Oleh: Nizam Dai
DM1.CO.ID, ARTIKEL: Pembentukan daerah Kabupaten Boalemo tentu tidak lepas dari prasyarat awal untuk wilayah Gorontalo yang berniat berpisah dari Sulawesi Utara dan berdiri sendiri menjadi sebuah provinsi.
Sebagai daerah yang terkenal dengan falsafah hidup Adati Hula-Hula’a to Syara’a, Syara’a Hula-Hula’a to Kitabullah, Adat Bersendikan Syara’, Syara’ Bersendikan Kitabullah, tentu saja pembentukan Kabupaten Boalemo pastinya tidak lepas dari kesepakatan para tokoh adat, agama, dan para akademisi yang berasal dari segala penjuru di Gorontalo, terkhusus para tokoh yang berada di Boalemo.
Mengikut sertakan para tokoh adat dan agama dalam pembentukan Kabupaten Boalemo selain karena falsafah Gorontalo yang menjadikan agama dan adat sebagai ‘hukum’ tidak tertulis, juga dikarenakan sejarah panjang Boalemo yang termasuk dalam Uduluo Limo lo Pohala’a.
Sekilas jika kita melihat sejarah perjalanan panjang Gorontalo secara umum dan Boalemo secara khusus, berawal dari adanya Linula-linula (Kerajaan-kerajaan kecil) yang sifatnya mengelompok. Linula-linula (Kerajaan-kerajaan kecil) tersebut tersebar dari puncak gunung Ali di sebelah Timur Bangiyo Suwawa sampai Bonedaa, Mongolato (Lonuo) sampai Boidu (Tapa), Hunthu Lo Bohu sampai Hunthu Lo Ti’opo (Biyonga) – Huidu (Limboto) sampai di kaki Gunung Boliyohuto, Panipi dan Payunga (Batudaa) sampai Tohupo (Batudaa), Padengo (Kabila), sampai Hulawa (Telaga), Pontolo dan Leboto (Kwandang) sampai Atinggola, Kaidipang, Bintauna dan Bolaang Uki, dan Kayubulan sampai Tilamuta. Kerajaan-kerajaan kecil inilah yang terbentuk dan tersebar di daerah yang disebutkan, dan mengelompok kedalam kerajaan Uduluo Limo Lo Pohala’a.
Kelompok-kelompok (Linula) tersebut ialah;
1. Pohala’a Hulonthalo
2. Pohala’a Limutu (Limboto)
3. Pohala’a Suwawa
4. Pohala’a Atinggola
5. Pohala’a Bolango
Namun, pada tahun 1860 ketika penjajah Belanda datang bersama VOC, Kerajaan Bolango pun akhirnya terdepak dan memilih pergi meninggalkan persekutuan kerajaan bersama 5 kerajaan Uduluo Limo Lo Pohala’a tersebut. Posisi Kerajaan Bolango, saat itu digantikan oleh wilayah residen Boalemo atas tekanan dari VOC – Belanda. Sehingga menurut para tokoh adat terdahulu, Pohala’a Boalemo disepakati pada tahun 1870 menjadi anggota Limo Lo Pohala’a.
Berdasarkan sejarah panjang ini pula yang kemudian menentukan arah pembentukan Boalemo dengan tidak berlepas dari hasil kesepakatan para pemangku adat di negeri ini, maka dari itu peran adat sangat dibutuhkan dalam perkembangan budaya dalam masyarakat, sehingga selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.
Dalam aturan undang-undang Indonesia, Negara turut mengambil andil dengan mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan Masyarakat Hukum Adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, di mana masyarakat Hukum Adat selama ini belum diakui dan dilindungi secara optimal dalam melaksanakan hak pengelolaan yang bersifat komunal, baik hak atas tanah, wilayah, budaya, dan sumber daya alam yang diperoleh secara turun-temurun, maupun yang diperoleh melalui mekanisme lain yang sah menurut hukum adat setempat.
Urgensi Perda Adat di Kabupaten Boalemo
Sejalan dengan sejarah dan aturan terbentuknya Daerah Boalemo dari peran pemangku adat di daerah ini, tentu saja pemerintah Kabupaten Boalemo harus segera merealisasikan “PERDA ADAT “ yang pernah dirumuskan tahun 2007 silam yang kemudian menjadi acuan peradaban adat di Kabupaten Boalemo. Sebab, daerah Kabupaten Boalemo terbentuk dengan adat dan adab yang mulia.
Mengacu pada keputusan Seminar dan Musyawarah yang diadakan pada tanggal 11-12 Desember 2007 tersebut, disepakati para pemangku adat di Kabupaten Boalemo dengan harapan bisa melahirkan rumusan-rumusan secara mendalam dan dapat direalisasikan dalam laku kehidupan sehari-hari di Kabupaten Boalemo.
Dewan adat yang berperan dalam merumuskan keputusan tersebut di antara lain: H. Nizam Dai, SE, tentang “Pelestarian Adat Boalemo Dalam Rangka Memperkaya Khasanah Budaya Daerah Gorontalo”. Kemudian rumusan dari Dr. Hi. Medi Botutihe, SE, tentang “Kedudukan Adat Boalemo Dalam Jajaran Adat dan Budaya Gorontalo.”
Rumusan itu juga tidak lepas dari kesepakatan para pemangku adat yang menerima bahwa Boalemo adalah Pohala’a yang kelima (Ulipu Lo Tilamuta), di samping keberadaanya sebagai Lahi Diya, dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari adat daerah Gorontalo Uduluo Limo Lo Pohala’a berlandaskan Adat Bersendikan Syara’, Syara’ Bersendikan Kitabullah.
Dalam rumusan itu pula, para pemangku adat merekomendasikan pembentukan Lembaga Adat kepada Bupati Boalemo, yang selanjutnya diusulkan ke DPRD Boalemo, agar segera ditetapkan dalam Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Boalemo, serta menyepakati komposisi perangkat adat Kabupaten Boalemo sebagai tonggak untuk memperkuat kedudukan Ta’ua To Boonela.
Akan tetapi, yang harus diperhatikan bahwa Lembaga adat ini harus bersifat independen, dengan beranggotakan pemangku adat non-pemerintah.
Nantinya segala hal pengaturan terkait implementasi Perda Adat ini akan dijalankan oleh komisi di lembaga adat tersebut. Komisi ini juga berperan menyelesaikan berbagai konflik yang terjadi terkait dengan masyarakat adat yang sudah mulai punah di Gorontalo secara umum dan Boalemo khususnya.
Semoga niat baik kita bersama ini, untuk menekankan kepada pihak Pemerintah Boalemo segera merealisasikan dengan mengesahkan Perda Adat ini, ke depan dapat berguna untuk menjaga dan melestarikan adat istiadat, serta marwah, kearifan lokal nenek moyang kita sebagai salah satu upaya memperkokoh jati diri budaya di tanah Adat Boalemo. Aamiin!!!
——–
(Penulis adalah tokoh dan sesepuh masyarakat adat di Boalemo)
Disadur: Kisman Abubakar (aktivis pers dan pemerhati budaya)