DM1.CO.ID, GORONTALO: Setelah Ketua OKP Islam Al Jamiatul Al Wasliyah Provinsi Gorontalo, Ichsan Naway angkat suara terkait keributan warga di Jalan Jakarta 1 Perumahan Belle Moyoto Indah, Kelurahan Wumialo, Kota Tengah, Kota Gorontalo, yang dipicu akibat diduga adanya praktik prostitusi terselubung di salah satu rumah kontrakan di wilayah itu, –kini, giliran Safrin Saifi, SE menyatakan ikut mendukung aksi warga setempat guna mengusir dan memberantas kemaksiatan di lingkungannya.
Safrin Saifi selaku Ketua Takmir Masjid At-Taubah yang memiliki jemaah dari Perumahan Belle Moyoto Indah itu, mengaku mengutuk keras prostitusi terselubung yang diduga kuat dilakukan oleh para penghuni rumah kontrakan di perumahan tersebut, milik oknum ASN di salah satu dinas di lingkup Pemerintah Provinsi Gorontalo itu.
“Selaku Takmir masjid, saya mengutuk keras prostitusi itu. Dan jujur saya mendukung serta salut kepada pemuda bersama sejumlah tokoh masyarakat di Jalan Jakarta Satu, yang terpaksa meladeni teriakan keras dan berulang-ulang dari seorang laki-laki pirang yang bernada menantang warga untuk berkelahi sehingga terjadi keributan di pagi itu (Ahad, 9 April 2023),” ujar Safrin.
Coba jika seandainya warga terus “menelan” kesabaran (diam) dengan tak meladeni tantangan pria yang diduga dalam pengaruh minuman keras (miras) di pagi itu, maka menurut Safrin, bisa dipastikan para penghuni rumah kontrakan itu tetap merasa aman sampai detik ini melakukan prostitusi, dan mereka bisa seenaknya mengganggu serta merusak ketenteraman warga setempat kapan saja.
Namun Safrin yang juga saat ini menjabat sebagai Ketua Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Gorontalo itu, mengaku prihatin kepada sejumlah pihak yang kini seolah hanya membesar-besarkan sepotong video saling pukul antara seorang wartawan (warga setempat) dengan seorang perempuan yang diduga sebagai pelaku prostitusi di rumah kontrakan tersebut.
Menurut Safrin, jika tayangan sepenggal video saling pukul itu yang lebih banyak disuguhkan ke publik, maka di pikiran publik tentu hanya cenderung langsung memvonis wartawan itu yang menganiaya perempuan. Sehingga masalah intinya (prostitusi) jadi tenggelam dan hilang.
“Jika hanya sepotong video saling pukul itu yang terus disuguhkan di mata publik, maka publik akan ramai-ramai menyalahkan dan menuding wartawan melakukan aniaya. Padahal kenyataannya, sesaat setelah usai adegan saling pukul dalam video itu, justru kelopak mata kanan bawah wartawan itu yang mengalami luka beserta beberapa goresan di leher akibat cakaran dari perempuan itu,” ungkap Safrin mengaku ketemu dengan sang wartawan itu beberapa jam pasca keributan.
Safrin menyebutkan, bahwa warga yang menyaksikan langsung keributan dan juga peristiwa saling pukul itu semuanya membenarkan dan melihat sang wartawan sedang melakukan gerakan memukul berkali-kali dengan keras, namun itu tak satupun menghantam wajah perempuan tersebut. “Makanya tak heran jika kondisi perempuan itu baik-baik saja saat berjalan keluar dari rumah kontrakan itu menuju mobil tahanan,” kata Safrin.
Safrin juga meminta sejumlah pihak luar (yang tidak hadir di TKP) untuk sebaiknya tidak gampang menuding sang wartawan melakukan aniaya. Sebab, semua warga yang berada di TKP justru tak satu pun melihat wartawan itu melakukan penganiayaan.
“Justru berkat wartawan itu rumah prostitusi dan penghuninya tidak sampai diamuk massa sebelum polisi tiba, karena wartawan itu yang terus membujuk sejumlah warga agar menghentikan penyerangan dan pelemparan batu ke rumah itu,” ujar Saprin.
“Juga wartawan itu yang terus-menerus menghubungi pihak Polsek dan Polres untuk segera tiba secepatnya di TKP agar dapat mencegah hal-hal yang tidak diharapkan. Dan yang paling utama, adalah berkat wartawan itu juga publik secara luas dapat mengetahui adanya kegiatan prostitusi yang dilakukan di bulan puasa,” beber Safrin.
Olehnya itu, Safrin meminta dengan tegas kepada aparat untuk sebaiknya mendukung penuh apa yang dilakukan oleh warga setempat, termasuk wartawan tersebut. “Warga dan wartawan setempat jangan seolah-olah ditempatkan sebagai pihak yang bersalah, dan seakan-akan membenarkan dan membela penghuni rumah kontrakan tersebut. Sebab jika itu terjadi, maka besok-besok warga di tempat lain jadi malah ketakutan melaporkan masalah dan gangguan Kamtibmas di daerahnya, yang ujung-ujungnya malah aktivitas prostitusi yang makin merajalela terjadi, meski di dalam bulan Suci Ramadan” kata Safrin.
“Jika hanya sepihak tindakan penganiayaan saja yang menonjol disoroti, itu artinya kita membiarkan dan seakan mendukung praktik-praktik yang melanggar nilai dan norma agama serta merusak citra Gorontalo sebagai serambi madinah,” tambahnya. (dms-dm1)