Wartawan: Kisman Abubakar~ Editor: Avi|
DM1.CO.ID, BOALEMO: Aksi 149 yang digelar oleh Aliansi Rakyat Melawan (ARM) di halaman Masjid Baiturrahman, Kabupaten Boalemo, pada Jumat (14/9/2018), mendapat kecaman keras dari sejumlah tokoh masyarakat dan tokoh agama di daerah tersebut.
Menurut banyak kalangan, aksi unjukrasa di depan masjid oleh ARM tersebut dinilai sangat tidak layak dilakukan di daerah yang berslogan “Damai Bertasbih” ini. Apalagi jika aksi itu bertujuan untuk melengserkan kepala daerah.
“Amiyatiya jamohuto tihi malali tambati lo unjukrasa (kami sebagai masyarakat tidak ingin masjid dijadikan tempat unjukrasa),” ujar Tomas Abdul Latif dalam bahasa Gorontalo, salah satu tokoh masyarakat Desa Modelomo, Kecamatan Tilamuta, Kabupaten Boalemo kepada pada sejumlah awak media, Rabu (19/9/2018).
Selain Tomas, sejumlah aktivis dari berbagai kecamatan di Kabupaten Boalemo itu, juga mengaku protes dan mengutuk keras aksi 149 yang sempat digelar di dalam halaman Masjid.
Roy Inaku, salah seorang aktivis dari Kecamatan Mananggu, menyatakan menolak aksi 149 tersebut . “Ini harus menjadi perhatian dari pihak kepolisian, agar tempat ibadah jangan dijadikan tempat untuk gerakan-gerakan yang dapat memicu instabilitas daerah,” tutur Roy.
Seorang aktivis lainnya, Noldi Biya, juga mengaku kecewa dengan ARM yang melakukan aksi secara leluasa tanpa memperhatikan etika serta situasi dan kondisi.
Menurut Noldi, pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum memang dibolehkan dan sah-sah saja dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28, yakni tentang Hak Asasi Manusia. Tapi itu harus dilakukan secara arif dan bijak dengan memperhatikan etika yang dianut di dalam masyarakat.
“Saya kira untuk sesuatu niat baik perlu mempertimbangkan efek negatif. Jelas sangat disayangkan, jika kondisi ini mampu mempengaruhi niat masyarakat untuk melaksanakan ibadah di masjid, dengan alasan tidak aman,” terang Noldi.
Menanggapi aksi 149 yang dilakukan oleh ARM di halaman masjid itu, para tokoh agama di daerah ini pun angkat suara.
Salah satunya adalah tokoh agama dari Desa Kotaraja, Haji Untung, beserta dua tokoh masyarakat di Desa Patoameme dan Desa Botumoito, masing-masing Alfian Saidi dan Isman Dalanggo.
Ketiganya menegaskan, hendaknya para pendemo dalam aksi 149 itu lebih mempertimbangkan kearifan untuk tidak memanfaatkan sarana ibadah sebagai tempat unjukrasa.
Sementara itu Kepala Desa Hungayonaa, Wisnu Sau, juga menyatakan, bahwa aksi 149 yang dilakukan oleh sekelompok pihak di halaman masjid itu hendaknya tidak terulang lagi.
Menurut Wisnu, menjadikan tempat ibadah sebagai salah satu tempat berorasi dan dalam sebuah aksi unjukrasa adalah hal yang keliru. “Itu sangat keliru kalau dimanfaatkan untuk gerakan-gerakan seperti ini. Semoga ke depan tidak terjadi lagi ada pemanfaatan masjid untuk aksi unjukrasa seperti aksi 149,” pungkasnya. (kab/avi-ams/dm1)