DM1.CO.ID, JAKARTA: Ketua KPU, Arief Budiman menegaskan, KPU tetap membuat Peraturan KPU (PKPU) yang melarang mantan napi koruptor untuk ikut pemilihan legislatif.
Terkait adanya pro-kontra tentang PKPU, Arief mengaku sangat memahami hal tersebut. Menurut Arief, itu artinya diskusi tentang hal ini menjadi perhatian semua komponen bangsa.
“Dan sepanjang yang saya pahami dari semua perdebatan itu, semua setuju substansinya, bahwa harus ada perlakuan khusus terhadap calon yang pernah terlibat tindak pidana korupsi. Hanya caranya saja, masing masing pihak itu sepakat sepaham dengan KPU,” ujar Arief di gedung KPU RI, Jakarta, Rabu (30/5/2018).
Tentunya, lanjut Arief, semua catatan dan masukan dari berbagai pihak akan menjadi perhatian KPU. Bahkan beberapa catatan tersebut akan dimasukkan dalam Peraturan KPU (PKPU).
“Tentu dengan berbagai pertimbangan, dengan bijaksana dan biarkan kami mengambil keputusan itu sendiri,” tegas Arief.
Tetapi, penegasan ketua KPU ini tampaknya tak hanya mendapat “perlawanan” dari dua menteri asal PDI-P, tetapi juga dari Presiden Jokowi. Ketiganya nampak tak setuju jika eks koruptor dilarang nyaleg.
Presiden Jokowi bahkan menegaskan, mantan narapidana kasus korupsi punya hak untuk mencalonkan diri dalam pemilu legislatif. “Kalau saya, itu hak. Hak seseorang berpolitik,” lontar Jokowi di Jakarta, Selasa (29/5/2018).
Dua menteri dari PDI-P, yakni Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly, dan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, juga terang-terangan menolak keinginan KPU yang melarang mengikutsertakan mantan napi kasus korupsi ikut nyaleg.
Tjahjo Kumolo bahkan memastikan setuju dengan sikap koleganya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly yang tak akan menandatangani Peraturan KPU (PKPU) soal larangan calon anggota legislatif mantan narapidana kasus korupsi.
“Posisi saya pemerintah, ya sama dengan Pak Menkumham. Semangatnya bagaimana yang kita bahas dengan Komisi II (DPR), pemerintah dan KPU dan Bawaslu sama setuju semangatnya. Hanya seseorang dicabut hak politiknya kan karena ketentuan undang-undang dan karena keputusan hakim,” ujar Tjahjo di gedung DPR, Jakarta, Rabu, 6 Juni 2018.
Tjahjo mengaku meski PKPU sudah ditandatangani oleh KPU, dan dianggap sah, namun itu tentu akan dipertanyakan bahwa apakah PKPU itu melanggar undang-undang atau tidak.
“Silakan, itu hak KPU. Karena KPU sebagaimana keputusan MK, kan mandiri. Yang kedua, KPU dalam rangka menerbitkan PKPU harus tidak bertentangan dengan undang-undang itu prinsip. Itu yang disepakati kami dengan Komisi II,” kata politikus senior PDIP ini.
Tjahjo bahkan mempersilakan pihak-pihak yang mau menguji PKPU ke Mahkamah Agung. Menurutnya, hal itu menjadi hak masyarakat. “Pandangan Menkumham saya ikut. Dia kan lebih tahu,” tutur Tjahjo.
(dbs/dm1)