DM1.CO.ID, BOALEMO: Di Gorontalo, terdapat upacara perayaan yang dilakukan setiap hari Maulid Nabi Muhammad SAW, yang dinamai Walima. Walima sendiri sudah menjadi tradisi tua umat Muslim khusus di Gorontalo, yakni sejak masa kerajaan-kerajaan Islam di tanah air.
Jelang pelaksanaan Walima, masyarakat lebih dulu menyiapkan dan membuat berbagai jenis kue tradisional. Seperti Kolombengi, Buludeli, Wapili, Curuti dan lain-lain. Kue-kue tersebut lalu diisi ke dalam “Tolangga”.
Tolangga adalah suatu wadah, umumnya terbuat dari kayu atau bambu yang dibentuk rangka dengan berbagai ukuran menyerupai bangunan, seperti masjid, rumah, menara, dan sebagainya, dengan berbagai hiasan kertas berwarna-warni.
Jika Tolangga dipastikan telah disiapkan dan tersedia di rumah-rumah warga, maka upacara Walima pun mulai digelar di masjid, yang diawali dengan “dikili”, yaitu menyuarakan alunan zikir sepanjang malam hingga pagi hari disertai lantunan kisah-kisah Nabiullah Muhammad SAW.
Peserta dikili dilantunkan oleh imam, ulama, ibu-ibu majelis taklim atau mereka yang telah ditunjuk oleh panitia dikili. Sementara warga yang tidak menjadi peserta dikili, diimbau agar dapat terlibat menyediakan hidangan ala kadarnya seperti teh, kopi, kue dan bubur ayam, atau sajian yang sekadar untuk mengurangi rasa kantuk peserta dikili.
Jelang dikili usai dilaksanakan sekitar pukul sembilan pagi, Tolangga pun mulai diarak ke masjid yang telah dipadati warga. Dan setelah Tolangga beserta isinya telah dibacakan doa, maka warga pun mulai melakukan aksi berebut kue-kue yang ada di Tolangga tersebut secara tertib. Tetapi, aksi itu hanya diperbolehkan terjadi seusai sejumlah Tolangga diberikan kepada para imam, ulama, pegawai syarak, dan tokoh-tokoh masyarakat yang mengikuti dikili itu.
Beberapa tahun yang lalu setiap upacara Walima pada perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW, keberadaan Tolangga masih terlihat di Desa Pangeya, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo.
Namun pada Walima kali ini di Masjid al-Khatam, Desa Pangeya, Senin (24/11/2019), jumlah Tolangga yang ada hanya hitungan jari, selebihnya terlihat banyak keranjang plastik atau yang terbuat dari anyaman bambu, juga terlihat baskom serta ember yang dililit kertas hias warna-warni hasil kreasi warga.
Begitupun dengan isi Tolangga, kini tidak lagi mesti kue-kue tradisional, melainkan juga diisi dengan minuman dan makanan ringan serta bahan-bahan kebutuhan dapur lainnya.
Sejumlah warga Pangeya mengaku, digunakannya keranjang sebagai pengganti fungsi Tolangga adalah hanya agar lebih efektif dan efisien. Sebab, menurut mereka, Tolangga hanya bisa dipakai setahun sekali jika bisa dirawat, namun lebih banyak yang rusak setelah digunakan.
Dipilihnya keranjang atau baskom sebagai pengganti Tolangga, menurut sejumlah warga Desa Pangeya, adalah karena dianggap lebih praktis, efektif dan efisien. “Membuat tolangga termasuk sulit, dan hanya dipakai sekali setahun. Sedangkan keranjang dan baskomnya bisa dipakai setiap kapan saja,” ujar warga Pangeya.
Dari pengamatan langsung Wartawan DM1 saat tradisi Walima ini digelar di Masjid al-Khatam di Desa Pangeya, ditemui tak sedikit warga mengaku bertambah antusias untuk tidak hanya mendapatkan kue-kue, minuman (soft-drink) dan bahan-bahan dapur saja, tetapi juga berharap bisa mendapatkan wadahnya sekalian, baik keranjang maupun baskom. (nur/dm1)
Oleh: Abdul Muis Syam DM1.CO.ID, OPINI: Gong Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Gorontalo telah ditabuh, ditandai dengan diluncurkannya tahapan Pilkada oleh KPU setempat, pada Sabtu (2/11/2019), di Taman Budaya Limboto.