Sidang Terdakwa Darwis Moridu (Bupati Boalemo): “Menanti Keadilan di Ujung Waktu”

Bagikan dengan:

Oleh: Herman Muhidin*

DM1.CO.ID, OPINI: Tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap terdakwa Darwis  Moridu (Bupati Boalemo), di Pengadilan Negeri (PN) Gorontalo, menyisakan pertanyaan kritis: “Di saat JPU telah menilai dan menyatakan, bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan korban luka berat dan akhirnya meninggal dunia, tetapi mengapa tuntutan JPU justru hanya satu tahun dengan masa percobaan dua tahun?”

Penganiayaan itu diatur di dalam Pasal 351 ayat (1), (2), (3) KUHP. Pasal  ini mengatur tentang penganiayaan dengan ancaman pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan. Pasal ini tidak tepat, bahkan tidak mencerminkan rasa keadilan jika dijadikan sebagai dasar hukum dalam kasus  terdakwa Darwis  Moridu tersebut. Sebab pasca penganiayaan, kondisi hidup korban jadi “sengsara dan tersiksa”, hingga akhirnya harus kehilangan nyawa!

Jika perbuatan mengakibatkan luka berat dan korban meninggal dunia, pelaku diancam dengan pidana penjara paling lama 10 tahun penjara, sebagaimana diatur di dalam Pasal 354 KUHP.

Fakta menunjukan, bahwa korban meninggal dunia sekitar 10 tahun yang lalu di Kecamatan Dulupi, Boalemo. Dengan demikian, tuntutan JPU seharusnya memilih Pasal 354 ayat (2) KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun.

Publik merasa perlu mempertanyakan kepada JPU, bahwa mengapa menggunakan pasal penganiayaan Pasal 351 KUHP kepada terdakwa Darwis Moridu? Sementara korban meninggal dunia?

Pertanyaan ini sungguh sangat prinsip, karena begitu kuatnya fakta itu, tetapi tuntutan JPU seolah abai terhadap fakta bahwa korban meninggal dunia karena sangat lebih banyak dipengaruhi adalah akibat telah menerima perlakuan kekerasan (penganiayaan).

JPU itu sejatinya independen dalam melakukan tuntutan, siapapun pelakunya harus dituntut dengan  mencerminkan rasa keadilan. Salah satu prinsip penting dalam negara hukum adalah adanya persamaan dalam hukum (equality before the law). Hal ini bermakna, bahwa baik pejabat maupun rakyat ketika melakukan tindak pidana, harus diperlakukan sama di depan hukum, inilah makna dari tujuan hukum, salah satunya adalah menegakkan keadilan.

Oleh karena itu, publik berharap dengan sangat kepada majelis hakim, agar nantinya memutuskan hukuman yang seadil-adilnya kepada terdakwa, meskipun Darwis Moridu adalah seorang pejabat publik (Bupati Boalemo).

Harapan publik kepada majelis hakim, semoga dalam menjalankan tugasnya, dapat sungguh-sungguh dan benar-benar terbebas dari berbagai tekanan atau pengaruh dari pihak lain, agar putusannya mencerminkan rasa keadilan.

Harapan yang besar ini bukan tanpa alasan, karena di dalam Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 mengamanatkan, bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka. Artinya, bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.

Esensi dari penegakan hukum itu harus mampu mewujudkan rasa keadilan. Jika ini tidak bisa diwujudkan, maka ini akan menjadi preseden buruk terhadap penegakan hukum di Gorontalo.

Publik bukan bermaksud mempengaruhi proses peradilan atas kasus yang menjerat Darwis Moridu, tetapi lebih sebagai pengawalan agar azas persamaan dalam hukum itu bisa  betul-betul diwujudkan secara konsisten. Oleh karena itu, majelis hakim diharapkan menjadi benteng keadilan yang tidak goyah dari pengaruh pihak tertentu.

Dalam sisa waktu menunggu pembacaan putusan majelis hakim terhadap dugaan penganiayaan yang telah dilakukan oleh terdakwa Darwis Moridu, tentulah harus dipertanggungjawabkan secara hukum. Semoga majelis hakim mampu menjaga independensinya dalam memutuskan hukuman yang seadil-adilnya demi terwujudnya supremasi hukum yang menempatkan hukum sebagai panglima, bukan sebagai “pengalas kaki” oleh para pejabat publik yang merasa bisa menggunakan kekuasaan dan kekayaannya untuk menginjak-injak wibawa hukum.

*(Penulis adalah pengamat Hukum dan Politik)

—————-

Redaksi menerima artikel dari semua pihak sepanjang dianggap tidak berpotensi menimbulkan konflik SARA. Setiap artikel yang dimuat adalah menjadi tanggungjawab sepenuhnya oleh penulis.

 

 

Bagikan dengan:

Muis Syam

38,564 views

Next Post

Siswi Atlet Nasional Karateka Ikuti Ujian Kenaikan Sabuk di Wadokai Bonebol

Sel Okt 27 , 2020
DM1.CO.ID, BONE-BOLANGO: Meski diperhadapkan banyak hambatan, salah satunya masalah Covid19 yang mewabah secara masif di mana-mana, namun tidak menghalangi apalagi menghentikan keteguhan semangat Perguruan Wadokai Karate-do Indonesia, Kabupaten Bone Bolango (Bonebol), Provinsi Gorontalo menggelar ujian kenaikan tingkat sabuk, pada Ahad (25/10/2020), di Aula Kantor Camat Kabila.