DM1.CO.ID, JAKARTA: Dalam opininya, Dr. Rizal Ramli menuliskan, bahwa social security system (BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan) adalah komponen penting untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, bagian penting untuk pelaksanaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Sayangnya, tulisa Rizal Ramli, ide bagus tersebut ditolak oleh pemerintah pada saat itu ( 2009-2014) dengan alasan Indonesia belum mampu membuat sistem jaminan sosial seperti BPJS.
Argumen seperti itu, menurut Rizal Ramli, tidak masuk akal karena Prussia (sekarang Jerman) dan Skandinavia membuat social security system di Abad-19, padahal mereka jauh lebih miskin dibanding Indonesia pada tahun 2010.
Amerika Serikat (AS), lanjut Rizal Ramli, juga membuat social security system tahun 1930-an, pada saat negara tersebut berada di titik nadir depresi ekonomi. Presiden Roosevelt saat itu percaya, bahwa social security system adalah bagian kebangkitan AS.
Barulah tahun 2010, Serikat Pekerja terutama KSPI dan FSPMI di bawah pimpinan Said Iqbal, KSPSI Andy Gani, dibantu oleh DR. Rizal Ramli, DR. Soelastomo, DR. Hasbullah Tabrani (UI), dan Rieke Pitaloka (DPR PDIP), berjuang bersama-sama dengan masyarakat, DPR, dan menggerakkan demonstrasi ratusan ribu pekerja di depan istana dan depan Gedung DPR, akhirnya UUD BPJS disahkan DPR November 2011 dan dijalankan Januari 2014.
Hal tersebut, ungkap Rizal Ramli, adalah kerjasama buruh, intelektual dan anggota-anggota DPR progresif yang berhasil mendorong pemerintah untuk meningkatkan kesejahteran buruh dan rakyat Indonesia.
Sayangnya, lanjut Rizal Ramli, pemerintah saat itu setengah hati mendukung BPJS. Menteri Keuangan pemerintah saat itu hanya mengalokasikan Rp.4 Triliun untuk modal BPJS. Struktur iuran BPJS juga sangat minimal, karyawan bayar 1 % dan perusahaan bayar 4%.
Sejak berdirinya, tulis Rizal Ramli, BPJS memang “dirancang” untuk “gagal Finansial” dengan modal dan iuran sangat minimal.
Rizal Ramli menerangkan, Sistem social security Singapura, The Central Provident Fund (CPF), iuran perusahaan sekitar 13% dan iuran pekerja 6 hingga 8 %.
Itulah, lanjut Rizal Ramli, yang menjelaskan CPF bisa menjadi lembaga keuangan yang sangat besar di Singapura, sehingga dapat ikut membiayai berbagai kegiatan yang menguntungkan pekerja. CPF sekaligus berfungsi sebagai instrumen “Counter Cyclical Macro Economic Policy”.
Sedangkan di Indonesia, menurut Rizal Ramli, dari sejak UU BPJS dan pelaksanaanya mulai januari 2014, pemerintah “Setengah- Hati“ mendukung BPJS dengan modal awal sangat kecil (Rp.4 Triliun), dan struktur iuran yang sangat minimal. Dengan kata lain secara keuangan, BPJS memang “doomed to Fail”, “dirancang” untuk bermasalah.
Rizal Ramli kembali menyayangkan, bahwa solusi yang di berikan oleh pemerintah saat ini juga hanya bersifat temporer, “solusi tensoplast”, atau tambal sulam (ambil uang cukai rokok), tapi pemerintah tidak mampu memberikan solusi yang komprehensif dan berjangka panjang.
Untuk itu, DR. Rizal Ramli, Ir. Said Iqbal dan serikat-serikat pekerja Indonesia menyarankan solusi komprehensif untuk selesaikan masalah keuangan BPJS, yakni :
1. BPJS adalah salah satu instrumen penting untuk pelaksanaan UUD 1945, yaitu peningkatan kesejahteraan rakyat.
2. Untuk itu struktur keuangan BPJS harus diperkuat dengan :
a). Tambahan suntikan modal sebesar Rp.20 Triliun.
b). Perubahan struktur iuran BPJS menjasi 2% dari pekerja dan 6% dari korporasi. Besarnya iuran pekerja supaya bisa di-segmentasi berdasarkan pendapatan pekerja. Untuk pendapatan dibawah UMR, iuran sangat minimum.
3. Untuk penyakit-penyakit kronis/terminal, struktur pengeluaran harus disesuaikan dengan pendapatan pasien. Misalnya pengeluaran BPJS untuk penyakit terbesar untuk sakit jantung (Rp.6,67 Triliun) atau 52% Januari–Agustus 2018. Penyakit jantung sebagian besar diderita golongan menengah ke atas, sebaiknya ada ‘’top-up charges” (biaya tambahan untuk mereka.
4. Harus diakui sistem pelayanan BPJS sangat lamban, birokratis, dan bertele-tele. Harus ada upaya untuk memperbaiki kualitas pelayanan BPJS. Teknologi sistem informasi bukan untuk mempersulit dan memperuwet pelayanan, tetapi justru untuk menyederhanakan dan mempermudah pelayanan BPJS untuk masyarakat.
“Kepada serikat-serikat pekerja, Intelektual- Intelektual progresif, DPR kami himbau untuk kembali membujuk, melobby, dan menekan pemerintah agar memperbaiki sistem BPJS secara komprehensif, dan bukan menggunakan cara-cara ‘tensoplast’,” pungkas Rizal Ramli. (rr1-ams/dm1)
Sab Nov 17 , 2018
DM1.CO.ID, BOALEMO: Bupati Boalemo H. Darwis Moridu menyempatkan diri menghadiri Rapat Koordinasi dan Sarasehan Nasional Kemaritiman, yang diselenggarakan di Hotel Nagoya Plasa, Batam, pada Jumat (16/11/2018) . Kegiatan yang digagas oleh Asosiasi Pemerintah Daerah Kepulauan dan Pesisir Seluruh Indonesia (Apeksindo) tahun 2018 itu, mengambil tema tentang prospek penataan potensi kemaritiman Indonesia […]