Dua Komisioner Bawaslu Koltim Terbukti Melanggar Kode Etik, Ini Sanksinya

Bagikan dengan:

DM1.CO.ID, KOLAKA TIMUR: Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) secara virtual, dengan agenda pembacaan putusan terhadap 5 perkara di ruang sidang DKPP, Jakarta Pusat, Rabu (17/2/2021).

Di antara 5 perkara, salah satunya adalah pembacaan putusan perkara dengan terlapor tiga komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Kolaka Timur (Koltim). Bertindak sebagai Ketua Majelis hakim adalah Alfitra Salam APU.

Dari rilis situs resmi dkpp.go.id, majelis hakim berpendapat bahwa dua anggota komisioner Bawaslu Koltim terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku sebagai penyelenggara Pemilihan kepala daerah (Pilkada), 9 Desember 2020.

Dua komisioner Bawaslu yang dimaksud yaitu La Golonga, Kordinator Divisi (Kordiv) Hukum Penindakan Pelanggaran (HPP); serta Abang Saputra selaku Kordiv Pengawasan dan Hubungan Antar Lembaga.

Sementara Ketua Bawaslu dinyatakan tidak terbukti melakukan pelanggaran, dan ia mendapat putusan rehabilitasi (pengembalian nama baik).

Kedua komisioner itu dianggap melanggar, bermula dari adanya laporan pengadu bernama Sardin atau kuasa hukum dari pasangan calon (Paslon) Bupati dan wakil bupati, Samsul Bahri Madjid-Andi Merya Nur (SBM).

Menurut Sardin (sesuai laporannya), Bupati petahana (Tony Herbiansah) diduga telah melakukan pelanggaran dengan menggunakan kewenangannya pada kegiatan peresmian embung Desa Teposua, Kecamatan Loea.

Sesuai fakta di persidangan terungkap, bahwa setelah menerima laporan dari pengadu, ketiga komisioner melaksanakan pleno dengan tujuan untuk meneliti laporan pengadu apakah memenuhi unsur formil maupun materil.

Setelah dinyatakan lengkap (memenuhi unsur), Bawaslu mencoba melakukan klarifikasi kepada saksi maupun terlapor. Pada 8 Oktober 2020, ketiga komisioner melaksanakan rapat pleno terhadap penanganan laporan.

Rapat pleno sempat diskorsing, sebab pada pukul 14.00 WITA, Ketua Bawaslu (Rusniyati) mengikuti satu kegiatan yaitu mendampingi anggota Bawaslu Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) dalam kegiatan pengembangan sumber daya manusia.

Sekitar pukul 22.00 WITA, ketiganya kembali melanjutkan rapat pleno. Adu argumen mewarnai agenda pleno. Rusniyati dan Abang Saputra menilai, bahwa Tony Herbiansah telah melakukan pelanggaran administrasi dan direkomendasikan kepada KPU Koltim untuk ditindaklanjuti. Sementara La Golonga bersikukuh bila Tony tak terbukti memenuhi unsur pelanggaran administrasi.

Di akhir pleno, ketiganya sepakat bahwa Tony terbukti melakukan pelanggaran administrasi dan direkomendasikan kepada KPU Koltim.

Yudi Pramana Putra selaku staf Bawaslu kemudian diperintahkan untuk mencetak dan membuat dokumen sesuai kesepakatan dalam pleno. Ketiga komisioner pun membubuhkan paraf atas keputusan tersebut.

Selanjutnya, pada 9 Oktober 2020 sekitar pukul 13.30 WITA, Rusniyati memerintahkan seorang staf non-PNS Bawaslu (Andi Wijaya) untuk menempel status laporan di papan pengumuman.

Namun, belum sehari setelah ditempel, sekitar pukul 17.00 WITA Rusniyati kembali memerintahkan Andi Wijaya untuk mencopot dokumen yang telah ditempel karena merasa ragu terhadap dasar hukum penanganan pelanggaran jika merujuk pada Peraturan Bawaslu (Perbawaslu) Nomor 14/2017. Sementara pada 29 September 2020 telah diterbitkan Perbawaslu nomor 8/2020.

Sebagai bawahan, Andi Wijaya pun mencopot formulir yang ditempel itu, lalu dirobek-robek, dan potongan kertasnya dibuang di tong sampah.

Setelah mencermati kembali secara seksama, Rusniyati lalu berkesimpulan bahwa status laporan yang telah ditempel di papan pengumuman tidak menjadi permasalahan substansial. Sehingga ia kembali memerintahkan Andi Wijaya agar mengumumkan kembali formulir mode A17. Tetapi karena disampaikan sudah dirobek, maka Rusniyati memerintahkan Andi Wijaya untuk menempel kembali salinan dokumen tersebut.

Pada hari yang sama, Abang Saputra yang tadinya sejalan dengan Rusniyati, tiba-tiba berubah pikiran. Entah apa yang merasukinya?

Abang bersama La Golonga mendatangi Rusniyati dan menyatakan sikap tak sependapat dengan keputusan itu. Dengan argumentasi, bahwa Tony Herbiansah tak terbukti melakukan pelanggaran administrasi sesuai dengan kajian dan pencermatan mereka  berdasarkan barang bukti.

Mendengar hal itu, Rusniyati menyatakan  kepada La Golonga dan Abang Saputra bahwa formulir mode A 17 sudah diparaf dan ditanda-tangani.

Ia juga menjelaskan jika dilakukan pleno ulang, maka akan melampaui batas penanganan pelanggaran pemilihan sesuai dengan perbawaslu nomor 8/2020 yakni paling lambat 5 hari setelah laporan diregistrasi.

Jawaban Rusniyati itu tak memuaskan La Golonga dan Abang Saputra. Keduanya lantas bersikukuh agar dilakukan perubahan hasil pleno dan memerintahkan staf untuk mengganti status laporan. Inti perubahannya bila Tony tidak terbukti melakukan pelanggaran administrasi.

Perubahan status laporan diubah dan diparaf La Golonga dan Abang Saputra. Sedangkan tanda tangan mengatasnamakan Ketua Bawaslu dilakukan oleh La Golonga, sebab Rusniyati sendiri menolak menanda-tangani dokumen perubahan itu.

Majelis hakim DKPP menilai, tindakan La Golonga dan Abang Saputra yang sepakat  mengubah hasil pleno dan menerbitkan status laporan baru tidak dapat dibenarkan secara hukum. Bahkan dianggap oleh majelis hakim sebagai tindakan pelanggaran terhadap kode etik penyelenggara Pemilu.

Tindakan La Golonga dan Abang Saputra juga dianggap melanggar pasal 23 Perbawaslu nomor 8/2020 tentang Penanganan Pelanggaran Pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur, Bupati-Wakil Bupati, Wali Kota-Wakil Wali Kota.

Secara khusus, majelis hakim juga tidak menyetujui tindakan La Golonga yang mengambil-alih tugas Ketua Bawaslu karena alasan adanya perbedaan pendapat berdasarkan pasal 50 Perbawaslu 8/2020.

Atas kelakuannya itu, La Golonga dan Abang Saputra dinyatakan telah melanggar pasal 11, 15 huruf e Peraturan DKPP tahun 2017 tentang Pedoman dan Kode Etik Penyelenggara Pemilu.

Majelis hakim menjatuhkan sanksi kepada La Golonga dan Abang Saputra berupa peringatan keras. Sedangkan Rusniyati mendapatkan rehabilitasi pengembalian nama baik. (rul/dm1)

Bagikan dengan:

Muis Syam

3,608 views

Next Post

Diduga Minta Fee DAK Rp.32 M, Kadis Dikpora Boalemo Diperiksa Unit Tipidkor

Jum Feb 19 , 2021
DM1.CO.ID, BOALEMO: Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dikpora) Kabupaten Boalemo, saat ini sedang dililit sejumlah masalah. Salah satunya adalah kasus dugaan Pungutan liar (Pungli).