DM1.CO.ID, GORONTALO: Sejumlah aktivis dan mahasiswa Gorontalo yang mengatasnamakan diri sebagai tim “Sniper GP-21”, pada Rabu (18/3/2021), mendatangi Kejaksaan Negeri (Kejari) Limboto, Kabupaten Gorontalo.
Para aktivis “Sniper GP-21” ini mempertanyakan penanganan kasus dugaan korupsi penyimpangan dalam pelaksanaan pemberian kredit investasi dan modal kerja oleh PT. Bank SulutGo (BSG) cabang Limboto, sebesar Rp.23,3 Miliar, pada periode 2015-2016 silam.
Sebelumnya, Kejari Limboto Kabupaten Gorontalo memang telah mengusut kasus tersebut. Dan hasilnya, tiga orang debitur ditetapkan sebagai tersangka.
Namun belakangan, para tersangka itu mengajukan praperadilan sebagai upaya untuk mencari keadilan terhadap tuduhan adanya penyimpangan pada kasus tersebut.
Hingga akhirnya, Majelis Hakim pada sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Limboto, pada Senin (21/9/2020), memutuskan bahwa penetapan tersangka oleh Kejari Limboto dinyatakan batal.
Dari hasil putusan Majelis Hakim tersebut sekaligus menerangkan secara jelas, bahwa proses hukum terkait pemberian kredit investasi dan modal kerja sebesar Rp.23,3 Miliar dari BSG itu, bukanlah atau tidak memenuhi unsur Tindak Pidana Korupsi.
Berdasar dari putusan Majelis Hakim dalam sidang praperadilan itu pula, para aktivis “Sniper GP-21” kemudian menuding, bahwa pihak Kejari dan BSG Cabang Limboto telah melakukan cara-cara yang tidak profesional terkait perkara kredit macet Rp.23 Miliar tersebut.
Para aktivis “Sniper GP-21” ini pun turun ke jalan menggelar aksi demo, pada Rabu (18/3/2021) di dua titik. Yakni, di depan Kejari dan di Kantor BSG Cabang Limboto.
Di depan Kantor Kejari Kabupaten Gorontalo, para aktivis “Sniper GP-21” meminta pihak kejaksaan untuk segera menghentikan perkara kasus kredit macet yang sedang ditanganinya tersebut.
Sebab, menurut “Sniper GP-21”, dalam putusan praperadilan dinyatakan tidak ada tindak pidana korupsi. Selain itu, pihak debitur dinilai masih ada iktikad baik untuk melakukan pelunasan hingga kontrak perjanjian antara kreditur berakhir.
Tuntutan dari aksi unjuk-rasa para aktivis Sniper GP-21 ini, adalah mendesak pihak Kejari Limboto untuk seharusnya lebih fokus dan tidak menutup mata terhadap perkara tindak pidana korupsi APBN maupun APBD yang banyak terindikasi “berserakan” di Kabupaten Gorontalo.
Selain menyampaikan aspirasi dan tuntutannya, para aktivis “Sniper GP-21” ini juga secara tegas menolak cara-cara tidak profesional yang coba dipertontonkan oleh pihak Kejari bersama BSG Cabang Limboto terkait kredit macet tersebut.
Cara-cara yang dinilai tidak profesional di mata aktivis Sniper GP-21”, adalah terjadinya kelalaian yang dilakukan pihak Kejari dalam menetapkan tersangka, karena tidak sesuai dengan motif perkara hukumnya.
Sementara pihak BSG Cabang Limboto, menurut aktivis “Sniper GP-21”, juga dinilai telah melakukan keteledoran, yakni dengan membocorkan data-data para debitur yang bermasalah tersebut.
“Kami minta Kepala Bank SulutGo Cabang Limboto segera angkat kaki dari Kabupaten Gorontalo, karena tidak bisa menjaga data dari para debitur,” demikian tuntutan para aktivis “Sniper GP-21” dalam aksinya.
Kajari Kabupaten Gorontalo di Limboto, Armen Wijaya, saat menerima massa aksi menyatakan, jika memang perkara pemberian kredit investasi dan modal kerja pada PT. Bank SulutGo Cabang Limboto dalam tahap lidik apabila tidak terbukti, maka pihaknya memiliki kewenangan untuk menghentikannya.
Namun Armen Wijaya membeberkan sekaligus meluruskan, bahwa Kejari Kabupaten Gorontalo dan BSG Cabang Limboto punya perjanjian kerja sama atau MoU (Memorandum of Understanding) dalam hal penagihan/penyelesaian kredit bermasalah yang ditandatangani di Manado oleh Direksi BSG dan Kajati Gorontalo bersama Kajati Sulawesi Utara (Sulut), serta juga Kajari se-Provinsi Sulut dan Provinsi Gorontalo, berikut dengan para Pemimpin Cabang BSG se-Provinsi Sulut bersama Provinsi Gorontalo.
Sementara itu, Wartawan DM1 ketika hendak menemui Kepala BSG Cabang Limboto di kantornya untuk melakukan konfirmasi, pada Selasa (23/3/2021), sedikit mengalami kesulitan karena berkali-kali tidak diberi izin. Namun, Jusuf Husain selaku Kepala Cabang (Kacab) BSG Limboto pada akhirnya bersedia untuk ditemui.
Namun saat Wartawan DM1 menyodorkan pertanyaan, Kacab BSG Limboto itu malah tampak lebih banyak terdiam dan terkesan enggan menjawab serta berkomentar seputar tudingan dan tuntutan para aktivis “Sniper GP-21” tersebut. Dan lucunya, Jusuf Husain malah balik menanyakan kabar wartawan DM1, dan juga mengomentari seputar DM1 yang tampak mampu memperlihatkan idealisme dan independensi sebagai media massa, khususnya di Gorontalo.
Pada kesempatan tersebut, Jusuf Husain tampak benar-benar santai dan jauh dari sikap tegang. Dan sepertinya ia punya cara sendiri menghadapi wartawan yang ingin melakukan konfirmasi maupun interview.
Tak heran, sikap tenang yang mampu diperlihatkan itu lantaran Jusuf Husain juga ternyata mantan aktivis mahasiswa. Yakni, pada 1986 Jusuf Husain adalah Ketua HMI Manado, pada 1987 ia Ketua HPMIG Manado, dan pada 2002 menjabat Ketua Presidium KAHMI Provinsi Gorontalo.
Pada momen konfirmasi itu, Jusuf Husain baru bisa menjawab dan memberikan komentarnya secara fokus, yakni ketika wartawan DM1 kembali menyodorkan pertanyaan seputar perkara pemberian kredit investasi dan modal kerja pada PT. Bank SulutGo Cabang Limboto.
“Tugas saya adalah menjaga agar bank ini (BSG) sehat dan melayani nasabah maupun debitur secara profesional sesuai ketentuan teknis perbankan,” ujar Jusuf Husain sembari memperbaiki posisi duduknya.
Mengenai unjuk-rasa yang digelar oleh para aktivis “Sniper GP-21”, Jusuf Husain mengaku sama sekali tidak mempermasalahkannya. “Itu adalah hak mereka. Saya tidak bisa melarang selama itu dalam bingkai etika unjuk-rasa. Mereka adalah adik-adik saya dalam organisasi kemahasiswaan, di mana saya juga pernah seperti mereka ketika menjadi mahasiswa,” tutur Jusuf.
Namun Jusuf mengaku perlu memberikan penjelasan maupun pencerahan terkait prosedur standar yang ditempuh oleh pihak BSG ketika menemui permasalahan seputar kredit. “Langkah-langkah kami dalam penyelesaian kredit bermasalah atau macet, adalah penagihan langsung, SP1, SP2, SP3 dan somasi. Kalaupun belum ada penyelesaian, maka terpaksa kami limpahkan ke Datun (Perdata dan Tata Usaha Negara) Kejaksaan sesuai MoU atau PKS (Perjanjian Kerja Sama),” terang Jusuf. (kab-din/dm1)
DM1.CO.ID, KOLAKA TIMUR: Dukungan dan aspirasi terus mengalir kepada Diana Massi, istri almarhum Bupati Samsul Bahri Madjid, sebagai sosok yang layak mendampingi Andi Merya Nur (AMN) dalam menjalankan roda pemerintahan di Kabupaten Kolaka Timur (Koltim).