Polemik Utang Indonesia, Ramalan Rizal Ramli Terbukti Benar

Bagikan dengan:

DM1.CO.ID, JAKARTA: Sejumlah  pihak saat ini terus berdebat akibat utang pemerintah yang saat ini sudah tergolong sangat besar, akhir Februari 2018, pemerintah memiliki utang yang fantastis, yakni mencapai ribuan triliun tepatnya Rp. 4.034 triliun.

Mantan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman, Rizal Ramli mengatakan pemerintah harus mulai membenahinya, karena utang tersebut sudah menjadi ‘lampu kuning’. Rizal Ramli juga meminta agar pemerintah lebih berhati-hati dalam pengelolaan utang.

Pemerintah juga harus lebih serius dalam memperhatikan masalah utang ini, salah satu indikatornya adalah keseimbangan primer (primary bance) yang negatif, dalam artian sebagian bunga utang dibayar bukan dari pendapatan, melainkan utang baru. Itulah yang dimaksud Rizal Ramli.

Rizal Ramli menjelaskan, kontribusi sudah diberikan oleh Debt Service Ratio (DSR) terhadap kinerja ekspor tentang kurang produktifnya utang Indonesia di luar negeri. DSR Indonesia sudah menyentuh 39 persen, sedangkan untuk rasio pajak (tax ratio) baru sebesar 10,4 persen, tidak sebanding atau lebih rendah dari jumlah Negara ASEAN.

“Tax ratio hanya 10 persen, karena pengelolaan fiskal tidak prudent,” ujar RizaL Ramli.

Rizal Ramli melanjutkan, “ada indikator negatif lain, yaitu trade, service account, dan current account. Juga masalah suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau Fed Fund Rate. Hal itu yang membuat nilai tukar rupiah terus tertekan. Itulah salah alasan utama kenapa kurs rupiah terus anjlok,” ungkapnya.

Karena itu, menurut Rizal Ramli, masalah utang ini harus diutamakan. Pemerintah harus segera mencari cara dalam menekan lonjakan utang ini.

“Itu sudah lampu kuning, sudah gali lubang tutup jurang,” ujarnya.

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Nufransa Wira Sakti pun menanggapi pernyataan dari ekonom senior tersebut. Menurutnya, utang Indonesia sangat aman. Hal tersebut dipastikan dengan adanya pemeringkatan dari lembaga pemeringkat dunia seperti Moodys, Fitch, S&P, JCRA dan Rating & Investment yang menyatakan bahwa Indonesia telah masih dalam kategori investment grade.

Pemeringkatan yang dimaksud, yaitu menggunakan standar perbandingan antar negara-negara di dunia, Indonesia memiliki rasio utang terhadap PDB dan defisit APBN yang relatif kecil dan hati-hati. “Mengapa menolak menggunakan indikator yang digunakan untuk membandingkan antara negara?” jelas Nufransa, Senin (9/4/2018).

Pemerintah juga telah melakukan penurunan defisit APBN dan primary balance. Sejak tahun 2012, pemerintah sudah mengalami defisit keseimbangan primer. Nufransa pun menjabarkan dalam 5 tahun terakhir, tahun 2013 Rp -98,6 triliun, 2014 Rp -93,3 triliun , tahun 2015 Rp -142,5 triliun, 2016 Rp -125,6 triliun, tahun 2017 Rp -121,5 triliun.

Pertengahan Tahun 2016, Menteri Keuangan Sri Mulyani mulai mengendalikan arah negatif tersebut secara hati-hari agar tidak mengganggu pemulihan ekonomi.

Selain itu, saat US Fed Rate meningkat tiga kali, surat utang pemerintah pada 2016-2017 justru menurun.

Disamping itu, Peneliti Lingkar Studi Perjuangan Gede Sandra menyatakan, untuk melihat kondisi utang pemerintah aman atau tidak, ada banyak indikator yang harus dilihat.

Menjelang krisis finansial pada 1997-1998, yang saat itu seluruh lembaga pemeringkat juga memberikan investment grade pada Indonesia. Standard & Poors pada Desember 1997 memberikan rating BBB, Moodys memberi rating Baa3. Fitch pada Juni 1997 memberi rating BBB-.

“Pada 1997, seluruh ekonom di lembaga pemerintah, termasuk juga para ekonom asing, meramalkan perekonomian Indonesia sehat-sehat saja. Hanya ada satu ekonom Indonesia yang kritis terhadap rentannya situasi internal perekonomian Indonesia, dan kemudian ramalannya terbukti benar, yaitu Rizal Ramli,” ungkap Gede.

Gede Sandra juga memberikan sorotan pada tingkat bunga (yield) surat utang Indonesia. Dan Indonesia harus dapat menghindari kerugian akibat pemasangan yield yang selama ini terlalu tinggi.

Gede Sandra mengungkapkan, ternyata tingkat yield surat utang Indonesia masih lebih tinggi 1 persen dibanding negara Vietnam.

“Ini Rizal Ramli sudah memberi solusi agar Menteri Keuangan menukar utang-utang Indonesia yang bunganya ketinggian dengan utang yang bunganya lebih rendah,” tandas Gede. (mer/bct/dm1)

Bagikan dengan:

Muis Syam

2,332 views

Next Post

Layak Jadi Capres, Inilah Kelebihan Rizal Ramli Mampu Menjalankan Ekonomi Pancasila

Rab Apr 11 , 2018
DM1.CO.ID, JAKARTA: Ekonom senior DR Rizal Ramli (RR) mampu mengejawantahkan ekonomi Pancasila secara nyata dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara. Inilah salah satu kelebihan RR yang tidak dimiliki ekonom lainnya.