Bongkar “Sisi Gelap” Mutasi di Pemprov Gorontalo, 3 LSM ini Tantang Penjagub Hamka Sumpah Pocong

Bagikan dengan:

DM1.CO.ID, GORONTALO: Tiga Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) terkemuka di Provinsi Gorontalo, mendadak bertemu di salah satu rumah pengusaha di kawasan Kelurahan Tenda, Kecamatan Hulonthalangi, Kota Gorontalo, Jumat siang (20/1/2023).

Ketiga ketua LSM itu masing-masing adalah Ichsan Naway (Ketua LSM JIS-Care), Djaber Tangoi (Ketua LSM Gerhana), dan Sindu Abd. Azis (Ketua LSM Walihua), disaksikan oleh tuan rumah (sang pengusaha tersebut) beserta sejumlah anak buahnya, duduk dalam satu meja panjang, layaknya sedang melakukan perundingan.

Ketiga LSM tersebut menyatakan sengaja berkumpul dan melakukan pertemuan awal, yakni untuk membahas sejumlah hal penting terkait beberapa kebijakan yang diambil oleh Penjabat Gubernur (Penjagub) Gorontalo, Hamka Hendra Noer.

Ketiga LSM tersebut menyoroti dengan tajam seputar mutasi atau pelantikan pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Gorontalo yang telah dilaksanakan oleh Penjagub Hamka, pada Kamis (19/1/2023), berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Gorontalo Nomor: 821.2/JPT/BKD/SK/I/19/2023.

Tak tanggung-tanggung, ketiga LSM itu secara khusus mengupas dan bahkan membongkar “sisi gelap” mutasi ataupun pelantikan 28 pejabat di lingkungan Pemprov tersebut.

“Sisi gelap” yang dimaksud adalah di antaranya adanya dugaan kuat bahwa Penjagub Hamka dalam “memilih” atau menempatkan pejabat-pejabat tersebut sangat terkesan tidak didasari pada aturan ataupun ketentuan yang berlaku.

“Rotasi yang kemarin, ya, sah-sah saja. Itu adalah hak penjabat gubernur. Akan tetapi rotasi yang dilaksanakan itu dia, apakah memang murni adalah hasil assessment yang sudah dilakukan?” ujar Ketua LSM Gerhana, Djaber Tangoi, bertanya-tanya.

Babe (sapaan akrab Djaber) mengaku merasa sangat yakin bahwa dalam menempatkan pejabat pada mutasi kemarin, Penjagub Hamka tidak didasari dengan hasil assessment.

Babe bahkan membeberkan, bahwa jika Hamka mau berdasarkan assesment, maka Handoyo Sugiharto tidak perlu digantikan posisinya sebagai Kepala Dinas PUPR. Sebab, menurut Babe, pihak LSM Gerhana sangat mengetahui persis bahwa hasil assessment yang telah dilaksanakan itu memunculkan Handoyo Sugiharto sebagai ranking pertama.

Selain Babe, informasi yang menyebutkan bahwa Handoyo menempati posisi peringkat pertama dalam assessment tersebut, juga dibocorkan oleh seorang mantan politisi ternama di daerah ini.

Babe pun mengaku sangat kecewa lantaran masukan ataupun usulan yang disampaikannya melalui media ini beberapa waktu lalu, diabaikan oleh Penjagub Hamka. Kala itu Babe  mengusulkan agar hasil assessment sebaiknya diekspos ke publik secara transparan untuk menghindari fitnah.

Pada pertemuan khusus itu, ketiga LSM tersebut juga menilai bahwa Penjagub Hamka sepertinya tidak punya “niat baik” untuk memperbaiki dan memajukan secara pesat Provinsi Gorontalo, dan lebih banyak mendengar suara-suara dari “pembisik”.

Hal itu terlihat dari formasi pejabat yang ditempatkan pada mutasi kemarin, selain diduga kuat tidak murni berdasar dengan hasil assessment, juga sangat kelihatan tidak sesuai dengan latar-belakang kemampuan kelimuan dan bidang masing-masing.

Mereka pun menunjuk sejumlah contoh. Di antaranya, Bambang Tri Handoko yang dikenal memiliki keilmuan atau basic jam terbang serta akses terbuka di kementerian ESDM yang baik, ternyata dicopot (digeser) jabatannya dari Kadis Penanaman Modal, ESDM dan Transmigrasi menjadi Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), pada mutasi kemarin tersebut.

Menurut Babe, penempatan Bambang Tri Handoko di BPBD sangat tidak tepat dan sangat keliru jika dilihat dari basic-nya. Yang kedua, lanjut Babe, Penjagub Hamka sekan bergegas mengisi BPBD tetapi membiarkan jabatan Dinas ESDM itu kosong. “Sangat keliru, salah satu instansi (Dinas Penanaman Modal ESDM dan Transmigrasi) yang sangat memerlukan pelayanan masyarakat, tapi kok dibiarkan kosong?” ujar Babe geleng-geleng kepala.

Sepengetahuan Babe, dalam mutasi yang dilakukan kemarin ada dua instansi atau dinas yang tampaknya “dibiarkan” kosong oleh Penjagub Hamka, yakni Dinas Penanaman Modal, ESDM dan Transmigrasi, serta Dinas Kesehatan. “Padahal kedua instansi atau dinas itu sangat vital dan memerlukan pelayanan masyarakat. Kenapa dia (Penjagub Hamka) membiarkan kedua instansi itu kosong?” tanya Babe lagi.

Seperti diketahui, pada mutasi atau pelantikan pejabat kemarin, Penjagub Hamka menempatkan Misranda Nalole sebagai Inspektur di Inspektorat. Padahal, Misranda pernah menjabat Plt. Kadis Kesehatan Provinsi Gorontalo.

Selanjutnya, andai pergeseran Bambang Tri Handoko dilakukan karena dengan alasan sudah lama menjabat sebagai Kadis Penanaman Modal, ESDM dan Trasmigrasi, menurut Babe, itu tidak bisa dijadikan alasan oleh Penjagub Hamka. Sebab, kata Babe, Jamal Nganro juga sudah sangat lama (bahkan lebih lama dibanding Bambang) menjabat sebagai Kadis Perhubungan, namun nyatanya dia (Jamal Nganro) masih dipertahankan sebagai Kadis Perhubungan hingga saat ini.

Babe juga menyoroti Yosef Koton yang memiliki latar-belakang basic keilmuan spesial di bidang pendidikan, tapi pada mutasi kemarin malah “diparkir” sebagai Staf ahli. “Kenapa tidak (Yosef) dikembalikan di Dinas Pendidikan, karena yang bersangkutan (Yosef) kan mantan dari situ (Dinas Pendidikan),” tutur Babe.

Babe pun mempertanyakan, mengapa Penjagub Hamka justru “mengembalikan” Sultan Kalupe di jabatannya semula selaku Kepala Biro Pengadaan Barang/Jasa (Karo PBJ). Padahal sebelumnya, jelang akhir jabatan sebagai Gubernur, Rusli Habibie (RH) sudah “mencopot” (memutasi) Sultan Kalupe dari Biro PBJ tersebut? “Satu hari menjelang RH lepas jabatan, Sultan Kalupe dicopot, kenapa ditarik lagi (oleh Penjagub Hamka)? Harus ada dasar itu!” tegas Babe

Sementara itu, Ichsan Naway selaku Ketua LSM JIS-Care juga menyoroti hal yang sama. Menurutnya, tidak masalah jika Penjagub Hamka melakukan mutasi, sepanjang sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku, serta harus sebaiknya memprioritaskan menempatkan pejabat sesuai bidang atau latar-belakang keilmuan yang dimiliki oleh masing-masing pejabat.

Jika mutasi dilakukan tidak didasari dengan ketentuan yang berlaku serta tidak sesuai dengan basic pejabat masing-masing, maka menurut Ichsan, Penjagub Hamka memang layak dipertanyakan sekaligus diragukan keseriusannya untuk memajukan Provinsi Gorontalo.

Menurut Ichsan, Penjagub Hamka memang punya hak untuk melakukan mutasi ataupun perombakan “kabinet” pejabat di lingkungan Pemprov Gorontalo. Tetapi, Ichsan menegaskan, bahwa LSM dan seluruh elemen masyarakat lainnya juga punya hak untuk melakukan kritik terhadap sikap maupun kebijakan yang diambil oleh seorang kepala daerah, baik yang definitif maupun yang berstatus penjabat sementara.

Apabila sikap dan kebijakan kepala daerah dianggap bertentangan dengan ketentuan yang berlaku, atau dinilai ada hal-hal yang janggal, maka menurut Ichsan, kepala daerah itu patut untuk “dilawan”.

Ichsan juga mengaku yakin, bahwa Penjagub Hamka melakukan penempatan pejabat melalui mutasi kemarin itu tidak murni didasari oleh hasil assessment yang telah dilaksanakan.

Seharusnya, kata Ichsan, pihak yang paling tepat melakukan kritik terhadap penempatan pejabat yang dinilai tidak berdasar dengan hasil assessment serta tidak sesuai dengan basic bidang masing-masing pejabat itu, adalah wakil rakyat yang duduk di DPRD.

Sayangnya, kata Ichsan, pihak DPRD saat ini terkesan jadi “bisu” dan seolah pura-pura jadi “tuli” dan buta terhadap permasalahan yang terjadi akhir-akhir ini terkait kinerja Penjagub Hamka.

Olehnya itu, Ichsan mengaku akan mengumpulkan sejumlah LSM lainnya lagi untuk sama-sama menyurat ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait seluruh kinerja Penjagub Hamka yang hingga kini cukup memprihatinkan.

“Kita akan ajak teman-teman LSM lain yang sepakat dengan ini, kita akan menyurat ke Mendagri. Kalau kita berharap kepada wakil rakyat, percuma. Yang seharusnya mengevaluasi ini adalah DPRD, tapi kenyataan DPRD diam dan bisu. Biarlah kita LSM dan rakyat sebenarnya yang mengevaluasi kinerja Penjagub, dengan cara menyurat ke Mendagri,” ujar Ichsan.

Rencana salah satu poin dalam surat yang akan dilayangkan ke Mendagri itu, kata Ichsan, nantinya adalah menyatakan mosi tidak percaya kepada Penjagub Gorontalo atas kebijakan mutasi yang diambil karena tidak sesuai assessment serta dinilai terindikasi bermuatan nepotisme, dan juga bertentangan dengan Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, menyebutkan bahwa pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat obyektif lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras, atau golongan.

Ichsan mengingatkan, jika dalam menempatkan pejabat di posisi yang tidak berdasar dengan ketentuan, dan juga tidak sesuai dengan kualifikasi, kemampuan, kecakapan, dan keahlian, maka tunggulah kehancurannya.

Di tempat yang sama, Sindu Abd. Azis selaku Ketua LSM Walihua juga angkat suara. Ia membenarkan, bahwa memang awalnya pihak LSM Gerhana, JIS-Care dan Walihua sesungguhnya sangat mendukung dan menyambut baik kehadiran Hamka Hendra Noer selaku Penjagub Gorontalo.

Termasuk soal munculnya isu mutasi pertama kali berhembus di beberapa bulan lalu, kata Sindu, pihak LSM Walihua sudah menyatakan sepakat “membela” langkah mutasi yang akan dilakukan oleh penjagub yang diawali dengan assessment.

Namun hari ini, kata Sindu, pihaknya tidak lagi ingin “membela” Penjagub Hamka, karena ternyata sangat diduga kuat dengan beraninya menempatkan pejabat tidak sesuai hasil assessment, tetapi sangat terkesan hanya berdasarkan like and dis-like (suka dan tidak suka).

“Soal mutasi itu memang hak penjagub, termasuk penempatan pejabat di jabatan mana saja, itu buat kita tidak ada urusan, karena memang itu haknya dia (Penjagub). Namun prosesnya yang kita sangat sesalkan, yang dianggap tidak benar, karena lebih besar (mengikuti) bisikan dari pada hasil assessment,” ujar Sindu.

Sindu juga mengaku yakin bahwa Penjagub Hamka dalam mempatkan pejabat melalui mutasi kemarin itu diduga kuat tidaklah murni berdasarkan assessment. Sebab, menurutnya, ada sejumlah pejabat yang bagus peringkatnya dalam assessment, namun ternyata tidak ditempatkan pada jabatan tersebut.

Sebaliknya, lanjut Sindu, ada beberapa pejabat yang sebetulnya telah dicopot dari jabatannya oleh gubernur definitif saat menjabat karena dianggap ada “catatan”, tetapi kenyataan ditarik dan dikembalikan lagi oleh Penjagub Hamka untuk menduduki jabatan tersebut.

“Contohnya, Karo PBJ, Sultan Kalupe. Itu kan (dia, Sultan Kalupe) sudah ada “catatan” kan pada masa kepemimpinan Gubernur Rusli Habibie. Nah, sekarang malah diangkat lagi (oleh Penjagub Hamka) untuk menduduki Karo PBJ kembali. Ini kemudian memunculkan pertanyaan, apa sih kehebatan Sultan Kalupe? Apakah orang Gorontalo sudah tidak ada yang lain untuk menempati posisi itu, padahal ini orang punya “catatan”. Sehingga kami menilai, bahwa mutasi yang dilakukan kemarin itu tidak murni dari hasil assessmen, tetapi lebih besar dan lebih menjurus karena faktor like and dis-like. Like and dis-like itu diterbitkan (dimunculkan) dari para pembisik. Nah, ini yang tidak fair,” jelas Sindu.

Olehnya itu Sindu menegaskan, bahwa tidak ada gunanya assessment jika pada akhirnya dalam penempatan pejabat pada mutasi kemarin yang dilakukan oleh Penjagub itu hanya mengikuti suara pembisik.

“Ternyata assessment itu hanya simbol belaka, diabaikan. Hasilnya kan sesuai dengan keinginan dan menurut selera sendiri, suka dan tidak suka. Jadi apa gunanya assessment?” lontar Sindu bertanya-tanya.

Terkait hal tersebut, ketiga ketua LSM ini pun sepakat untuk melayangkan surat ke Mendagri untuk selain mengupas kinerja kepala daerah, juga menyatakan mosi tidak percaya kepada Penjagub Hamka.

Mereka akan membongkar “sisi gelap” mutasi atau pelantikan tersebut, di antaranya hasil assessment diabaikan, adanya tekanan politik dan masuk “bermain” di ruang politik. Sehingga menurut mereka, mutasi dan penempatan pejabat itu boleh jadi ada titipan untuk mempersiapkan kepentingan terselubung kelompok tertentu pada Pemilu 2024.

Tak hanya itu, pada pertemuan itu Ketua LSM Gerhana juga secara khusus menantang Hamka selaku Penjagub untuk melakukan “sumpah pocong” terkait hasil assessment tersebut. “Kami minta dan menantang Penjagub Hamka lakukan “sumpah pocong”. Yakni untuk membuktikan mutasi atau pelantikan kemarin itu apakah murni assessment ataukah dari hasil keinginan sendiri dan titipan dari pembisik,” tegas Babe.

Terkait dugaan diabaikannya assessment tersebut, Penjagub Hamka dalam website gorontaloprov.go.id menyatakan bahwa, tahapan rotasi dan pengisian sebagian jabatan Pimpinan Tinggi Pratama di Lingkup Pemprov Gorontalo telah dilakukan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

“Mulai dari proses assessment, job fit, wawancara bersama tim pansel, rekomendasi KASN hingga izin dari Mendagri. Dengan harapan, JPT Pratama yang duduk saat ini dapat memberikan kontribusi nyata terhadap pencapaian tujuan, sasaran dan target,” demikian penjelasan Hamka dalam website Pemprov Gorontalo tersebut. (ams/dm1)

Bagikan dengan:

Muis Syam

2,288 views

Next Post

“Mengukir Pelangi di Senja Menguning”, Ishak Liputo Gagas Reuni Akbar Golkar Gorontalo

Kam Jan 26 , 2023
DM1.CO.ID, GORONTALO: Ketika ekor-ekor terik sang surya mulai merayap  di balik kaki-kaki langit Timur, ada kristal-kristal embun yang bersimpuh dan berkilau di dedaunan beringin. Juga di kala butiran-butiran hujan usai meresap di akar-akar beringin di senja yang menguning di ufuk Barat, ada pelangi yang terbentang melingkar dan terukir di cakrawala […]