Minta Darwis Moridu Dihukum Penjara, Amara-PH: Ahok juga Pejabat Publik tapi Divonis Penjara

Bagikan dengan:

DM1.CO.ID, GORONTALO: Sidang keenam kasus penganiayaan terdakwa Darwis Moridu (Bupati Boalemo), pada Selasa (20 Oktober 2020), memasuki tahapan pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), di Pengadilan Negeri (PN) Gorontalo.

Pada sidang tersebut, terdakwa dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan, yang mengakibatkan korban luka berat (meski akhirnya harus meninggal dunia).

Atas penilaian yang memenuhi Pasal 351 Ayat 2 itu, JPU pun menjatuhkan tuntutan hukuman kepada terdakwa, yakni pidana penjara selama satu tahun dengan masa percobaan dua tahun.

Tuntutan JPU pada sidang keenam tersebut, ternyata dianggap amat mengecewakan karena dinilai sangat tidak memenuhi rasa keadilan oleh banyak kalangan. Salah satunya oleh para aktivis yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa dan Rakyat Peduli Hukum (Amara-PH) Provinsi Gorontalo.

Padahal sehari sebelum dilaksanakannya sidang keenam, atau pada Senin (19 Oktober 2020), para aktivis Amara-PH telah menggelar aksi unjuk-rasa di depan Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Gorontalo, dengan maksud memberi dukungan moril kepada JPU agar tidak segan-segan menuntut sanksi hukum setimpal kepada terdakwa Darwis Moridu.

Bahkan di depan Kantor PN Gorontalo sesaat jelang dilangsungkannya sidang keenam tersebut, para aktivis Amara-PH kembali menggelar unjuk-rasa untuk kesepuluh kalinya, guna memberi motivasi kepada pihak penegak hukum agar terdakwa Darwis Moridu dapat dihukum seberat-beratnya.

Sebab jika tidak, menurut massa aksi Amara-PH, maka boleh jadi memang betul pernyataan Darwis Moridu (dalam rekaman audio) yang memandang bahwa seluruh masyarakat Gorontalo (termasuk aparat penegak hukum), berada di ujung kukunya.

Mengetahui tuntutan dari JPU seperti itu, koordinator aksi Amara-PH, Fian Hamzah didampingi Pungky Yusuf selaku Ketua LSM Bongkar, mengaku kecewa dengan JPU yang hanya menuntut ringan terdakwa dengan hukuman penjara satu tahun dengan masa percobaan dua tahun.

Selaku koordinator aksi massa Amara-PH, Fian Hamzah pun mengaku menaruh curiga kepada para JPU yang menangani perkara Darwis Moridu tersebut.

Kecurigaan tersebut bukan tanpa alasan, Fian dalam orasinya mengaku telah mendapat informasi bahwa ada oknum jaksa yang melakukan pertemuan dengan sejumlah orang suruhan terdakwa.

“Jangan-jangan, informasi itu benar sehingga penuntutannya hari ini kami anggap tidak sesuai dengan perlakuan (perbuatan pidana) terdakwa,” ujar Fian.

Fian yang didampingi Aldi Ibura selaku Presiden BEM UNG bersama Sandi S. Mobi sebagai Presiden BEM STMIK Ichsan, mewanti-wanti JPU dan pihak pengadilan agar tidak “cenderung berniat” menjatuhkan hukuman ringan (percobaan), dengan alasan karena terdakwa Darwis Moridu adalah pejabat publik.

Menurut Fian, Ahok juga pejabat publik, tetapi dalam kasus penistaan agama pada 2017 silam, meski JPU hanya sempat menjatuhkan tuntutan 1 tahun penjara dengan masa percobaan 2 tahun, namun pada akhirnya Ahok dijatuhi vonis penjara 2 tahun.

Dan itu, menurut Fian, adalah sebagai bukti perbandingan bahwa alasan sebagai pejabat publik tidak bisa dijadikan pertimbangan dalam mengambil keputusan hukum terhadap seorang pejabat, sebab semua warga negara harus diperlakukan sama di hadapan hukum.

Olehnya itu dengan menaruh simpatik dan harapan kepada Majelis Hakim, para aktivis Amara-PH pun meminta semoga vonis hukuman terhadap terdakwa juga wajib dilakukan secara kurungan badan (penjara), sebab JPU telah menyatakan bahwa terdakwa dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan berat. (kab/dm1)

Bagikan dengan:

Muis Syam

23,900 views

Next Post

Jika Somasi Diabaikan, Kubu SBM akan Menyeret Bawaslu Koltim ke Proses Hukum

Sel Okt 20 , 2020
DM1.CO.ID, KOLAKA TIMUR: Sikap Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Kolaka Timur (Koltim), Sulawesi Tenggara, belakangan ini kerap menuai kritikan. Utamanya, terkait sikap Bawaslu Koltim dalam mengeluarkan keputusan pleno terhadap laporan dugaan pelanggaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020.