DM1.CO.ID, TILAMUTA: Rum Pagau dan Lahmudin Hambali (PAHAM) adalah pasangan Bupati Boalemo non-aktif (petahana) yang kembali maju dalam Pilkada 2017.
Tak tanggung-tanggung, untuk memenangkan pertarungan Pilkada 2017 ini, pasangan PAHAM berhasil menggaet seluruh partai politik pemilik kursi di DPRD Boalemo sebagai pengusung dan pendukungnya. Sementara, dua pasangan calon bupati lainnya harus maju melalui jalur independen.
Dan KPUD Boalemo memang telah menetapkan 3 pasangan calon bupati, yakni nomor urut 1 Rum Pagau dan Lahmudin Hambali (PAHAM), nomor urut 2 Darwis Moridu-Anas Yusuf (DAMAI), dan nomor urut 3 Uwes Amir Abubakar dan Buyung J. Puluhulawa (UNGGUL).
Dengan menguasai seluruh partai politik, tentulah sangat bisa ditebak, bahwa seluruh anggota DPRD Boalemo (mau tidak mau) harus menjadi tim pemenangan (tim sukses) PAHAM. Dan itu ditandai dengan ditunjuknya Ketua DPRD Boalemo Oktohari Dalanggo sebagai Ketua Tim Pemenangan PAHAM.
Sayangnya, entah “tak paham” ataukah memang disengaja, ketika mendekati tahapan penetapan pasangan calon, tiba-tiba pasangan PAHAM sebagai petahana menggunakan kewenanngan dengan melakukan pergantian sejumlah pejabat.
Yaitu, Rum Pagau mengeluarkan SK penggantian Direktur Rumah Sakit Tani dan Nelayan (RSTN) Boalemo pada 5 Agustus 2016. Juga, mengeluarkan SK pemberhentian Ardiansyah Passo dari salah satu Kepala Seksi di Satpol PP menjadi staf di salah satu kecamatan di Boalemo.
Padahal, dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 terdapat pasal 71 ayat 2 dan 3, yang menyebutkan secara jelas dan terang benderang, tentang adanya larangan bagi petahana melakukan pergantian pejabat 6 bulan sebelum penetapan pasangan calon.
Ini bunyi larangan dalam ayat 2 tersebut: “Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.”
Kemudian ayat 3, berbunyi: “Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih.”
Sebelumnya, pasangan calon nomor urut 2 (DAMAI) yang mengetahui adanya aturan seperti itu, langsung protes kepada KPUD Boalemo yang telah meloloskan pencalonan PAHAM.
Dengan mengantongi bukti dan fakta atas pelanggaran tersebut, kubu DAMAI pun menggugat KPUD ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Makassar. Tetapi, gugatan itu ditolak majelis PTUN pada 1 Desember 2016.
Tak mau menyerah, kubu DAMAI pun lalu melayangkan kasasi ke Mahkamah Agung (MA), dan akhirnya dikabulkan.
Dalam amar putusannya, MA menyatakan membatalkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Boalemo Nomor: 24/Kpts/KPU Kab. Boalemo Pilbup/027.436540/X/2016 tentang Penetapan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Boalemo tahun 2017 tanggal 24 Oktober 2017.
“Calon yang memenuhi syarat adalah Darwis Moridu-Anas Jusuf dan Uwes Amir Abu Bakar-Buyung Puluhulawa. Nama pasangan yang tidak memenuhi syarat adalah Rum Pagau-Lahmuddin Hambali,” demikian salah satu poin putusan majelis sebagaimana dilansir website MA, Kamis (12/1/2017).
Amar putusan Mahkamah Agung RI nomor: 570 K/TUN/PILKADA/2016 tertanggal 4 Januari 2017 itupun kemudian dijadikan dasar bagi KPUD Boalemo menggelar rapat pleno, pada Rabu (11/1/2017).
Dalam rapat pleno tersebut, KPUD Boalemo langsung “mengeksekusi” keputusan MA dengan memutuskan sejumlah keputusan, yakni membatalkan dan mencabut Keputusan KPU Boalemo Nomor: 24/Kpts/KPU Kab. Boalemo Pilbup/027.436540/X/2016 tentang Penetapan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Boalemo tahun 2017 tanggal 24 Oktober 2017.
Selanjutnya, KPUD Boalemo menerbitkan keputusan nomor: 02/Kpts/KPU Kab. Boalemo/Pilbup/027.436540/I/2017 tentang Penetapan Calon Bupati dan Wakil Bupati Menjadi Peserta Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Boalemo tahun 2017, yakni nomor urut 2 (DAMAI) dan nomor urut 3 (UNGGUL) adalah pasangan calon bupati yang memenuhi syarat. Selanjutnya, nomor urut 1 (PAHAM) dinyatakan dan ditetapkan tidak memenuhi syarat.
Mengetahui KPUD Boalemo mengambil keputusan seperti itu, para pendukung PAHAM yang di dalamnya termasuk para anggota DPRD Boalemo itu pun langsung “mengamuk” melalui aksi demo, pada Rabu (11/1/2017) di depan kantor KPUD Boalemo.
Tak hanya mencoba menduduki dan “melumpuhkan” Kantor KPUD Boalemo, salah seorang anggota DPRD Boalemo dalam orasinya bahkan mengancam akan menciduk seluruh Komisioner KPUD Boalemo apabila tetap mencoret PAHAM dari Pilkada 2017.
Aksi demo ini kemudian dilanjutkan pada Senin siang (16/1/2017). Kali ini, para pendukung PAHAM nampak makin brutal dengan melempari sejumlah kaca jendela Gedung DPRD Boalemo. Mereka kecewa karena DPRD dan Panwaslu Boalemo gagal menepati janji untuk menghadirkan seluruh Komisioner KPUD Boalemo guna menjelaskan kepada publik tentang pencoretan PAHAM.
Dalam aksi demo tersebut aparat gabungan pengamanan berhasil membekuk 5 orang pendemo karena dinilai sebagai pemicu kericuhan dan pengrusakan Kantor DPRD tersebut.
Dari peristiwa tersebut, sejumlah masyarakat mengaku tidak setuju dengan sikap para pendukung dan tim pemenangan PAHAM dari demo pertama hingga kedua seolah ingin memaksakan kehendak, dan bahkan terkesan ingin melawan ketentuan hukum dengan tidak menghargai keputusan dari Mahkamah Agung RI.
Dan mengingat karena pada aksi demo sempat diikuti oleh sejumlah anggota DPRD dengan sikap yang kurang etis, maka sejumlah masyarakat pun mengimbau kepada calon generasi muda lainnya agar tidak mengikuti cara-cara seperti itu, sebab itu sama sekali tak layak untuk ditiru.
Seorang tokoh masyarakat, Frangki Tumaliang, yang mengamati secara dekat setiap situasi politik di ajang Pilkada di daerah ini menilai tidak sedikit oknum DPRD Boalemo nampak sangat ingin memamerkan arogansinya. Dan sikap seperti ini sangat berbahaya dalam ajang Pilkada karena akan cenderung menggunakan kekuatan lembaga (DPRD) untuk menghalalkan segala cara demi kepentingan kelompok politiknya.
Sehingganya itu, Frangki yang pernah aktif sebagai anggota DPRD Boalemo selama 2 periode ini pun memandang sikap oknum-oknum anggota DPRD Boalemo yang menjadi pendukung PAHAM itu sangat berlebih-lebihan. Misalnya, dengan terang-terangan meneriakkan ancaman akan menciduk seluruh Komisioner KPUD Boalemo.
Menurut Frangki, sebagai anggota DPRD seharusnya bisa menahan diri dan lebih mampu mengedepankan kepentingan yang lebih tinggi, yakni rakyat yang diwakilinya daripada kepentingan kelompoknya (partai politik). “Jangan hanya menggunakan nama rakyat untuk setiap kepentingan yang dimaksud,” ujarnya.
Sikap arogansi lain dari DPRD Boalemo yang disesalkan Frangki beserta sejumlah tokoh masyarakat di daerah ini, yakni DPRD dengan angkuhnya mengaku akan “membujuk” Mendagri melalui surat dengan tembusan kepada seluruh penyelenggara Pemilu agar segera membekukan KPUD Boalemo karena dinilai sudah tidak melaksanakan tugas sebagaimana mestinya.
Bukan cuma itu, dari surat itu juga, DPRD Boalemo akan melakukan penundaan tahapan pelaksanaan Pilkada.
Dan cara-cara DPRD seperti itulah yang dimaksud oleh Frangki beserta sejumlah tokoh masyarakat sebagai cara-cara yang kurang etis. “Pernyataan yang disampaikan mengatasnamakan kelembagaan DPRD Boalemo dinilai sesat dan menyesatkan,” tutur Frangki.
Olehnya itu, Frangki beserta sejumlah tokoh masyarakat di daerah ini meminta kepada DPRD agar selain dapat menghargai putusan MA dan KPU, juga DPRD hendaknya bicara yang benar kepada rakyat.
“Karena DPRD Boalemo tidak bisa mengintervensi pelaksanaan Pilkada di Boalemo. Dan yang bisa membekukan KPU adalah DKPP, bukan Mendagri,” lontar Frangki seraya mengajak semua pihak untuk mengawal setiap tahapan Pilkada Boalemo yang telah berjalan dengan lancar karena telah sesuai mekanisme dan aturan perundang-undangannya. Dan rakyat jangan mau diprovokasi untuk ikut menggagalkan Pilkada di Boalemo ini.
Sementara itu seorang tokoh masyarakat Boalemo lainnya, Suwitno Kadji, juga mengaku menyayangkan adanya pamer kekuatan politik yang tidak sehat untuk memancing masyarakat agar ikut mengisruhkan situasi. Padahal, menurut Suwitno, putusan MA itu sudah jelas karena sudah keputusan hukum yang sesuai Undang-undang.
“Saya kira semua alat negara harus mengamankan perintah yang diberikan oleh lembaga tertinggi di negeri ini, yakni MA sebagai benteng pencari keadilan. Hentikan provokasi kepada masyarakat awam,” ujar Suwitno Kadji, yang juga selaku salah seorang staf pengkaji Undang-undang pada Universitas Patria Artha Makassar itu.
Sementara itu di tempat terpisah dikabarkan, bahwa pasca dicoretnya oleh KPUD Boalemo dari pencalonan Pilkada Boalemo, kubu pasangan calon PAHAM mengajukan keberatan dengan menggugat keputusan KPU ke Mahkamah Agung (MA).
Gugatan balik tersebut telah didaftarkan pada 16 Januari 2017 yang ditandai dengan nomor register 2/P/PAP/2017 perihal sengketa pelanggaran administrasi pemilihan.