Presidential Threshold, Perampok pun Bisa Jadi Presiden

Bagikan dengan:

perspektif

 

Pempred DM1
Pempred DM1

SAAT ini, DPR-RI sedang menggodok draft Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu. Dan dalam pembahasannya, ada usulan agar ambang batas pengajuan presiden (Presidential Threshold) NOL persen.

Dan jika usulan itu disetujui, maka sungguh sangat bermanfaat bagi kemajuan demokrasi di negeri ini. Sebab, seluruh partai politik peserta Pemilu dapat mengajukan pasangan calon presiden.

Dan jika itu terjadi, maka diyakini rakyat Indonesia sangat berpeluang bisa mendapatkan pemimpin (presiden) yang benar-benar berpihak kepada kepentingan rakyat, bukan kepentingan kelompok atau golongan tertentu saja.

Sekadar untuk jadi bahan renungan bagi seluruh rakyat Indonesia, bahwa “pintu masuk pertama” para penjahat (perampok, pencuri, dan para penjahat kakap lainnya, termasuk koruptor) untuk menguras habis isi kekayaan di negeri ini, adalah terletak atau berada di pintu yang bernama “UU Pemilu”.

Jika UU Pemilu “rapuh”, maka tentu sangat mudah “dijebol” oleh penjahat, sehingga pencuri dan perampok serta koruptor pun bisa terpilih menjadi seorang Presiden atau Kepala Negara di negeri ini. Dan itu memang telah terjadi sejak diberlakukannya sistem Presidential Threshold (PT) pada Pemilu (Pilpres) yang lalu.

Bayangkan saja, sistem Presidential Threshold yang diberlakukan dalam UU Pemilu, itu adalah ibarat “Rumah Makan” yang tidak memberikan kesempatan kepada kita untuk dapat memilih menu makanan sesuai selera kita, tetapi hanya menurut selera pemilik rumah makan tersebut. Enak atau tidak enak harus ditelan, juga ada racun atau tidak harus tetap diteguk! Itu pemaksaan namanya!

Sistem Presidential Threshold nampaknya memang sengaja sudah dirancang untuk hanya dimenangi oleh parpol-parpol “pemilik modal besar”. Dan memang di situlah kunci masuknya parpol-parpol pemilik modal (uang) besar untuk lolos masuk ke ambang batas pengajuan calon presiden.

Artinya, Presidential Threshold sangat mudah “dijebol”, yakni cukup dengan memajukan calon-calon legislatif yang siap melakukan “perang kekuatan modal” berupa uang “segudang” untuk memenangi kursi di DPR. Sebab, hanya dengan begitu, parpol-parpol yang berhasil mendapatkan kursi terbanyak di DPR yang dinyatakan bisa memajukan calon presiden.

Sistem seperti ini, tanpa melibatkan analisis tajam pun bisa disimpulkan, bahwa Presidential Threshold sesungguhnya adalah sebuah cara “lain untuk membeli” kekuasaan, yakni cukup dengan hanya fokus “memburu” kursi di DPR sebanyak-banyak, maka syarat untuk memajukan calon presiden pun bisa teratasi. Ini persis sama dengan cara yang dilakukan para parpol besar lainnya yang dapat dengan mudahnya lolos dari verifikasi faktual sebagai parpol peserta pemilu.

Olehnya itu, rakyat Indonesia jangan lagi mau dibohongi dengan UU Pemilu yang menerapkan sistem Presidential Threshold. Sebab kenyataannya, justru sistem ini yang dapat memberi peluang kepada perampok dan koruptor untuk mudah menjadi seorang presiden.

Tidak masalah jika seluruh parpol peserta Pemilu diberi hak untuk memajukan calon presiden, sebab hanya dengan begitu yang dapat memperkecil peluang perampok dan koruptor untuk jadi presiden.

Bagikan dengan:

Muis Syam

2,061 views

Next Post

OJK: Konsolidasi Akan Hapuskan Lima Bank Umum

Sab Jan 14 , 2017
DM1.CO.ID, Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan menyatakan pada rencana awal 2017 ini, jumlah bank umum akan berkurang setidaknya lima entitas dari total 118 bank umum, sehingga diharapkan industri perbankan akan lebih efisien dan memiliki modal yang kuat setelah konsolidasi.