“Nasib Bupati Darwis Moridu di Ujung Tanduk?”

Bagikan dengan:

DM1.CO.ID, BOALEMO|EDITORIAL: Tiga tahun lebih memimpin Kabupaten Boalemo, Darwis Moridu dan Anas Yusuf yang memenangkan perhelatan Pilkada Kabupaten Boalemo pada tahun 2017, dengan julukan pasangan “Damai= Darwis Moridu Anas Jusuf”.

Namun euforia kemenangan pasangan Damai itu terasa sangat cepat meredup, seiring  kepemimpinan pemerintahan Darwis Moridu selaku bupati, setapak demi setapak mulai memunculkan sejumlah permasalahan yang menumpuk dan banyak tak kunjung selesai hingga sekarang.

Dari masalah mutasi dan non job yang dinilai tidak efektif dan ugal-ugalan; kerap memuntahkan kalimat-kalimat bermuatan emosional di hadapan publik; masalah dugaan perusakan hutan Mangrove. Dan Darwis Moridu pun kini diperhadapkan dengan “Kapilu” (Kasus Pidana Masa Lalu) yang terpaksa kembali terproses setelah SP3 dicabut oleh pihak Pengadilan Negeri (PN) Tilamuta, yakni kasus penganiayaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia pada sepuluh tahun silam.

Segudang masalah itulah yang membuat tidak sedikit masyarakat, baik skala lokal Boalemo maupun secara Provinsi Gorontalo pada umumnya menjadi resah dan gerah dengan “perilaku” sang bupati yang seakan bangga dengan ijazah Paket C itu hingga pernah bermasalah dengan organisasi sarjana di daerah setempat.

Kegerahan masyarakat itu bahkan kini memuncak menjadi rasa memuakkan terhadap sikap dan polah-tingkah kepemimpinan Darwis Moridu, yang boleh dikata sangat dan super-arogan dengan memandang semua orang-orang Gorontalo di ujung kukunya. Intinya, sangat banyak tindakannya dirasakan oleh masyarakat tidak lagi sesuai dengan slogan Boalemo yang “Damai Bertasbih”. Artinya, tidak sedikit masyarakat sekarang ini sungguh sangat merasa telah kehilangan suasana kedamaian.

Sehingga masyarakat itu (yang dimotori sejumlah LSM dan aktivis, serta mahasiswa) kini bertekad mendesak aparat penegak hukum (Polda, Kejaksaan dan Pengadilan) agar segera dengan serius menyeret Darwis Moridu dalam kasus penganiayaan tersebut hingga benar-benar rampung dan tuntas.

Kasus penganiayaan itu sendiri sempat tercium oleh LSM dan aktivis tentang kemungkinan adanya upaya-upaya untuk memetieskan perkara pidana tersebut. Yakni, pada pemeriksaan berkas yang sempat mengalami proses bolak-balik (dari Polda ke ke Kejaksaan Tinggi Gorontalo) yang dianggap begitu lama prosesnya.

Namun kini, masyarakat (LSM, para aktivis dan sejumlah mahasiswa) yang gerah itu benar-benar tak ingin kecolongan. Mereka rela siang dan malam terus mengawasi perkembangan proses berkas kasus yang telah menetapkan Darwis Moridu sebagai tersangka tersebut.

Mereka (para LSM, aktivis dan mahasiswa) mengaku bukan lagi mendalami dan mengkaji masalahnya. Sebab, masalahnya sudah jelas, yakni Darwis Moridu adalah tersangka. Dan persoalan sekarang, menurut mereka, adalah aparat hukum jangan sampai mau disuap oleh Darwis Moridu. Dan jika itu terjadi, maka aparat hukum berarti ikut melakukan tindakan pidana, dan juga senang jika masyarakat terus berada dalam suasana yang jauh dari kedamaian!

Para LSM, aktivis dan mahasiswa yang sudah berkali-kali menggelar aksi unjuk-rasa itu, saat ini mengetahui, bahwa kasus penganiayaan tersebut sudah masuk pada proses kelengkapan berkas, dan Darwis Moridu selaku tersangka saat ini akan segera dilimpahkan ke tahap dua untuk proses penuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Gorontalo.

Dan sepertinya, Darwis Moridu yang pernah melontarkan “ujung kuku” itu, malah seolah ia kini yang berada di “ujung tanduk”. Terlebih lagi pihak Polda Gorontalo, dalam hal ini pihak penyidik, diketahui sudah siap “lahir batin” untuk melimpahkan barang bukti sekaligus menyerahkan tersangka Darwis Moridu alias Ka’ Daru ke proses penuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum atau tahap dua.

Namun perkembangan pekan kemarin, pihak JPU Kejati Gorontalo malah berdalih masih menunggu fatwa dari MA (Mahkamah Agung). Menurut pihak Kejati,  fatwa itu dibutuhkan untuk proses persidangannya nanti.

Pihak Kejati Gorontalo berpandangan, jika proses persidangan dilangsungkan di Pengadilan Negeri Tilamuta-Boalemo, maka dikhawatirkan akan terjadi kericuhan massa antara pro dan kontra.

Nampaknya pihak Kejati Gorontalo mengambil pengalaman yang terjadi di tahun kemarin. Yakni, saat Darwis Moridu sebagai terdakwa sempat marah-marah di hadapan Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Tilamuta-Boalemo saat proses persidangan atas kasus dugaan pencemaran nama baik, hingga ketika itu Darwis sempat dijatuhi vonis 2 bulan penjara dengan 6 bulan hukuman percobaan.

Terkait fatwa dari MA yang notabene masih ditunggu oleh pihak Kejati itu, diungkap oleh beberapa aktivis, LSM dan mahasiswa Provinsi Gorontalo di antaranya Paris Djafar, Anton Abdulah, Charles Ishak, Kamarudin Kasim, Fian Hamzah, dan kawan-kawan yang mengawal kasus penganiayaan tersangka Darwis Moridu tersebut. Bahwa, sebetulnya fatwa itu sudah keluar.

“Rekan kami sudah mengecek fatwa tersebut ke Mahkamah Agung. Dan statusnya sudah terkirim. Maka dari itu kami harap kasus ini minggu depan (minggu ketiga Agustus 2020) harus sudah masuk pada proses tahap dua, dan persidangan untuk mendapatkan kepastian hukum. Dan tentunya demi menegakkan keadilan hukum di Provinsi Gorontalo,” demikian di antara para LSM dan aktivis itu membeberkan terkait fatwa MA tersebut, dan diiyakan oleh rekan-rekan mereka lainnya.

Jika demikian adanya, maka kita harus menunggu untuk menyambut datangnya suasana kedamaian di bumi Damai Bertasbih. Semoga!

(red-dm1)

Bagikan dengan:

Muis Syam

45,325 views

Next Post

HUT RI ke-75, Misranda Nalole: Merdeka Itu Bebas dari Masalah Kesehatan

Ming Agu 16 , 2020
DM1.CO.ID, GORONTALO: Pada momen perayaan peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia ke-75 (17 Agustus 1945), tingkat Provinsi Gorontalo tahun 2020 ini, Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo ikut berpartisipasi dalam penilaian Lomba Pemanfaatan Pekarangan Pangan Keluarga.