DM1.CO.ID, BOALEMO: Kasus dugaan penganiayaan yang dilakukan oleh Darwis Moridu (Bupati Boalemo) terhadap warganya sendiri, Sofyan Mooduto, memunculkan rasa kecewa di banyak kalangan, terutama pihak keluarga.
Pasalnya, Sofyan selaku korban tiba-tiba telah menandatangani surat pernyataan damai dengan Darwis Moridu selaku terduga pelaku penganiayaan.
Pihak keluarga mengaku merasa sangat kecewa, lantaran surat pernyataan tersebut ditandatangani oleh Sofyan dengan Darwis Moridu secara diam-diam, atau tanpa memberitahukan dan melibatkan pihak keluarga satupun.
Rasa kecewa tersebut diungkapkan pihak keluarga korban kepada wartawan DM1, pada Senin malam (20/5/2019), di kediaman keluarga korban.
Pihak keluarga korban pun menduga kuat, bahwa Sofyan terkesan dipaksa untuk menandatangani surat pernyataan damai tersebut.
Sebab, menurut keluarga korban, sebelum dikabarkan telah damai, Sofyan sempat menghilang dari pagi hingga malam. “Kalau menurut keluarga dia kan (Sofyan) macam diculik begitu,” ujar Buni (nama samaran) salah seorang keluarga korban.
Buni menceritakan kronologis saat Sofyan dikabarkan tiba-tiba menghilang.
Rabu malam (15/5/2019), kata Buni, Sofyan sempat dilarikan ke rumah sakit karena diduga serangan jantung.
Esoknya, menurut Buni, Sofyan keluar dari rumah sakit. Lalu karena merasa belum benar-benar pulih, keluarga pun membawa ke Desa Lamu untuk ditangani dukun kampung. “Di sana sempat menginap satu malam,” ujar Buni.
Keesokan harinya, ungkap Buni, polisi sudah datang ke rumah keluarga mencari Sofyan untuk tambahan BAP. Ketika itu keluarga mengatakan bahwa Sofyan berada di Lamu.
Setelah itu di hari tersebut, menurut Buni, keberadaan Sofyan sudah tidak diketahui. Sehingga semua keluarga jadi panik dan mencari ke sana-ke mari. Namun tak satu pun kabar yang memastikan keberadaan Sofyan.
Tiba-tiba, kata Buni, sekitar pukul 22.00 WITA, Sofyan menelepon ke salah satu sepupunya dan memberitahukan bahwa dirinya sudah damai dengan Bupati Darwis Moridu.
Sofyan, ungkap Buni, mengaku sedang berada di vila Bupati Darwis Moridu.
Dari pengakuan Sofyan, Buni menyebut sejumlah nama yang mendampingi Sofyan berangkat menuju ke vila tersebut, salah satunya adalah seorang pejabat di Pemda Boalemo yang juga adik Bupati Darwis Moridu.
Mendengar pengakuan Sofyan yang telah berdamai namun terkesan dipaksakan tersebut, pihak keluarga pun spontan mengaku sangat kecewa.
Sebab, kata Buni, yang mendorong dan yang memberi semangat untuk melapor ke polisi adalah murni dari keluarga.
Sebelum melapor ke polisi, kata Buni, pihak keluarga sempat bermusyawarah. Dan salah seorang sepupu sangat setuju untuk melaporkan Darwis Moridu ke polisi meski harus dipecat dari pekerjaannya sebagai tenaga honor di Pemda Boalemo.
Mendengar pengakuan dari seorang sepupu yang siap dipecat itu, kata Buni, membuat Sofyan pun semakin percaya diri untuk melapor ke polisi.
Hingga kemudian, kata Buni, pihak keluarga sendiri yang mengawal dan mendampingi Sofyan melapor ke polisi.
Buni juga mengungkapkan, bahwa ada TS (tim sukses) bupati sempat mendatangi keluarga korban berupaya membujuk dengan nilai rupiah namun disertai nada ancaman. “Katanya, cumu (sebut berapa) saja. Kalau tidak, so tercatat ngoni ini (keluarga yang kerja di Pemda),” ujar keluarga.
Upaya TS itu membujuk keluarga untuk memberikan imbalan (uang damai) bukan hanya sekali. TS itu, kata Buni, berupaya membujuk sampai ke rumah sakit dan di rumah orang tua korban.
“Ini imbalan bukan mau jadi kaya, tapi lumayan,” ujar Buni menirukan ucapan TS tersebut.
Terkait dengan pengakuan pihak keluarga korban tersebut, redaksi DM1 yang menghubungi jubir Bupati Boalemo via telepon seluler untuk konfirmasi, tidak diangkat, Kamis pagi (23/5/2019), hingga berita ini diturunkan.
—Update: Jefry Rumampuk selaku jubir Bupati Boalemo telah melakukan klarifikasi via telepon seluler ke redaksi, pada Kamis siang (23/5/2019). Ia membantah keterangan keluarga korban yang menyebutkan adanya semacam penculikan terhadap Sofyan.
“Jadi saat itu tidak ada penculikan, tidak ada. Itu mesti dibantah. Karena posisinya, pada kronologis sebelum perdamaian itu, saya, pengacara, dan Pak Bupati itu ada di Pantai Ratu lagi sementara membahas beberapa hal. Kemudian kita menuju vila (vila pak Bupati) di Kota Raja. Pada saat persiapan menjelang buka puasa, tiba-tiba ini pelapor (Sofyan) datang. Memang sama sekali tidak ada upaya penculikan. Tidak ada rencana yang memang sudah dipersiapkan apabila seperti itu gambarannya yang mendatangkan si pelapor datang di vila dan lain sebagainya samasekali tidak ada,” jelas Jefry.
Justru, pada saat itu Jefry mengaku kaget dengan kedatangan Sofyan yang langsung memeluk Darwis Moridu sambil menangis. “Dia (Sofyan) meminta maaf akibat keributan yang sudah dilakukan. Seperti itu,” ungkap Jefry.
Sementara tudingan adanya TS (orang dari pihak bupati) yang melakukan upaya membujuk kepada keluarga korban, juga dibantah dan diklarifikasi oleh Jefry.
“Kalau ada pihak-pihak yang mendatangi, misalkan disaksikan oleh keluarga korban, itu di luar dari pengetahuan Pak bupati. Karena upaya-upaya seperti itu jujur Pak bupati tidak suka, karena pada prinsipnya dan pada faktanya dia (Bupati Darwis) tidak melakukan hal tersebut. Jadi tidak ada upaya-upaya dari pihak Pak bupati, apalagi Pak bupati memerintahkan secara langsung untuk menemui keluarga korban misalkan, nda ada samasekali,” jelas Jefry yang juga mantan redaktur pelaksana di DM1 itu. (kab/dm1)
Kam Mei 23 , 2019
Wartawati/Editor: Dewi Mutiara DM1.CO.ID, JAKARTA: Kementrian Koordinator Bidang Politik Hukum dan HAM (Kemenkopolhukam) melakukan pembatasan media sosial dan direalisasi oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi (Menkominfo).