Penetapan Tersangka SH dan DB Kasus Dugaan Korupsi Dinilai Cacat Hukum, Ini Penjelasannya

Bagikan dengan:

DM1.CO.ID, BOALEMO: Dua Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Boalemo, Sofyan Hasan (SH) dan Danar Bata (DB), telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Boalemo.

Keduanya “mendadak” dijerat dalam kasus dugaan korupsi pembangunan irigasi air dangkal, embung, dam parit/long-storage, dan pintu air, di Kabupaten Boalemo yang mengunakan Anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2018.

Mengaku terkejut dengan sikap Kejari Boalemo yang terkesan “mendadak” melakukan penetapan tersangka, membuat Sofyan Hasan dan Danar Bata pun menempuh upaya pra-peradilan ke Pengadilan Negeri (PN) Tilamuta.

Dan sidang pra-peradilan pun langsung digelar, mulai Selasa-Jumat (10-13 Maret 2020) dengan menghadirkan sejumlah saksi ahli. Dan diagendakan pada Senin (16/3/2020) adalah sidang pembacaan putusan.

Pada pengajuan praperadilan ini, Sofyan Hasan menunjuk pengacara tersohor di daerah ini, yakni Doktor Duke Arie Widagdo, SH, MH, CLA, CPCLE, CPLC  (Law Firm Duke Arie and Associates) selaku kuasa hukum. Sedangkan Danar Bata dikawal oleh kuasa hukum Tito Sepriadi, SH, bersama Ade Indra, SH dan Partners.

Dari sidang yang digelar pada Jumat (13/3/2020), para kuasa hukum keduanya menyatakan dengan tegas, bahwa penetapan Sofyan Hasan dan Danar Bata sebagai tersangka adalah cacat hukum karena tidak di dasari profesionalisme.

Dalam penyampaian materi praperadilan yang diajukan oleh para pengacara tersebut menekankan, bahwa tindakan upaya paksa, seperti penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan, dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar peraturan perundang-undangan pada dasarnya merupakan suatu tindakan perampasan hak asasi manusia.

Para pengacara tersebut mengaku mengambil langkah praperadilan dengan merujuk pandangan Andi Hamzah (1986:10), bahwa praperadilan merupakan tempat mengadukan pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang memang pada kenyataannya penyusunan KUHAP banyak disemangati dan berujukan pada Hukum Internasional yang telah menjadi International Customary Law. Oleh karena itu, Praperadilan menjadi satu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan tersebut.

Hal ini, menurut para pengacara, bertujuan agar hukum ditegakkan dan perlindungan hak asasi manusia sebagai tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan.

Di samping itu, katanya, praperadilan bermaksud sebagai pengawasan secara horizontal terhadap  hak-hak tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan (vide Penjelasan Pasal 80 KUHAP).

Berdasarkan pada nilai itulah, menurut para pengacara, penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan,  penahanan, dan penuntutan agar lebih mengedepankan asas dan prinsip kehati-hatian dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka.

Karena penetapan Sofyan Hasan dan Danar Bata sebagai tersangka dinilai cacat hukum, maka pihak terduga pun melayangkan gugatan Praperadian untuk menguji mengenai sah tidaknya penetapan tersangka, dan sah tidaknya penyitaan yang telah ditetapkan yang merupakan wilayah kewenangan praperadilan, sehingga dapat meminimalisasi terhadap perlakuan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum, terutama pihak Kejaksaan Negeri Boalemo.

Para pengacara mengungkapkan, dalam hal surat perintah penyelidikan hingga penetapan tersangka, terdapat kekeliruan, bahwa Surat Penetapan Tersangka yang ditujukan kepada tersangka dinilai tidak procedural, sebagaimana sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor: 130/PUU-XIII/2015 tertanggal 11 Janurai 2017, menyatakan Penyidik paling lambat dalam 7 (tujuh) hari wajib mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan/SPDP kepada Pelapor dan Terlapor.

Namun pada kenyataannya, menurut para pengacara, Sofyan Hasan dan Danar Bata tiba-tiba ditetapkan sebagai tersangka tanpa diikuti dengan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).

Artinya, kata para pengacara, SPDP yang tidak diberitahukan pihak Kejaksaan Negeri Boalemo kepada terlapor, maka itu sangat jelas secara formil itu tidak prosedural, sehinggga proses penyidikan harus batal demi hukum.

“Kami menilai penetapan tersangka terhadap klien kami tidak sah sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 4 Tahun 2016 tentang Larangan Peninjauan Kembali Putusan Pra Perdilan, karena dilakukan tidak sesuai Prosedur Hukum yang berlaku (syarat Formil) dan tidak memenuhi dua alat bukti,” ujar Dr. Duke Arie Widagdo, Tito Sepriadi, SH, dan Ade Indra dalam materi pra-peradilan.

Menurut para pengacara, ditetapkanya Sofyan Hasan dan Danar Bata sebagai tersangka oleh Penyidik Kejari Boalemo, tidak didasarkan pada minimal dua alat bukti sebagaimana Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor: 21/PUU- XII/2014 tanggal 28 April 2015 yang menyatakan: “bukti permulaan, bukti permulaan yang cukup, dan bukti yang cukup adalah minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana”.

“Atas dasar alat bukti yang mana dalam Pasal 184 KUHAP klien kami ditetapkan sebagai tersangka, sedangkan untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka yang disangka melakukan tindak pidana Korupsi Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor, itu harus ada bukti perhitungan kerugian Keuangan Negara yang nyata dari BPK RI atau BPKP RI. Namun faktanya, perhitungan kerugian keuangan negara dari BPK RI/BPKP RI sampai hari ini tidak ada,” tegas para pengacara tersebut.

Olehnya itu, para pengacara dalam materi pra-peradilan menyatakan, bahwa tindakan pihak Kejaksaan Negeri Boalemo dalam menetapkan Sofyan Hasan dan Danar Bata sebagai tersangka, tidak memenuhi minimal 2 alat bukti, sebagaimana tertuang dalam Putusan Mahkamah Konstitusi dengan nomor Perkara 21/PUU-XII/2014. Sehingga dengan demikian, dapat dinyatakan penetapan tersangka kepada Sofyan Hasan dan Danar Bata diyakini tidak sah dan tidak berdasar atas hukum. (kab/dm1)

Bagikan dengan:

Muis Syam

28,424 views

Next Post

"Menimba" Keterampilan di Masamba, Sekda Gorut: LPPTG Sangat Kredibel

Sab Mar 14 , 2020
DM1.CO.ID, GORUT: Lembaga Pengembangan Teknologi Tepat Guna Masyarakat Lokal Indonesia (LPTTG Malindo) adalah wadah pelatihan fokus Teknologi Tepat Guna (TTG) menjadi Produk Unggulan Daerah (PUD).