DM1.CO.ID, GORONTALO: Telah diteriakkan bertubi-tubi dalam berbagai aksi unjuk-rasa oleh Aliansi Mahasiswa dan Pemuda (AMP) Provinsi Gorontalo, bahkan pihak DPRD Provinsi Gorontalo juga sudah secara resmi menggelar RDP (Rapat Dengar Pendapat) dengan memutuskan sejumlah kesepakatan, namun masalah tambang emas ilegal di Kabupaten Pohuwato hingga kini belum juga mendapat tindakan, apalagi tersentuh hukum.
Padahal, dalam RDP di Kantor DPRD Provinsi Gorontalo itu telah bulat menyepakati, bahwa seluruh aktivitas tambang emas ilegal di Bumi Panua itu dipastikan segera ditutup dan dihentikan, karena diyakini telah merusak Lingkungan Hidup (LH) dengan menggunakan puluhan alat berat atau eskavator.
Bahkan dalam RDP itu juga disepakati, bahwa persoalan pertambangan emas ilegal tersebut diambil-alih penanganannya oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Gorontalo.
Sayangnya, memasuki hari ke-11 atau jelang 2 pekan berlalu pasca dilaksanakannya RDP itu, pihak Pemprov Gorontalo belum juga mampu memperlihatkan ketegasan dalam menindak-lanjuti hasil pembahasan (kesepakatan) RDP tersebut.
Sehingganya, Paris Djafar selaku salah seorang Presidium AMP Provinsi Gorontalo pun kembali mempertanyakan sikap dan juga keseriusan Pemprov Gorontalo, yang saat ini sangat terkesan mengulur-ulur waktu, seolah ada sesuatu yang sedang “dikhawatirkan dan dicemaskan”, dan bahkan seakan ada hal yang sedang “ditakutkan” oleh pihak Pemprov Gorontalo.
“Apakah sudah ada sejumlah oknum pejabat atau penguasa yang telah mendapat suap dari pengusaha tambang emas ilegal itu? Atau apakah ada sejumlah oknum pejabat yang ikut menikmati hasil ‘jarahan’ emas dari perut bumi Pohuwato itu? Atau mungkin ada oknum pejabat di Pemkab Pohuwato maupun di Pemrov Gorontalo yang telah menjadikan ‘ATM’ pengusaha tambang emas ilegal tersebut?”
Pertanyaan-pertanyaan seperti itulah, menurut Paris Djafar, yang saat ini sedang bermunculan di benak publik seiring dengan belum adanya sikap responsif dari pihak Pemprov Gorontalo.
Olehnya itu, Paris Djafar mengingatkan pihak Pemprov Gorontalo agar jangan sampai bermain-main dalam urusan ini dengan melakukan upaya “perlindungan” terhadap oknum-oknum yang terlibat dalam bisnis ilegal ini.
Paris Djafar bahkan menegaskan kepada pihak Pemprov Gorontalo, agar tidak mencoba melakukan upaya “kongkalikong” dengan cara-cara busuk dalam menangani masalah pertambangan emas ilegal ini.
Dan menurut Paris Djafar, andai pertanyaan-pertanyaan itu terindikasi benar, dan juga tercium adanya upaya “melindungi” pertambangan emas ilegal itu, maka itu berarti Pemprov Gorontalo turut melakukan kejahatan luar biasa atau extra ordinary crime terhadap LH (Lingkungan Hidup).
Jika tak ingin disebut dan diduga macam-macam, maka menurut Paris Djafar, Pemprov Gorontalo sebaiknya segera bertindak tegas secara transparan.
Paris Djafar juga meminta pihak DPRD Provinsi Gorontalo untuk kembali menekan Pemprov Gorontalo, agar segera melakukan penertiban alat-alat berat serta menghentikan dengan tegas seluruh aktivitas pertambang emas ilegal tersebut.
Pihak DPRD Provinsi Gorontalo sendiri, kata Paris Djafar, saat ini mengaku masih menunggu langkah Pemprov Gorontalo. “Kita tunggu langkah Pemprov sesuai kesimpulan rapat (RDP), kami Komisi I akan terus memantau dan mendesak agar Pemprov mengambil langkah penertiban alat berat tersebut,” demikian jawaban seorang Anggota DPRD Provinsi Gorontalo, AW. Thalib, via percakapan WhatsApp dengan Paris Djafar.
Sementara itu saat DM1 meminta keterangan Masran Rauf selaku Karo Humas Setda Provinsi Gorontalo, via WA pada Sabtu (24/10/2020), mengisyaratkan dirinya seakan tidak berkompeten memberi penjelasan. Ia hanya menyatakan, bahwa Kepala Dinas LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan) Provinsi Gorontalo untuk konfirmasi detail.
Bupati Pohuwato, Syarif Mbuinga, yang juga dihubungi via WA pada Sabtu (24/10/2020) untuk dimintai tanggapannya, hingga berita ini diturunkan, belum memberi respons. (kab/dm1)
Ming Okt 25 , 2020
DM1.CO.ID, KOLAKA TIMUR: Kordinator Divisi (Kordiv) Hukum, Penindakan Pelanggaran (HPP) Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Kolaka Timur (Koltim), La Golonga, dilaporkan ke Polda (Kepolisian Daerah) Sulawesi Tenggara (Sultra), Jumat sore (23/10/2020) sekitar pukul 15.20 WITA.