DM1.CO.ID, GORONTALO: Tinggal menghitung jam, tahun 2022 akan segera berlalu dan menghilang dalam putaran waktu, berganti menjadi 2023, dengan menitipkan “setumpuk kenangan manis” dan juga “segunung rasa pahit” bagi sebagian besar warga Kota Gorontalo karena harus menjadi “korban” dari sejumlah pengerjaan proyek yang belum tuntas dan kini terancam mangkrak (terbengkalai, terkatung-katung).
Ada dua proyek yang kini terancam mangkrak yang pengerjaannya dilakukan di jantung Kota Gorontalo dengan menggunakan anggaran atau dana PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional).
Yakni, Proyek Revitalisasi Kawasan Pusat Perdagangan pada Koridor Jalan MT. Haryono Cs, dengan anggaran yang mencapai hampir sebesar Rp.35 Miliar dikerjakan oleh PT. Reski Aflah Jaya Abadi; serta Proyek Rekonstruksi/Peningkatan Jalan Nani Wartabone (ex. Jalan Panjaitan) dengan anggaran sebesar hampir Rp.25 Miliar dikerjakan oleh PT. Mahardika Permata Mandiri. Dan kedua kontraktor tersebut berpusat di luar Gorontalo.
Kini, akibat ketidak-becusan pengerjaan kedua proyek itu, membuat kondisi di jantung Kota Gorontalo boleh dikata porak-poranda, tumpukan material berserakan di bahu-bahu jalan di sepanjang areal kedua proyek tersebut. Sehingga, tidak sedikit warga pun mengaku sangat kecewa, dan bahkan ada yang menggambarkan kondisi Kota Gorontalo bagai sedang mengalami peperangan seperti yang terjadi di Ukraina.
Selain tumpukan material yang tampak berserakan, seperti pasir dan hasil galian, kawat beton, U-Ditch serta kerikil dan bebatuan lainnya yang membuat terjadinya kemacetan akibat penyempitan badan jalan, warga di sekitar lokasi di kedua proyek itu juga mengaku sangat “menderita” lantaran harus menghirup udara yang bercampur debu siang dan malam, serta tak jarang “menelan” bau tak sedap dari selokan yang kondisi airnya tampak telah berwarna hijau kehitam-hitaman akibat kotoran limbah rumah tangga, sehingga kawanan nyamuk pun tak henti-hentinya bermunculan dan “menyerang” warga setempat.
Tak hanya itu, lantaran sejumlah pipa induk milik Perumda Muara Tirta (PDAM) Kota Gorontalo mengalami kebocoran akibat alat-alat berat yang terkesan “asal kerja” saat melakukan penggalian, membuat warga di sekitar proyek-proyek itupun saat ini sebagian besar mengalami kesulitan mendapatkan air bersih. Sungguh, gambaran kondisi yang menyerupai Ukraina yang sedang dilanda peperangan.
Beberapa pihak pun bersuara dan mempertanyakan tindakan tegas apa yang akan ditempuh Marten Taha selaku Wali Kota Gorontalo? Sejumlah lainnya juga menyalahkan Dinas PUPR yang dinilai “gegabah” memenangkan dua kontraktor yang berasal dari luar Gorontalo tersebut.
Hartono Kaluku, seorang warga Kota Gorontalo yang sangat getol meneriakkan kritik terhadap kondisi yang sangat memprihatinkan di kedua proyek itu, bahkan pernah melayangkan surat terbuka kepada Wali Kota Gorontalo. Ia meminta Marten Taha agar segera mengambil langkah tegas dengan meninjau kembali “kinerja” bawahannya di dinas teknis.
Karena, menurut Hartono, kondisi amburadulnya wajah di jantung Kota Gorontalo ini diawali dari adanya sejumlah “keanehan dan kejanggalan” dalam proses tender, hingga memenangkan kontraktor dari luar daerah yang terbukti hari ini hanya bisa “merusak” Kota Gorontalo.
Ichsan Naway selaku tokoh pemuda di daerah ini menyatakan sependapat dengan penilaian Hartono Kaluku. “Pekerjaan proyek-proyek itu memang sangat amburadul, tetapi itu bukan kesalahan Wali Kota. Wali Kota itu sudah memperjuangkan anggaran atau dana PEN. Kesalahan itu terletak di Dinas PUPR dan pelaksana sebagai kontraktor,” ujar Ichsan kepada Wartawan DM1, Rabu (28/12/2022).
Namun tidak sedikit pihak dari berbagai kalangan juga turut memberikan komentarnya, bahwa pihak yang bertanggung-jawab terjadinya kerusakan wajah Kota Gorontalo akibat ketidak-becusan pengerjaan dua proyek itu, adalah Wali Kota. Sebab, menurut mereka, Wali Kota sebagai pemimpin daerah tidak bisa seenaknya menyalahkan “anak buahnya” di dinas teknis yang sejauh ini sudah menjalankan tugas sesuai aturan yang berlaku.
Menurut mereka, kalau memang Wali Kota sudah melihat kesalahan ada di pihak Dinas PUPR, maka wali Kota seharusnya sudah mengambil langkah tegas di pertengahan tahun, bukan di akhir-akhir tahun 2022 ini. Apalagi bicara mutu dan kualitas sebuah proyek itu yang bertanggung-jawab adalah pihak penyedia (kontraktor).
Dijelaskannya, bahwa dalam pengerjaan proyek yang bersifat kompleksitas seperti di kedua proyek itu, selain ada konsultan pengawas, juga harus ada konsultan manajemen konstruksi yang bertindak sebagai “otaknya” Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
Sementara itu, Eman Hassan selaku pendamping di proyek tersebut dengan tegas menyatakan, bahwa Pemerintah Kota (Pemkot) Gorontalo dalam hal ini Wali Kota dan KPA bukanlah pihak yang patut disalahkan atas kondisi jantung Kota Gorontalo yang saat ini tampak porak-poranda akibat ketidak-becusan pengerjaan di kedua proyek itu.
“Tidak bisa disalahkan Marten Taha selaku Wali Kota Gorontalo maupun KPA di Dinas PU. Ini semua (amburadulnya proyek itu) diakibatkan oleh pihak penyedia (kontraktornya). Kemampuan dan kapasitas penyedia yang patut dipertanyakan yang saat ini terlihat sangat mengecewakan,” ujar Eman kepada Wartawan DM1, Rabu sore (28/12/2022).
Menurut Eman, Wali Kota Gorontalo dan pihak KPA sudah bekerja dan melaksanakan tugasnya sesuai dengan prosedur serta aturan atau regulasi yang ada. “Tidak ada aturan yang dilanggar oleh Wali Kota maupun KPA. Aturan masih membolehkan untuk perpanjangan, adendum dan sejenisnya,” jelas Eman.
Eman mengungkapkan, dalam rapat evaluasi terakhir beberapa hari yang lalu KPA bersama pihak terkait (minus direktur PT. Mahardika Permata Mandiri) telah mengeluarkan rekomendasi atau ketegasan, bahwa jika sampai batas dua hari ini apabila pihak penyedia tidak bisa memperpanjang jaminan pelaksanaan untuk perpanjangan waktu kedua maka dilakukan pemutusan kontrak.
Jadi menurut Eman, pada masalah dua proyek yang amburadul ini tidak ada pembiaran yang dilakukan oleh Wali Kota Gorontalo maupun KPA. “Kesimpulannya, oknum penyedia (kontraktor) yang bekerja ini seolah-olah sekarang sudah ingin lepas tanggung-jawab. Dan kontraktor semacam ini sangat berengsek,” lontar Eman.
Jika kedua proyek itu telah putus kontrak, menurut Eman, maka langkah penyelamatan efektif yang bisa ditempuh oleh pihak KPA untuk melanjutkan pengerjaan di kedua proyek itu adalah dengan sistem penunjukan langsung. (dms-dm1)