamsuddin di Gedung Nusantara III DPR-RI.
Tak hanya di ruang kerjanya, penggeledahan juga dilakukan KPK di rumah dinas Azis Syamsuddin selaku Wakil Ketua DPR-RI. Dan dalam proses penggeledahan tersebut, KPK menemukan serta mengamankan bukti-bukti, di antaranya berbagai dokumen dan barang yang terkait dengan perkara.
Azis Syamsuddin disebut-sebut menjadi “perantara pertolongan” antara Wali Kota Tanjungbalai dengan Stepanus Robin Pattuju selaku penyidik di KPK, agar kasus dugaan korupsi Pemerintah Kota Tanjungbalai tidak sampai dinaikkan ke tahap penyidikan.
Dengan adanya penggeledahan Azis Syamsuddin oleh KPK, Adhan Dambea pun menyatakan jangan-jangan dan boleh jadi RH juga pernah “minta tolong” ke Azis Syamsuddin dengan maksud yang sama dari kasus Wali Kota Tanjungbalai tersebut.
Bahkan dari penggeledahan itu, Adhan Dambea berharap KPK juga menemukan bukti atau berkas terkait perkara GORR. “Mudah-mudahan akan didapat juga berkas Gorontalo (GORR) punya,” tutur Adhan Dambea. (dms/dm1)
Jum Apr 30 , 2021
DM1.CO.ID, GORONTALO: Dalam persidangan pembacaan putusan kasus korupsi pembebasan lahan proyek Gorontalo Outer Ring Road (GORR), pada Selasa (27/4/2021), di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Gorontalo, terdakwa Asri Wahjuni Banteng (AWB) dijatuhi vonis penjara 1 tahun 6 bulan.