Wartawan: Mulkan Hidayatullah | Editor: AMS
DM1.CO.ID, BOLMUT: untuk 5 tahun ke depan (2018-2023), Bupati Bolaang Mongondow Utara (Bolmut) Drs. H. Depri Pontoh bersama Wakil Bupati Drs. H. Amin Lasena, M.AP telah mematok visi dan misi pemerintahan.
Yaitu, visi: “Mewujudkan Bolaang Mongondow Utara Yang Berkelanjutan, Mandiri, Berbudaya dan Berdaya Saing”.
Dan misi: “Mewujudkan Sumber Daya Manusia yang berkualitas dan berbudaya; Memantapkan tata kelola pemerintahan yang baik (Good and clean Government); Meningkatkan daya saing ekonomi berbasis pertanian, perikanan dan pariwisata; dan Memantapkan pemerataan pembangunan infrastruktur wilayah yang handal”.
Untuk mencapai visi-misi tersebut, tentu saja Pemerintahan Desa se-Kabupaten Bolmut sebagai ujung tombak pembangunan di lapisan bawah pun berlomba-lomba melakukan upaya-upaya strategis dan signifikan. Salah satunya adalah di Desa Batubantayo.
Terletak di Kecamatan Pinogaluman, Desa Batubantayo ini ternyata sangat berpotensi menghasilkan Gula Aren (gula merah) hingga ribuan Ton per tahun.
Desa yang memiliki luas 3,02 Km2 itu, saat ini berpenduduk 670 Jiwa dari 176 Kepala Keluarga (KK).
Tahir Lokoro selaku Kepala Desa (Kades/Sangadi) Batubantayo kepada Wartawan DM1 dalam bincang-bincang, Rabu (14/8/2019), mengungkapkan banyak hal seputar harapan dan tantangan dalam memajukan desa yang dipimpinnya sejak 2015 silam hingga saat ini.
Penduduk Desa Batubantayo, kata Tahir, mayoritas bermata-pencaharian atau 98 persen adalah petani. “Yakni petani padi sawah, gula aren, dan selebihnya adalah peternak,” ujar Tahir.
Ia menyebutkan, satu kali panen pada luasan 58,6 Hektar areal persawahan di desa ini bisa mencapai 200 Ton dalam bentuk beras, atau rata-rata 3 hingga 4 Ton per Hektar.
Artinya, jika setahun dua kali panen, maka produksi beras yang dihasilkan oleh petani padi sawah di desa ini adalah 400 Ton beras.
Namun, hasil panen 400 Ton beras per tahun itu, ternyata tidak seberapa jika dibanding dengan gula aren yang bisa diproduksi oleh para petani di Desa Batubantayo ini. Yakni, bisa nyaris sampai 5.000 Ton per tahun.
Jumlah produksi gula aren yang sangat fantastis tersebut di desa ini, bahkan bisa dikata menjadi penyumbang terbesar (sekitar 25 persen) produksi gula aren se-Provinsi Sulut per tahun.
Tahir menjelaskan, tempat pembuatan gula aren di desa ini dikenal dengan nama Balombo. “Di Desa Batubantayo ini ada sekitar 30 Balombo,” kata Tahir.
Satu Balombo, menurut Tahir, itu bisa memproduksi 30 sampai 40 biji perhari atau sekitar 15 Kg. Artinya, jika diproduksi setiap hari, maka ada sekitar 450 Kg (15 Kg dikali 30 Balombo) gula aren yang dapat dihasilkan oleh para petani di desa ini.
Bisa dihitung, apabila petani gula merah di desa ini berkesinambungan melakukan produksi gula merah 450 Kg setiap hari, maka sebulan hasilnya mencapai 13,5 Ton (450 Kg dikali 30 hari). Bagaimana kalau setahun? Tentunya nyaris mencapai 5.000 Ton per tahun.
Sayangnya, potensi produksi gula aren yang bisa mencapai ribuan Ton itu, tidak berbanding lurus dengan upaya-upaya dari pemerintah agar bisa benar-benar diwujudkan.
“Sejumlah warga Desa Batubantayo terpaksa ada yang sampai keluar daerah hanya untuk juga membuat gula merah, seperti ke wilayah Minahasa dan sekitarnya,” ungkap Tahir.
Hal itu terjadi, beber Tahir, karena luas lahan Pohon Enau yang menjadi bahan utama produksi gula aren di Desa Batubantayo saat ini sudah sangat mengkhawatirkan. “Karena semakin lama semakin berkurang, lantaran adanya bantuan benih jagung dari pemerintah,” ungkap Tahir.
Ia menerangkan, dengan kondisi seperti itu tentu ada perluasan lahan tanaman jagung, tetapi membuat sempit lahan tanaman lainnya seperti Pohon Enau tersebut.
“Kalau dulu, kiri-kanan jalan di desa ini semuanya hamparan Pohon Enau. Tapi sekarang tidak lagi nampak, karena lahan sudah menyempit diganti dengan jagung,” kata Tahir.
Iapun berharap adanya upaya yang lebih serius dari pemerintah untuk pengembang-biakan atau penanaman kembali Pohon Enau sebagai bahan baku pembuatan gula aren di desa ini.
Meski begitu, sebagai Sangadi (Kades) Batubantayo, Tahir mengaku tidak ingin menyerah untuk terus berusaha mencari solusi agar Pohon Enau bisa tetap menghasilkan, atau paling tidak terpelihara dengan baik.
Selaku Sangadi, Tahir mengaku sangat ingin mengembangkan produksi gula aren. Sebab sangat membantu dalam mengangkat derajat ekonomi warganya.
Terlebih Tahir menyaksikan sendiri kondisi ekonomi warganya yang bergelut dalam usaha gula aren ini bisa benar-benar berhasil. Semuanya mampu menyekolahkan anak-anak mereka hingga meraih sarjana, dan bahkan hingga mampu bekerja di intansi pemerintah atau swasta dengan sukses.
Gula aren produksi Desa Batubantayo yang juga dikenal dengan nama Gula Merah Atinggola ini, ternyata sudah dipasarkan ke sejumlah daerah. Seperti di Bintauna, Manado, Minahasa. Dan bahkan pasarannya sudah tembus ke Arab atau ke Tanah Mekkah secara individu.
Bahkan sebelum menjabat sebagai Sangadi, Tahir mengaku juga pernah sengaja melakukan perjalanan menjual gula aren ini hingga ke daerah Kepulauan Sangir, hingga ke wilayah Papua.
Meski diolah secara tradisional, namun menurut Tahir, gula aren buatan Desa Batubantayo ini memiliki rasa yang sangat khas dan juga tampilan yang amat bersih karena menggunakan penyaringan yang baik, sehingga kualitasnya tak perlu diragukan.
Untuk pengembangannya, Tahir pun mematok rencana ke depan. Yakni, ia berharap dapat membuat suatu kemasan istimewa.
“Untuk pengembangan usaha gula aren ini, akan kami tingkatkan lagi dengan menggunakan kemasan yang lebih canggih,” ujar Tahir seraya berharap ada pihak-pihak yang mampu melibatkan diri dalam rencana tersebut, sebab sekaligus ini juga sebagai upaya kemandirian sebagaimana yang menjadi visi misi Pemkab Bolmut. (mul/dm1)
Jum Agu 16 , 2019
DM1.CO.ID, BOALEMO: Massa yang tergabung dalam Aliansi Perjuangan Rakyat (APR) Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo, kembali menggelar aksi demo di depan Kantor Bupati dan di Gedung DPRD Boalemo, Rabu (14/8/2019).