Oleh: Abdul Muis Syam (AMS)*
DM1.CO.ID, OPINI: Indonesia tercinta ini tidak dalam keadaan baik-baik saja. Sejak “dikuasai” oleh rezim Jokowi, negeri subur dan kaya raya dengan sumber daya alam ini sangat terasa makin digerogoti banyak “penyakit” serta masalah yang bertubi-tubi “menghajar” rakyat.
Saat ini, hanya rakyat bertitel “barisan buzzer dan influencer (babi)” di lingkaran rezim yang tak merasakan betapa pedihnya penderitaan rakyat di lapisan bawah.
Mereka para “babi” (maaf ini cuma akronim) ini, hanya tahu membela selera para “majikannya”. Meski selera itu dibalut dengan kebijakan, namun sesungguhnya itu sangat bisa ditebak adalah cenderung untuk kepentingan maha-besar sang “majikan” serta para antek-anteknya.
Jika ada keluhan, apalagi kritik yang berlawanan dengan selera sang “majikan”, maka para “babi” ini langsung bereaksi menghajar dan melakukan perlawanan balik melalui “serangan udara” di sejumlah media sosial (medsos).
Siapapun yang megeluh dan mengkritik kebijakan (selera) sang “majikan”, maka langsung dihajar dan di-bully serta dikuliti habis-habisan oleh “pasukan barisan buzzer dan influencer (babi)” tersebut.
Termasuk, Dr. Rizal Ramli pun mereka “hajar” karena dinilai kerap dan banyak melakukan kritik-kritik tajam terhadap sejumlah kebijakan rezim.
Pernah dalam sepekan, Rizal Ramli bahkan diserang dan di-bully oleh 7000-an akun medsos yang ia sebut sebagai buzzerRP. Dan serangan itu juga datang dari para influencer “plat merah”.
Padahal, kritik-kritik yang dilayangkan oleh Rizal Ramli sesungguhnya adalah juga murni untuk kebaikan negeri ini.
Misalnya, Rizal Ramli sering mengkritik dengan cara mengajak pemerintah agar tidak menggantungkan diri atau jangan terlalu doyan berutang melalui ULN (Utang Luar Negeri).
Artinya, kritikan Rizal Ramli sesungguhnya adalah sebuah saran, agar pemerintah bisa mencari cara lain (bukan dengan cara mengutang) dalam membangun negeri ini, misalnya dengan mengelola secara maksimal dan optimal seluruh potensi sumber-sumber kekayaan alam di negeri ini tanpa harus “menggadaikannya” ke aseng maupun asing.
Rizal Ramli memang dikenal dengan pola-pola kritikannya yang tajam, namum ia melakukannya tidaklah sekadar mengkritik, melainkan kerap diikuti dengan menawarkan langkah-langkah solusi sebagai jalan keluar. Artinya, kritikan Rizal Ramli yang kebanyakan adalah berkaitan dengan perbaikan ekonomi bangsa sesungguhnya merupakan bukti upaya untuk kemajuan negeri ini.
Tak hanya Rizal Ramli yang membawa panji perjuangan perbaikan ekonomi, beberapa hari terakhir dan bahkan hingga saat ini gelombang serangan dari “pasukan babi” ini juga secara masif menghantam Habib Rizieq Shihab (HRS).
Kepulangan HRS kembali ke tanah air dianggap benar-benar bagai ancaman yang hanya akan mengganggu “keleluasaan” rezim dalam “bertahta”. Sehingga, saat ini para kelompok “babi” inipun bertubi-tubi menyerang HRS di berbagai medsos.
Para kelompok “babi” ini benar-benar tampak berusaha menempatkan HRS sebagai sosok musuh bangsa yang harus disingkirkan, karena semua ceramahnya dianggap sangat kasar dan tak mencerminkan akhlak Nabi Muhammad SAW.
Alasan itu memang tidak keliru. Tetapi, makna akhlak yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, hendaknya juga harus diterapkan di lingkaran rezim saat ini, yakni dengan tidak melakukan hal-hal yang justru hanya menguntungkan kelompok tertentu saja, dan merugikan kepentingan sebagaian besar rakyat dan umat di negeri ini.
Rizal Ramli dan Habib Rizieq Shihab serta lainnya harus melakukan cara-cara kritikan seperti itu, karena memang sangat-sangat banyak kesalahan yang diperbuat serta yang harus segera dibenahi oleh pemerintah. Misalnya, ekonomi yang “gagal” meroket; utang luar negeri yang justru terus meroket; keadilan hukum yang bisa diperjual-belikan; masalah korupsi (merampok uang rakyat) yang terus terjadi di mana-mana dan tak pernah tuntas penanganannya; masalah pengangguran anak negeri; Pancasila yang konon coba digerogoti melalui RUU HIP untuk menjadi ekasila; masalah UU Ciptakerja; dan masih banyak lagi.
Sangat aneh, di saat negeri disebut dan diakui memiliki nadi demokrasi, namun di saat bersamaan justru rezim sendiri yang seolah tampak “memamerkan pembungkaman” terhadap suara-suara pendapat serta pandangan dari warganya.
Bukti bahwa rezim saat ini sangat “alergi” terhadap kritikan (suara-suara berdemokrasi), yakni dengan adanya buzzerRP dan influencer, yang seolah ditempatkan dan ditugaskan sebagai barisan yang “menghadang dan menghalau” setiap kritikan serta keluhan kepada rezim dari pihak manapun.
Dengan adanya peran kelompok “babi” ini, apakah masih pantas rezim saat ini disebut sebagai pihak yang menghargai kehidupan berdemokrasi di negeri ini?
Tentu, para kelompok “babi” ini tidaklah salah. Mereka hanyalah mencari sesuap nasi dengan cara menjalankan tugas yang telah diperintahkan dari “sang majikan”. Tidak lebih!
Dan salah satu perintah “sang majikan” adalah “menghajar dan memberangus” para kritikus seperti Rizal Ramli serta Habib Rizieq Shihab.
Mengapa Habib Rizieq Shihab menjadi sasaran utama untuk turut “dihajar dan diberangus”? Alasan yang beredar di medsos oleh para kelompok “babi”, bahwa HRS adalah sosok yang menganut paham radikalisme dengan membawa-bawa nama agama.
Pertanyaannya, lalu mengapa Rizal Ramli yang tidak menganut paham radikalisme atas nama agama juga ikut diserang habis-habisan?
Sepertinya, jawaban yang paling tepat adalah, karena Rizal Ramli dan Habib Rizieq Shihab ini merupakan dua sosok “pendekar bangsa” yang memang paling dibenci oleh rezim saat ini.
Mengapa? Karena kedua “pendekar” ini bukanlah sosok pejuang “karbitan”. Keduanya adalah memang sosok kharismatik yang dapat menjadi “ancaman” bagi eksistensi denyut “kenyamanan” kelompok yang sedang berkuasa saat ini.
Olehnya itu, tak sedikitpun logika yang dapat diterima oleh akal sehat untuk menempatkan Rizal Ramli dan Habib Rizieq Shihab (kedua pendekar tersebut) sebagai musuh besar bangsa ini.
Artinya, mengapa orang seperti Rizal Ramli dan Habib Rizieq Shihab harus dijadikan seolah sebagai musuh besar bangsa ini? Dan pertanyaan seperti inilah yang membuat Ustaz Abdul Somad (UAS) jadi bingung dengan “perlakuan” yang “dipamerkan” oleh rezim ini terhadap para kritikus seperti Rizal Ramli dan HRS.
UAS saat menemui Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Muhammad Rizieq Shihab (HRS) di Pondok Pesantren Agrikultural Markaz Syariah, Megamendung, Bogor, Jawa Barat, Jumat (13 November 2020), menyatakan kebingungannya tersebut.
UAS juga menyinggung tentang adanya orang yang menyambut kedatangan HRS, bila orang itu masih memiliki ikatan dinas, maka langsung ditindaki dengan alasan melanggar hukum.
Sementara di media sosial, kata UAS, orang yang menyambut HRS meskipun hanya update status dan menuliskan nama HRS, maka akun Instagram akan diblokir. Begitu juga orang yang menulis nama HRS di Facebook juga langsung ditutup.
“Orang menjadi takut untuk menjenguk beliau (HRS), kecuali orang-orang yang takutnya sudah dihabiskan hanya untuk Allah SWT,” kata UAS.
UAS pun mengaku bertanya-tanya dan sangat heran jika kritikus (seperti Rizal Ramli dan Habib Rizieq Shihab) dipandang seolah-olah sebagai musuh besar yang harus disingkirkan dan diberangus.
“Salahkah perbuatannya (HRS)? Tidak. Dia (HRS) tinggal di negara demokrasi. Dalam dunia demokrasi siapapun berhak mengajak kebenaran,” kata UAS.
UAS pun mempertanyakan, apa dosa dan salah yang telah dilakukan oleh para kritikus tersebut.
“Apa dosanya? Apa salahnya? Berapa triliun (uang rakyat) negeri ini pernah dirugikannya? Berapa sumber daya alam, minyak, batu bara, nikel, uranium, yang pernah dijualnya ke luar negeri? Berapa BUMN, aset-aset negara yang pernah dijualnya?” tanya UAS retoris. (red/dm1)
—–
(Penulis adalah pengamat sosial, politik, budaya, serta aktivis pergerakan kedaulatan rakyat)
Redaksi menerima artikel dari semua pihak sepanjang dianggap tidak berpotensi menimbulkan konflik SARA. Setiap artikel yang dimuat adalah menjadi tanggungjawab sepenuhnya oleh penulis.