Antara Soeharto, Prabowo dan “Bekas Pacarnya”: Ada Jokowi Sinari Bintang yang Meredup

Bagikan dengan:

Opini oleh: Abdul Muis Syam*

DM1.CO.ID, OPINI: “Tabir gelap yang dulu hinggap, lambat laun mulai terungkap. Labil tawamu, tak pasti tangismu, jelas membuat aku sangat ingin mencari…”

Demikian di atas adalah bait pertama penggalan lirik lagu Iwan Fals, berjudul: “Antara Aku, Kau & Bekas Pacarmu“, yang dirilis pada tahun 1982 silam.

Dalam chanel YouTube-nya, Iwan Fals mengungkapkan, bahwa lagu ini merupakan cerita nyata yang mengisahkan seorang wanita bernama Rosanna yang tengah berada di persimpangan jalan dalam menentukan pilihan teman hidup, yakni antara memilih Iwan Fals atau pacar lelaki lainnya.

Alhasil, Rosanna tenyata lebih memilih Iwan Fals untuk menjadi suaminya. Dan tentu saja, keputusan wanita itu membuat Iwan Fals merasa tersanjung, namun sekaligus merasa heran dan bertanya-tanya, sehingga terciptalah bait kedua: “…apa yang tersembunyi di balik manis senyummu, apa yang tersembunyi di balik bening dua matamu…”

Selanjutnya bait ketiga, keempat dan kelima tercipta, itu merupakan ungkapan hati Iwan Fals, bahwa memilih suami seperti dirinya memang benar-benar bagai berada di persimpangan jalan, sebab dirinya hanyalah seorang pengamen jalanan yang tentunya akan banyak melalui “jalan gelap yang penuh lubang dan mendaki”.

Namun, hal itu membuat Iwan Fals termotivasi agar dapat lebih berjuang keras untuk memperbaiki diri. Ia kemudian berjuang keras untuk membebaskan dirinya dari kesulitan dan juga kesusahan hidup yang terjadi di masa lalu.

Iwan Fals mengingatkan, bahwa tidak ada manusia yang sempurna, namun tetap harus bersyukur dengan menerima apa adanya, dan senantiasa berusaha memperbaiki diri dengan melakukan perjalanan spiritual, melaksanakan kewajiban beribadah. “Berbuat baik kepada orang lain, alam, dan diri kita sendiri. Dan kita butuh orang lain,” ujar Iwan Fals.

“Kita nggak bisa hidup sendiri, itu intinya. Butuh perjuangan batin dan badan untuk mendapatkan atau memetik hikmah-hikmah dari ketidaksempurnaan kita sebagai manusia biasa,” sambungnya.

Iwan Fals yang membedah lagu ciptaannya: “Antara Aku, Kau dan Bekas Pacarmu” itu, juga sempat menyinggung tentang hidup yang selalu diperhadapkan dengan persimpangan. “karena persimpangan itu nggak hanya satu. Selesai lewat persimpangan ini, setelah kita pilih, kita akan ketemu persimpangan yang lain, dan kita harus memilih lagi, selalu begitu. Untuk itu butuh ketenangan, butuh keikhlasan, kesabaran, pengertian bahwa semua ini adalah semata karena Allah,” tandas Iwan Fals.

Mencermati dan menggali ungkapan-ungkapan Iwan Fals seputar lagu ciptaannya: “Antara Aku, Kau dan Bekas Pacarmu” itu, di balik bait-baitnya, tampaknya terselip beberapa makna yang mirip dengan warna-warni perjalanan hidup Prabowo Subianto, sosok berkarakter militer yang sebetulnya sejak dulu selalu menjadi sorotan yang menonjol, baik di era Orde Baru hingga pun di masa Reformasi saat ini.

Kemiripan pertama bisa ditengok, bahwa meski bukan cinta pertama, namun Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto ternyata merupakan wanita utama yang menjadi pilihan Prabowo Subianto. Dan tentunya ini mirip dengan cerita Iwan Fals yang mengaku masih bertanya-tanya tentang mengapa harus memilih Rosanna menjadi istri, dan juga Rosanna kenapa memilih Iwan Fals menjadi suaminya.

Dan boleh jadi, Prabowo dengan Titiek pun diselimuti pertanyaan serupa. Artinya, pertanyaan yang terukir di benak Iwan Fals itu sesungguhnya tidak hanya dapat muncul di pikiran orang-orang lapisan menengah ke bawah, tetapi juga dapat dirasakan oleh kalangan menengah ke atas.

Sebab, pertanyaan yang disyairkan Iwan Fals dalam lagunya: “…apa yang tersembunyi di balik manis senyummu, apa yang tersembunyi di balik bening dua matamu…”, tentunya tidaklah dapat langsung terjawab di perjalanan awal setelah menyatakan sepakat berikrar dalam ikatan cinta. Karena sesudahnya, jauh di depan sana ada banyak bayangan “jalan gelap yang penuh lubang dan mendaki”.

Dan mengenai bayangan “jalan gelap” tersebut, tidaklah hanya menjadi ketakutan bagi orang seperti Iwan Fals dan Rosanna, tetapi juga dapat berlaku bagi diri Prabowo Subianto dengan Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto, sang anak keempat Presiden Soeharto tersebut.

Terbukti, setelah berhasil menikahi murid ayahnya itu pada Mei 1983, perjalanan rumah tangga Prabowo Subianto pun mulai memasuki “jalan gelap”. Rumah tangganya bersama Titiek Soeharto pada tahun 1995 dikabarkan ketika itu mulai retak.

Keretakan itu terjadi lantaran hubungan Soemitro Djojohadikoesoemo (ayah Prabowo Subianto) dengan Soeharto sebagai sesama besan disebut-sebut mulai mengalami ketidakharmonisan. Yakni dipicu dengan adanya berbagai sikap Soemitro yang tak jarang membuat Presiden Soeharto naik pitam.

Di antaranya, Soemitro sebagai begawan ekonomi Indonesia yang sempat beberapa kali menduduki jabatan menteri itu, kerap melontarkan berbagai kritik tajam kepada Presiden Soeharto. Salah satunya, Soemitro secara terbuka sempat mengungkap adanya dugaan kuat mengenai kebocoran dana pembangunan sebesar 30 persen.

Bahkan selain itu, Soemitro juga diketahui ternyata sering saling mengunjungi dan menjalin hubungan erat dengan salah satu musuh atau lawan politik Soeharto, yakni Hartono Rekso Dharsono. Sehingga Soeharto pun dikabarkan mulai tidak nyaman dengan sikap Soemitro tersebut.

Namun jauh sebelumnya, Pak Cum (sapaan akrab Soemitro Djojohadikoesoemo) sepertinya sejak awal memang sudah menyimpan rasa kecewa kepada Soeharto.

Yakni, dalam sebuah artikel yang dilansir historia.id pada Maret 2018 dituliskan penggalan kisah. Bahwa Pak Cum telah pernah meminta mantan Kapolri Jenderal (Purn) Hoegeng Imam Santoso untuk menjadi saksi dari pihaknya dalam pernikahan Prabowo Subianto dengan Titiek Soeharto. Dan Hoegeng sebagai sahabat pun langsung menyatakan kesediaannya.

Namun, seusai bertemu dengan Presiden Soeharto dalam rangka mematangkan rencana pernikahan putranya tersebut, Pak Cum dengan aura wajah yang tak cerah bersama istrinya menyempatkan mampir di rumah Hoegeng. Di sore itu Hoegeng sebetulnya telah membaca sebuah kekecewaan yang terukir di wajah Pak Cum, namun Hoegeng pura-pura tak tahu dan hanya mempersilakan masuk kedua tamunya itu.

Di dalam rumah, Pak Cum mengajak Hoegeng bicara empat mata. “Dengan suara kelu mantan Menteri Perdagangan itu bertutur. Ia mengatakan cita-cita lamanya berantakan sudah. Soeharto tak setuju kalau Hoegeng yang menjadi saksi dari keluarga Djojohadikoesoemo nanti,” tulis Aris Santoso dan kawan-kawan dalam buku berjudul Hoegeng: Oase Menyejukkan di Tengah Perilaku Koruptif Para Pemimpin Bangsa.

Historia.id menuliskan, Soeharto membenci Kapolri ke-5 itu, karena telah membongkar kasus penyelundupan mobil mewah yang dilakukan oleh mantan PNS yang kemudian beralih profesi menjadi penyelundup mobil mewah, bernama Robby Tjahjadi. Pengungkapan kasus itu disebut-sebut ikut menyeret keluarga Cendana. Sehingga Soeharto pun langsung mencopot Hoegeng dari jabatannya.

Makanya, ketika rencana pernikahan Prabowo-Titiek sedang dipersiapkan, Soeharto langsung menegaskan kepada Pak Cum agar tidak sekali-kali menjadikan Hoegeng sebagai salah satu saksi dari pernikahan tersebut. “Mantan Kapolri itu juga tak boleh hadir di pesta pernikahan Prabowo,” tulis Aris Santoso.

Mengetahui penegasan dari Soeharto terhadap dirinya, Hoegeng pun menyatakan memakluminya. “Tak apa,” ujar Hoegeng mencoba membesarkan hati Pak Cum ketika itu.

Namun siapa yang menyangka jika kelak anak hasil perkawinan Prabowo dengan Titiek, yakni Ragowo Hediprasetyo Djojohadikusumo, ternyata memiliki nama panggilan yang sama dengan anak  kedua Hoegeng yang bernama Aditya Soetanto, yaitu akrab sama-sama disapa dengan nama Didit.

Retaknya rumah tangga Prabowo-Titiek pada tahun 1995 tersebut, terus berlanjut. Hingga akhirnya tak lagi bisa dipertahankan, dan harus bercerai pasca runtuhnya rezim Soeharto pada 21 Mei 1998. Ketika itu, keluarga Cendana benar-benar geram dan menuding Prabowo ikut terlibat dalam melengserkan Soeharto, dengan mempertanyakan mengapa Prabowo terkesan hanya membiarkan para demonstran menduduki gedung MPR-DPR di Senayan.

Dan parahnya, Prabowo benar-benar menemui “jalan gelap”. Sebab, tak hanya secara internal dalam keluarga Cendana ia mendapat tudingan sebagai pengkhianat, namun secara eksternal ia juga harus ikhlas diberhentikan secara terhormat dari dunia militer karena diduga kuat telah melakukan pelanggaran HAM berat atas penculikan sejumlah mahasiswa dan aktivis kala itu (dan ini sesuai hasil sidang Dewan Kehormatan Perwira atau DKP).

Dan sejak Mei 1998 itulah, hidup Prabowo benar-benar mulai diselimuti “tabir gelap”. Tiga bintang yang dulu hinggap di pundaknya, langsung meredup.

Meski begitu, Prabowo Subianto sesungguhnya tidaklah pernah dipecat. Buktinya, selain dinyatakan mendapat hak-hak pensiun dari kemiliteran, Prabowo juga sejauh ini tidak dipermasalahkan untuk tetap menggunakan penulisan Letjen (Purn) TNI di depan namanya.

Dan kendati harus terjatuh bagai tertelungkup di “jalan gelap” yang penuh lubang dan mendaki, namun Prabowo tidak patah semangat. Ia bahkan mampu merangkak pelan-pelan lalu bangkit hingga berhasil menjelma menjadi pengusaha sukses dan politikus sekaligus negarawan yang berkarismatik, yakni disegani lawan dan dihormati oleh kawan karena memiliki semangat dan jiwa yang sama sekali tak mudah menyerah.

Buktinya, meski ia tercatat telah tiga kali mengalami kekalahan dalam pertarungan Pemilihan Presiden (Pilpres 2009, 2014, dan 2019), namun lagi-lagi di Pilpres 2024 ini Prabowo pantang mundur dan kembali maju bertarung sebagai Capres (Calon Presiden) dengan menggandeng Gibran sebagai Cawapresnya. Padahal Gibran adalah anak dari Jokowi, lawan yang pernah mengalahkannya dua kali berturut-turut dalam Pilpres.

Di mata rivalnya, pasangan Prabowo-Gibran adalah pasangan yang sangat terkesan dipaksakan untuk maju dalam Pilpres 2024. Namun di mata pendukungnya, pasangan Prabowo-Gibran adalah pasangan pemersatu dan juga simbol kerukunan dalam berpolitik yang di dalamnya menjelaskan bahwa tak pernah ada dendam di antara Jokowi dengan Prabowo, baik di masa lalu maupun di masa mendatang. Dan bahkan, pasangan ini sekaligus bisa diyakini sebagai tanda atau sinyal yang mampu membangun kedamaian yang lebih baik bagi bangsa dan negara ini.

Sebab tak ada yang pernah menyangka, jika persaingan yang sempat berlangsung dengan begitu hebatnya antara Prabowo Vs Jokowi di masa lalu, ternyata pada Pemilu 2024 ini dapat saling menjalin keharmonisan demi terciptanya kerukunan di negeri ini. Dan ini sekaligus menandakan, bahwa Prabowo dengan Jokowi sesungguhnya adalah sosok yang mampu memberi keteladanan yang patut dicontoh, karena mampu memperlihatkan dan membuktikan bahwa sejatinya Pemilu bukan untuk saling bermusuhan dan menjatuhkan satu sama lain.

Ya, kedua sosok ini mampu memperlihatkan bahwa meski pernah bersaing dan bertarung secara hebat di arena Pilpres, namun bukan berarti setelahnya harus terus menjadi lawan atau musuh.  Sebab, musuh sesungguhnya yang dapat merusak kedamaian adalah mereka yang hatinya senantiasa dilumuri dengan kebencian, serta merasa selalu lebih hebat dibanding lainnya.

Dan Prabowo mampu membuktikan bahwa dirinya bukanlah musuh bagi siapa pun di setiap pertarungan yang dilaluinya. Sehingga tak heran, dengan kerendahan hatinya, membuat bintang yang sempat meredup selama 25 tahun di pundaknya, kini kembali memancarkan sinar yang lebih berkilau. Yakni, ia mendapat gelar dan kenaikan pangkat Jenderal Kehormatan dari Presiden Jokowi, pada Rabu 28 Februari 2024.

Sehingga kiranya tak berlebihan jika dikatakan, bahwa setelah melalui “jalan gelap” yang penuh lubang dan mendaki dalam kisah rentetan “Antara Soeharto, Prabowo dan Bekas Pacarnya: Ada Jokowi Sinari Bintang yang Meredup”. Dan perlu diingat, bahwa bukankah memang mata kita hanya akan melihat bintang di saat malam gelap yang terbentang di cakrawala? Artinya, jika ingin menjadi bintang, maka berlatihlah melalui “jalan gelap” seperti yang disyairkan oleh Iwan Fals, yang penuh berlubang dan mendaki! (ams).

 

——

Abdul Muis Syam adalah wartawan senior, penulis novel dan buku, juga pengamat sosial dan politik, serta aktivis penegak kedaulatan.
Bagikan dengan:

Muis Syam

359 views

Next Post

Nuryanto Perkenalkan Perda Nomor 1 Tahun 2024: Pajak dan Retribusi Kini Disederhanakan di Kota Gorontalo

Sab Mar 9 , 2024
DM1.CO.ID, GORONTALO: Segala bentuk atau jenis pajak dan retribusi di Kota Gorontalo, secara resmi telah dilakukan penyederhanaan. Yakni, ditandai dengan diundangkannya Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak dan Retribusi di Kota Gorontalo.