DM1.CO.ID, JAKARTA: Sri Mulyani Indrawati selaku Menteri Keuangan (Menkeu), pada Rabu (31 Juli 2024) di Istana Kepresidenan, menyampaikan laporan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) tentang Sistem Inti Administrasi Perpajakan (SIAP).
Menurut laporan Sri Mulyani, SIAP atau Core Tax Administration System (CTAS) ini, ditargetkan akan diterapkan atau diluncurkan pada sekitar Desember 2024.
Sri Mulyani mengungkapkan, pelaksanaan sistem perpajakan baru ini, juga sudah dilaporkan kepada Presiden Jokowi sebagai tindak lanjut Peraturan Presiden (Perpres) 40 Tahun 2019.
“Hari ini kami laporkan ke Presiden mengenai kemajuan dan rencana soft-launching dari core-tax system yang diharapkan bisa selesai sampai dengan tahun ini, sekitar Desember,” ungkap Sri Mulyani, Rabu (31 Juli 2024) di Istana Negara.
Dalam laporannya, Sri Mulyani menyebutkan, penerapan sistem inti perpajakan baru ini diharapkan agar DJP (Direktorat Jenderal Pajak) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mampu meningkatkan kemampuan basis informasi teknologi dan data.
Core-tax, kata Sri Mulyani, adalah bagian dari reformasi pajak yang bertujuan untuk meningkatkan sistem yang ada saat ini. Dengan adanya sistem baru ini, maka akan makin memudahkan wajib pajak, sebab dalam melaksanakan kewajiban perpajakan sudah otomatis dan digital.
Salah satunya, lanjut Sri Mulyani, adalah cara pelaporan SPT yang saat ini dilakukan mandiri melalui website pajak, itu nantinya akan otomatis dengan core-tax. Dengan demikian, ini dapat membantu para wajib pajak karena tak perlu lagi lapor SPT sendiri.
Sri Mulyani menjelaskan, pada dasarnya core-tax akan meningkatkan otomatisasi dan digitalisasi seluruh layanan administrasi perpajakan. “Di mana wajib pajak bisa lakukan layanan mandiri dan pengisian SPT bersifat otomatis, dan transparansi akun wajib pajak akan meningkat,” ujar Ani (sapaan akrab Sri Mulyani).
Ani menerangkan, melalui sistem ini wajib pajak akan bisa mengakses layanan mandiri dan pengisian SPT secara otomatis, sehingga transparansi akun pun akan meningkat.
Wajib pajak, lanjut Ani, bisa melihat ulasan dari seluruh informasi perpajakan mereka. Di sisi lain, DJP akan memiliki data yang lebih kredibel dan terintegrasi.
“Ini akan menyebabkan compliance dan kepatuhan wajib pajak menjadi jauh lebih baik dan mudah, dan meningkatkan tax ratio bagi penerimaan pajak negara,” ucap Ani seraya berharap, dengan adanya perbaikan sistem inti perpajakan, rasio perpajakan akan meningkat hingga 1,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
Ani menegaskan, tax ratio yang berasal dari perbaikan organisasi dan administrasi serta IT sistem, bisa memberi kontribusi hingga 1,5 persen dari GDP. “Dan dari perbaikan policy maupun regulasi bisa memberikan hingga 3,5 persen dari GDP. Jadi potensi bisa sekitar 5 persen dari GDP,” beber Ani.
Sementara itu Dwi Astuti selaku Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu, sebelumnya mengatakan, meski core-tax diimplementasikan, namun kewajiban pelaporan SPT akan tetap ada. Hal ini sejalan dengan Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Hanya saja, lanjut Dwi Astuti, ada perbedaan dengan saat ini. Saat ini dalam pelaporan SPT terdapat dua tahapan utama, yakni persiapan dan penyampaian. Dalam persiapan, wajib pajak perlu menyiapkan dokumen seperti faktur pajak hingga bukti potong.
Sementara dalam penyampaian SPT secara elektronik, kata Dwi Astuti, itu dilakukan melalui Portal Wajib Pajak DJP atau Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP). Sedangkan, penyampaian SPT melalui CTAS disebut prepopulated.
Prepopulated merupakan metode pengisian dalam memberikan kemudahan bagi wajib pajak dalam pengisian SPT Tahunan, di mana data pemotongan dan/atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga (pemungut pajak) secara otomatis tersaji dalam konsep SPT Tahunan Wajib Pajak yang diisi secara elektronik (e-filing).
“Berdasar data yang telah tersaji tersebut, Wajib Pajak tinggal mengonfirmasi kebenarannya. Dengan demikian, pengisian SPT Tahunan bisa dilakukan dengan lebih cepat, mudah, dan akurat,” tandas Dwi.
Prepopulated telah diterapkan sejak beberapa tahun yang lalu, namun cakupannya baru terbatas pada Bukti Potong 1721 A1 dan 1721 A2. Ke depan, DJP berencana memperluas cakupannya sehingga akan makin memudahkan pengisian SPT Tahunan.
Selain itu, saat ini memang sudah ada wajib pajak yang tak perlu lapor SPT Tahunan sesuai dengan PMK 243 Tahun 2014, yakni:
- Wajib Pajak yang penghasilannya selama satu tahun di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
- Wajib Pajak tertentu yang memang dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT.
- Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan kegiatan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas. (dbs/dm1)