DM1.CO.ID, JAKARTA: Terkait kritik ekonom senior yang menyoroti impor pangan yang dilakukan Kementerian Perdagangan terbukti benar. Pasalnya, dalam laporan pemeriksaan pengelolaan tata niaga impor pangan oleh Kementerian yang dipimpin Enggartiasto Lukita tersebut menunjukkan adanya ketidakpatuhan beberapa pihak terhadap aturan perundang-undangan.
Oleh Moehardi Soerja Djanegara, selaku Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI), saat menyampaikan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) semester II Tahun 2017 kepada pimpinan DPR di Gedung Nusantara II, Komplek Gedung DPR, Jakarta, Selasa (3/4/2018) mengungkapkan hasil pemeriksaan terkait dengan tujuan tertentu atau PDTT pada pemerintah pusat.
“Hasil pemeriksaan yang signifikan antara lain pemeriksaan atas pengelolaan belanja dan pengelolaan tata niaga impor pangan,” ujar Moehardi.
Dirinya kembali menyatakan, salah satu temuan BPK adalah izin impor 70.195 ton beras yang disebut tidak memenuhi persyaratan, melampaui batas berlaku, dan bernomor ganda.
“Impor 200 ton beras kukus yang juga tidak memiliki rekomendasi Kementerian Pertanian. Selanjutnya, impor 9.370 ekor sapi pada 2016 dan 86.567,01 ton daging sapi, serta impor 3,35 juta ton garam yang tidak memenuhi dokumen persyaratan,” Jelasnya.
Kemendag juga tidak memiliki sistem untuk memantau realisasi impor dan kepatuhan pelaporan oleh importer, “lalu, alokasi impor untuk komoditas gula kristal putih, beras, sapi dan daging sapi tidak sesuai kebutuhan dan produksi dalam negeri,” tukas Moehardi.
Persetujuan lmpor (PI) 1,69 juta ton gula tidak melalui rapat koordinasi, sedangkan persetujuan impor 108 ribu ton gula kristal kepada PT Adikarya Gemitang tidak didukung data analisis kebutuhan.
Moehardi kembali mengatakan, “penerbitan PI 50 ribu ekor sapi kepada Perum Bulog pada 2015 tidak melalui rapat koordinasi. Terakhir, penerbitan PI 97 ribun ton daging sapi dan realisasi 18.012,91 ton senilai Rp737,65 miliar tidak sesuai atau tanpa rapat koordinasi dan atau tanpa rekomendasi Kementan”.
BPK menyimpulkan Sistem Pengendalian Intern (SPI) Kemendag belum efektif memenuhi kepatuhan terhadap aturan perundang-undangan.
BPK merekomendasikan Kemendag agar mengembangkan Portal Inatrade dan mengintegrasikan dengan portal milik instansi atau entitas lain yang menyediakan data dokumentasi hasil koordinasi dan data rekomendasi.
Kepretan Rizal Ramli
Sebelumnya, pada awal tahun 2018, Rizal Ramli pernah menolak keras kebijakan impor karena tidak sesuai dengan kenyataan, yang mana garapan petani menghasilkan dengan baik dan terus memasuki masa panen. Sehingga jika dilakukan impor, sama halnya menumpas para petani dengan menjatuhkan harga gabah yang telah dihasilkan.
Rizal menilai terdapat beberapa tindakan jahat yang ada dibalik kebijakan yang tidak pro petani tersebut. Salah satunya adalah adanya komisi yang besar untuk pejabat yang melakukan impor beras.
Mantan kepala Bulog itu mengatakan, dalam sejarah politik Indonesia, uang paling mudah itu dari impor komoditi. “Jadi kalau mau main ya main di gula, beras, kedelai, daging. Duitnya gampang buat dicolong,” tutur Rizal.
Untuk itu, kuat dugaan, tambah mantan Menteri Koordinator bidang Maritim dan Sumber Daya itu, kebijakan impor dilakukan oleh kementerian perdagangan untuk memburu komisi besar impor atau diistilahkan oleh Rizal “Rent Seeker”.
“Pengalaman saya saat di Bulog, Kementerian Perdagangan maunya impor karena ada komisi 20-30 dolar AS per ton, transaksinya semua di luar negeri, akun banknya juga di luar negeri,” ungkap Rizal.
(sbr/vt/dm1)