Mengukur “Ketakutan” PDI-P dalam Pilwabup Koltim

Bagikan dengan:

DM1.CO.ID, EDITORIAL: Rencana pelaksanaan Pemilihan Wakil Bupati (Pilwabup) Kolaka Timur (Koltim), hingga saat ini masih kabar-kabur. Padahal, Panitia Pemilihan (Panlih) beserta tata-tertibnya telah ditetapkan dan disusun dalam rapat paripurna di DPRD Koltim di akhir Desember 2021.

Hanya ada empat Partai Politik (Parpol) yang mempunyai hak untuk mengikuti ajang Pilwabup tersebut. Yakni, PAN, PDI-P, Partai Gerindra, dan Partai Demokrat.

Sebab, keempatnya adalah Parpol pengusung pemenang Pilkada 2020 Koltim, namun hari ini telah mengalami “kekosongan”. Syamsul Bahri Madjid hanya sempat menjadi Bupati selama 21 hari karena mendadak meninggal. Sementara Wakil Bupati Andi Merya Nur hanya menikmati 99 hari menjadi Bupati lantaran tiba-tiba diciduk KPK dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT).

Dan agar roda pemerintahan di Koltim bisa tetap berjalan, Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) pun melantik Sulwan Aboenawas sebagai Penjabat (Pj) Bupati Koltim, pada Senin (22/11/2021), berdasarkan SK Mendagri. Bisa dipastikan, salah satu tugas Sulwan adalah membantu menyukseskan “pengisian” kepala daerah definitif di Koltim.

Tugas Sulwan terkait “pengisian” kepala daerah definitif tersebut sudah pasti juga merupakan harapan besar dari seluruh masyarakat Koltim.

Tetapi, untuk mewujudkan tugas itu, juga tentunya tidaklah semudah yang dibayangkan. “Tergantung partai pengusung. Saya kan menunggu saja,” begitu kata Sulwan saat dimintai keterangannya, Senin (21/3/2022).

Sejumlah pertanyaan di mata publik pun bermunculan. Salah satunya, sampai kapan Pj Bupati bisa menunggu, di saat diketahui empat Parpol pengusung belum juga ada satupun yang mengajukan Cawabup-nya ke meja Pj Bupati?

Di situlah titik masalahnya! Empat Parpol yang semula sempat sepakat hanya menyatakan ingin mengusung istri mendiang Bupati Samsul Bahri Madjid, Diana Massi (DM), dalam perjalanannya ternyata buyar. Diduga empat Parpol tersebut mengalami “pecah kongsi”.

PDI-P tetap konsisten ingin mengusung DM, sementara Partai Gerindra telah bulat mengusung Abdul Azis (AA) yang lebih dikenal dengan sebutan “Jenderal Azis”.

PAN yang meski tidak banyak “bersuara” dan disebut-sebut lambat menentukan sikap dalam menggodok figur yang akan dimajukan dalam Pilwabup, ternyata di belakangan menyatakan ikut mengusung AA.

Begitu juga dengan Partai Demokrat (PD), meski sempat dikabarkan telah mengeluarkan surat rekomendasi penunjukkan Dalle Effendi sebagai Cawabup, namun juga pada akhirnya menyusul bergabung untuk mengusung AA.

Tiga Parpol (Gerindra, PAN dan PD) dalam menggodok dan menetapkan AA sebagai Cawabup ini, tentulah cukup panjang dan melelahkan. Diketahui, Partai Gerindra mengeluarkan surat rekomendasi kepada AA tertanggal 3 November 2021, sementara PAN dan PD menyusul bergabung ke Gerindra baru-baru ini di sekitar Maret 2022.

Tak seperti dengan PDI-P yang dari awal memang sudah menentukan sikap mengusung DM, dibuktikan dengan surat rekomendasi yang dikeluarkan oleh DPP PDI-P di Jakarta tanggal 1 September 2021.

Dan di saat keempat Parpol itu mengaku telah memiliki Cawabup masing-masing, namun nyatanya sampai saat ini belum satupun Parpol yang maju melangkahkan kakinya untuk memasukkan surat rekomendasi masing-masing ke meja Pj Bupati. Terutama PDI-P yang (sekali lagi) lebih awal telah mengantongi rekomendasi.

Sejumlah pertanyaan pun bermunculan di benak publik. Salah satunya, mengapa PDI-P yang sejak awal sudah mengantongi surat rekomendasi untuk DM, dan telah “pecah kongsi” dengan tiga Parpol lainnya justru belum memasukkan dan mengajukan surat rekomendasi tersebut ke meja Pj Bupati?

Pertanyaan lainnya, apakah PDI-P merasa “ketakutan” atau belum “berani” mengajukan surat rekomendasi karena masih berhitung dan sedang berusaha “mengumpulkan kekuatan” tambahan dari Parpol lain di DPRD Koltim, untuk melawan AA?

Entahlah! Yang jelas ada 25 pemilik suara yang akan memilih di DPRD Koltim, dan PDI-P hanya memiliki “kekuatan” riil 3 suara. Sedangkan 3 Parpol pengusung AA memiliki suara riil total 8 suara (PAN 4 suara, Gerindra dan PD masing-masing 2 suara).

Selain empat Parpol pengusung, di DPRD Koltim juga ada 4 Parpol non-pengusung lainnya yang total memiliki 14 suara. Yakni, Partai Nasdem 8 suara, PKS 3 suara, Partai Golkar 2 suara, dan PBB 1 suara.

Dan untuk memenangkan DM, PDI-P harus berhasil “menggaet” suara dari Parpol non-pengusung paling sedikit 10 suara. Sementara Gerindra, PAN dan PD untuk memenangkan AA cukup “menggaet” 5 suara dari Parpol non-pengusung.

Hitung-hitungan ini harus benar-benar dimatangkan oleh dua kubu (DM dan AA). Sebab, kedua kubu memang belum ada jaminan untuk menang. Kedua-duanya masih sangat berpotensi mengalami kekalahan. Hanya saja memang AA di atas kertas sudah mengantongi 5 suara di start awal, yakni dengan posisi PDI-P 3 suara melawan 8 suara dari Gerindra, PAN dan PD.

Dan hitung-hitungan di atas kertas itulah kiranya yang boleh jadi membuat PDI-P belum berani atau diduga masih “ketakutan” memasukkan (mengajukan) surat rekomendasinya ke meja Pj Bupati.

Rasa “ketakutan” dalam medan pertempuran di dunia politik itu hal yang wajar-wajar saja, karena di balik rasa “ketakutan” ada strategi positif untuk menentukan sikap yang positif pula agar tidak gegabah mengambil tindakan.

Semoga para Parpol pengusung bisa secepatnya memasukkan secara resmi surat rekomendasinya masing-masing, agar Pilwabup bisa segera dapat digelar oleh Panlih dalam waktu dekat ini, demi masyarakat Koltim yang sangat mengharapkan lahirnya kembali kepala daerah yang definitif. Kita tunggu! (red-dm1)

Bagikan dengan:

Muis Syam

1,286 views

Next Post

Masa Jabatan Belli Sebagai Pj Sekda Koltim Berakhir, Inikah Pelanjutnya?

Jum Apr 8 , 2022
DM1.CO.ID, KOLAKA TIMUR: Beberapa hari lagi, atau tepatnya pada Senin (11/4/2022) mendatang, masa jabatan Belli Harli Tombili sebagai Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Kolaka Timur (Koltim), berakhir.