DM1.CO.ID, JAKARTA: Sampai dengan Kamis (6/9/2018), Indonesia masih digemparkan dengan Nilai Tukar Rupiah (NTR) yang kian melemah, bahkan tembus hingga di atas Rp. 15.000 per dolar Amerika Serikat (AS).
Sejumlah kalangan pun dibuat khawatir dengan kondisi ekonomi Indonesia saat ini. Tak terkecuali Ekonom Senior Indonesia Rizal Ramli mengaku, pernah menyiapkan strategi untuk menghadapi pelemahan NTR terhadap dolar AS, namun tidak ditanggapi.
“Waktu itu kan saya masih Menteri Maritim, memang tidak ada hubungannya dengan ini. Tapi berhubung kami ada di kabinet, jadi saya usulkan di rapat. Saya katakan kepada Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo, Menteri Darmin, dan Menkeu agar semua pendapatan ekspor Indonesia harus masuk ke sistem bank kita dulu, baru dikeluarkan. Tapi saya ditolak, ya beginilah jadinya,” ujar Rizal dalam sesi wawancara dengan media KompasTv.
Kabar tentang NTR yang terus melemah tersebut, semakin menjadi topik hangat di berbagai media karena didukung dengan isu yang beredar bahwa pemerintah akan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) demi menguatkan NTR.
Namun demikian, isu tersebut ditepis oleh pihak PT Pertamina (Persero) yang menegaskan bahwa harga BBM di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Pertamina tidak naik.
“Kita belum ada rencana penyesuaian harga, oleh karenanya harga BBM Pertamina masih tetap,” lontar Adiatma Sardjito selaku Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero).
Sesuai dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 34 Tahun 2018 tentang Perhitungan Harga Jual Eceran BBM, PT Pertamina selaku Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan melaporkan setiap perubahan harga BBM kepada pemerintah melalui Menteri ESDM.
Sementara itu, pihak Bank Indonesia sendiri telah melakukan berbagai langkah stabilisasi nilai tukar seperti meningkatkan suku bunga acuan, intervensi ganda di pasar valas, serta menawarkan swap dengan biaya yang lebih murah.
Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo menanggapi krisis NTR ini mengatakan, pelemahan rupiah lebih disebabkan sentimen dari pihak eksternal, sebagai contoh kenaikan suku bunga The Fed. Sehingga, Jokowi pun mengimbau kepada segenap jajaran pemerintahan agar perlu bersikap prudent (hati-hati) terhadap serangan faktor eksternal yang datang bertubi-tubi.
Sayangnya, menurut Rizal Ramli tanggapan Presiden RI tersebut dinilainya sebagai tanggapan yang tidak memberikan solusi.
“Jangan sok bilang prudent! Daripada ngomong yang kecil-kecil, mending fokus saja kepada top ten, yang intinya langsung,” pungkas Rizal seperti dikutip dari laman Indonesia Kita. (dbs/dm1)