DM1.CO.ID, JAKARTA (EDITORIAL): Pada 9 Desember 2019 besok, penghuni jagat ini memperingati Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia). Dan tahun ini adalah peringatan ke-16 sejak 2003.
Penetapan Hakordia ini dilahirkan dari resolusi 58/4 melalui Sidang Umum PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa) pada 31 Oktober 2003, yang kala itu mendesak semua negara dan organisasi-organisasi regional yang kompeten menyangkut integrasi ekonomi, agar menanda-tangani dan men-sahkan Konvensi PBB melawan Korupsi (UNCAC: United Nations Convention against Corruption). Dan 133 negara pun menyepakati konvensi tersebut.
UNCAC merupakan instrumen anti-korupsi pertama yang mengikat secara hukum internasional, yang memberikan kesempatan bagi adanya suatu respons global perlawanan terhadap tindakan korupsi. Untuk menyamakan “langkah”, dibuat logo text yang bertuliskan: “CORRUPTION your NO counts”.
Khusus di Indonesia, jelang peringatan Hakordia tahun ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jauh-jauh hari ternyata telah mempersiapkan banyak kegiatan bersifat “seremoni” yang boleh dikata sangat meriah. Dan kegiatan tersebut dilangsungkan selama 8 hari, yakni dari Jumat ke Jumat (6-13 Desember 2019).
Adapun acara-acara yang dituangkan sebagai kemeriahan Hari Anti Korupsi Sedunia oleh KPK dengan penuh semangat itu adalah:
1. Workshop Komunitas Antikorupsi “Sinergi dalam Pemberantasan Korupsi”
2. Festival SAKSI 2019
3. Apresiasi Jurnalis Lawan Korupsi
4. Screening ACFFest 2019
5. Malam Penghargaan ACFFest 2019 & Dongeng Kebangsaan
6. Pembukaan Hari Antikorupsi Sedunia 2019
7. Refleksi Tahunan JAGA
8. Festival Digital Media Pemerintah
9. Lelang Eksekusi Barang Rampasan
10. Workshop Stakeholder Antikorupsi
11. Seminar: Komitmen Antikorupsi Untuk Investasi Yang Lebih Baik
12. Diskusi Terfokus: Kajian KPK terkait Sistem Integritas Partai Politik (SIPP) dan Skema Pendanaan Parpol
13. Temu Aksi Nasional Penyuluh Antikorupsi
14. Temu Konsolidasi Komite Advokasi Daerah (KAD) Se-Indonesia.
Jika diamati kegiatan-kegiatan tersebut, tampaknya sangat sulit menunjuk satu kegiatan yang bisa disebut sebagai cerminan keistimewaan atau “legacy” hebat yang telah ditunaikan oleh KPK selama ini.
“Warna” yang sangat nampak dari rentetan acara atau kegiatan tersebut, justru hanya bagai sebuah acara yang bernuansa “pelepasan” akhir masa jabatan para komisioner KPK yang akan berakhir pada 21 Desember 2019 ini. Sehingga, momen peringatan Hakordia yang kali ini akan dihadiri Presiden Jokowi itu, sepertinya hanya sebatas untuk “menghabiskan” sisa anggaran di ujung tahun.
Dan kemeriahan memperingati Hakordia, ternyata tak hanya “dipertontonkan” oleh pihak KPK, melainkan juga “dipamerkan” oleh hampir seluruh kementerian serta instansi pemerintahan di daerah-daerah. Ada yang menggelar lomba-lomba, seperti jalan sehat, senam, dan lain sebagainya. Dan kesemuanya tentu membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Contohnya peringatan Hakordia di Semarang, hadiah sayembara stiker total Rp.12 Juta untuk 3 pemenang, dan hadiah kompetisi Vlog sebesar Rp.20 Juta untuk 3 pemenang.
Sungguh sangatlah parah, apabila panitia Peringatan Hakordia yang begitu sengaja membuat acaranya jadi “mewah dan meriah”, ternyata di baliknya hanya terselip motivasi untuk dapat meraup “untung” dari setiap item kegiatan.
Seharusnya, setiap peringatan Hari Anti korupsi Sedunia ini bisa dijadikan sebagai momen besar bagi KPK untuk (cukup) menggelar pidato resmi dengan mengekspos seluruh kasus di hadapan Pers, bukan dengan memperbanyak acara seremoni seperti festival, talk-show, seminar, lomba-lomba dan lain sebagainya.
Menyelenggarakan hal-hal yang bernuansa seremoni seperti itu, dipastikan hanya menghabiskan waktu dan energi yang tidak sedikit. Kado terindah yang seharusnya KPK persembahkan di Hari Anti Korupsi Sedunia ini, yaitu menindaklanjuti dengan langkah cepat seluruh indikasi perbuatan korupsi, yang informasinya telah berserakan di mana-mana dan telah menjadi rahasia umum.
Artinya, kalau saja KPK memang serius ingin menunaikan tugasnya agar benar-benar bisa sedikit mudah memberantas korupsi, maka cukup langsung menyerap informasi yang bertebaran di media-media sosial maupun di media-media pemberitaan online yang disuarakan oleh pihak-pihak yang berkompeten atau yang layak dipercaya. Kejarlah informasi itu dengan waktu secara efektif untuk mengumpulkan data-data guna memunculkan bukti-bukti yang dibutuhkan.
Sejauh ini, publik telah banyak mengevaluasi kinerja KPK, bahwa sesungguhnya sangat banyak informasi dan suara-suara yang kerap “dilempar” ke publik tentang adanya indikasi korupsi yang masif dan terstruktur dilakukan oleh oknum-oknum tertentu. Bahkan, tak sedikit pihak yang dengan sengaja menyempatkan waktu berkunjung ke Gedung KPK hanya untuk memasukkan dokumen-dokumen (laporan) tentang dugaan kuat terjadinya korupsi. Sayangnya, KPK cuma lebih banyak diam sejuta bahasa, dan sangat sulit melakukan upaya yang dapat mengerucut kepada penuntasan prosesnya sebagaimana yang diharapkan.
Seorang tokoh nasional sekaligus sosok pergerakan perubahan, Dr. Rizal Ramli, sejak dulu dan hingga kini tak henti-hentinya bersuara lantang dengan memberikan informasi “keberadaan titik-titik” penyimpangan dan penyelewengan yang berbau korupsi.
Seharusnya, KPK mampu membangun kerja sama dengan orang seperti Rizal Ramli guna membongkar dan menuntaskan berbagai kasus korupsi besar di negeri ini. Seperti kasus BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia), skandal kasus dana talangan Bank Century, serta potensi kerugian negara yang nyaris Rp.10 Triliun akibat impor beras ugal-ugalan 2017-2018.
Dengan akan berakhirnya masa tugas KPK pada periode ini, maka bisa dipastikan harapan besar publik untuk selesainya skandal kasus-kasus besar yang sudah sangat lama mengendap itu, kini untuk sementara kembali “lenyap” dan terlewati.
Terlebih, KPK akhir-akhir ini nampak sangat jelas lebih cenderung menumpahkan energi dan waktunya hanya untuk menyukseskan peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia, membuat harapan penuntasan kasus korupsi besar pun hanya tinggal cerita.
Padahal, tujuan dibentuknya KPK adalah untuk memburu koruptor besar dengan sasaran menyelamatkan kerugian negara puluhan dan bahkan ratusan triliun. Lalu saat ini, mengapa kasus itu tidak bisa dituntaskan? Entahlah!
Yang jelas, pergantian komisioner dari satu periode ke periode berikutnya, sangat terkesan hanyalah melahirkan kesuksesan para pencari kerja dengan memanfaatkan KPK sebagai lapak mencari kedudukan dan jabatan, bukan untuk benar-benar menyelamatkan negeri ini dari kejahatan para koruptor kelas kakap.
Seharusnya, KPK hari ini tidak perlu terlalu fokus kepada Hakordia tanggal 9 Desember, sebab diyakini hanya menghabis-habiskan anggaran untuk penyelenggaraan peringatannya. Cukup perhatikan dan tindak-lanjuti saja suara-suara perjuangan pemberantasan korupsi dari tokoh nasional, Rizal Ramli, yang kebetulan lahir di bulan Desember, sehari sesudah hari Anti Korupsi Sedunia, yakni pada 10 Desember.
Rasa bangga KPK memperingati Hakordia 2019, terlihat dari akun twitter @KPK_RI pada 6 Desember 2019 men-tweet: “Jelang peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia atau Hakordia yang diperingati setiap tanggal 9 Desember, KPK mengajak segenap pemangku kepentingan hingga masyarakat umum untuk ikut ambil bagian. Tema peringatan Hakordia 2019 adalah “Bersama Melawan Korupsi Mewujudkan Indonesia Maju””.
Tweet KPK itupun langsung dikomentari oleh Rizal Ramli melalui akun twitter-nya @RamliRizal: ” Aah.. jangan slogan doang. Cape deh @KPK_RI Tangkap dong pelaku impor ugal2an yg rugikan negara 8-10 Triliun, belum termasuk kerugian petani, lebih besar dari kasus Century !!
Akhirnya, kita sepertinya hanya lebih patut memberi ucapan selamat kepada Doktor Rizal Ramli pada peringatan hari lahirnya 10 Desember, dibanding harus “memaksakan” diri mengucapkan selamat Hari Anti Korupsi Sedunia 9 Desember. Sebab, pada kenyataannya memang Rizal Ramli yang nampak lebih nyaring dan tajam menyuarakan upaya-upaya pemberantasan Korupsi dibanding KPK itu sendiri. (ams/dm1)
——
(Ulasan Editorial ini dibuat oleh tim redaksi. Selain merupakan kondisi aktual, materi ini juga dikombinasikan dengan opini yang dilahirkan oleh Abdul Muis Syam selaku pengamat independen dan aktivis penegak kedaulatan rakyat)