DM1.CO.ID, KOLAKA TIMUR: Meskipun pengaduannya tidak diregister oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Kolaka Timur (Koltim), Sulawesi Tenggara, namun tak menyurut semangat kuasa hukum pasangan calon (Paslon) Samsul Bahri Madjid-Andi Merya Nur (SBM) untuk menempuh jalur lain. Upaya menuntut keadilan masih terus dilakukan.
Dikonfirmasi via telepon, Rabu (7/10/2020), Mustajab selaku Ketua Tim Hukum paslon SBM mengatakan, saat ini mereka masih melakukan pengkajian bersama (intern) guna menentukan sikap dan tindakan yang akan dilakukan.
Ada dua opsi yang bakal ditempuh terkait keputusan yang dikeluarkan oleh Bawaslu Koltim. Yakni, melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), atau ke Mahkamah Agung (MA). Tetapi menurut Mustajab, langkah ini nantinya akan terpulang kepada paslon SBM selalu klien.
Ketua Badan Bantuan Hukum dan Advokat Rakyat (BBHAR) Sulawesi Tenggara ini menilai, keputusan pleno Bawaslu Koltim sangat tidak rasional yang menyatakan tidak ada peserta pemilihan yang dirugikan, sementara Paslon itu sendiri adalah peserta pemilihan.
“Sekarang dampak kerugian langsung itu juga perlu diperdebatkan. Kerugian apa dulu yang dimaksud. Jangan seumpama 01 tidak diloloskan baru itu bisa dikatakan dirugikan. Tidak! Salah satu peserta yang diloloskan padahal dia cacat secara administrasi, itu juga termasuk dirugikan. Kalau misalnya paslon 02 diloloskan sementara tidak memenuhi syarat pasti Tony toh dirugikan. Kita sangat sayangkan dengan keputusan Bawaslu karena belum sempat dijawab KPU sudah dimentahkan,” terangnya.
Olehnya itu, menurut Mustajab, keputusan Bawaslu ngawur dan penuh dengan keganjalan. Terutama mengenai sebuah SK Pleno Bawaslu Koltim yang sempat terbit dalam “dua versi”, sehingga membuat kebingungan dan mengundang pertanyaan: versi mana yang “siluman”?
Mustajab membeberkan, bahwa salinan file Surat Keputusan (SK) hasil pleno yang dikirim melalui pesan Whatsapp (WA) kepadanya, tidak sesuai dengan SK yang ditempel di kaca Kantor Bawaslu Koltim (dua hari setelah keluarnya hasil pleno). Padahal, nama yang bertanda-tangan, tanggal dan nomor keputusan pleno sama.
Dia pun menyimpulkan, berarti ada dua surat keputusan yang diterbitkan. Tetapi Bawaslu hanya mengakui surat terakhir yang ditempel di kaca kantor.
“Loh, SK yang dikirimkan kepada saya itu apa? Kan tidak mungkin yang kirim dari langit. Saya konfirmasi ke Yudi, orang menerima laporan kami, katanya salinan keputusan yang dia kirimkan kepada saya itu resmi. Lantas, siapa yang memalsukan surat pertama yang dikirim kepada saya? Kalau tidak mengakui surat pertama itu, maka silakan gugat saya bahwa itu palsu. Karena saya yang meneruskan salinan keputusan itu kepada teman-teman tim simpatisan SBM,” tantang Mustajab.
Keganjalan lain yang dilihat Mustajab, adalah nama yang bertanda-tangan dalam surat keputusan hasil pleno. Ia mempertanyakan, mengapa bukan Ketua Bawaslu Koltim sendiri yang menanda-tangani?
“Pengaduan kami itu sederhana sekali jawabannya. Diregistrasi saja sesudah itu ada mediasi untuk dijawab oleh KPU atau perwakilan dari KPU. Kan sederhana. Kalau sudah dijawab kan kami sudah puas bahwa ternyata begini dasarnya sehingga mereka meloloskan syarat pencalonan Tony-Baharuddin. Tapi kalau begini jadinya kan tergantung (mentah),” katanya.
Terkait adanya dua surat keputusan hasil pleno Bawaslu Koltim ini sudah pernah diperdebatkan antara simpatisan SBM dengan komisioner Bawaslu, khususnya Divisi Hukum, Pelanggaran dan Penindakan (HPP), La Golonga, pada Sabtu (3/10/2020).
Kala itu, La Golonga selaku Koordinator HPP sepertinya mengaku heran, entah betulan atau spekulasi terhadap bunyi surat yang berbeda dikirim ke kuasa hukum SBM dengan bunyi surat yang ditempel di kantornya. Bahkan, La Golonga menyebut, bahwa surat yang dikirim kepada kuasa hukum SBM adalah salinan saja. Surat aslinya ada pada mereka.
La Golonga juga bahkan mengakui dalam pertemuan klarifikasi tersebut, bahwa Ketua Bawaslu Koltim, Rusniyati Nur Rakibe, menolak bertanggungjawab terhadap hasil pleno yang dikeluarkan. Dan bahkan Rusniyati selaku Ketua Bawaslu Koltim telah menandatangi surat pernyataan tidak menyetujui hasil pleno tersebut. (rul/dm1)
DM1.CO.ID, KOLAKA TIMUR: Persoalan dana santunan dampak sosial terhadap warga Kecamatan Ladongi, Kabupaten Kolaka Timur (Koltim), Sulawesi Tenggara (Sultra), masih belum jelas. Informasi penyelesaian dari tim dampak sosial juga tertutup. Para penggarap dibuat kebingungan dan bertanya-tanya.