DM1.CO.ID: Berdasarkan studi “Conclusion of the Organization for Economic Cooperation and Development (OECD)” 2015 membeberkan hasil penelitian dan surveinya, yakni Indonesia dalam bidang pendidikan tidak termasuk dalam 10 besar sebagai negara dalam hal kecerdasan matematika.
Pada survei tersebut, Singapura “dinobatkan” sebagai negara paling cerdas di dunia. Dan Indonesia hanya menduduki ranking 69 dari 76 negara, di bawah Qatar dan di atas Botswana.
Bukan cuma itu, berdasarkan hasil studi “Most Littered Nation In the World” yang diselenggarakan oleh Central Connecticut State Univesity, pada Maret 2016 lalu, Indonesia dalam bidang pendidikan juga tidak termasuk dalam 10 besar sebagai negara dalam hal baca-tulis. Kondisi ini tentu saja sangat memperihatinkan.
Dalam hal baca-tulis skala dunia, Indonesia hanya menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara. Indonesia bahkan berada di bawah Thailand (urutan 59) dan di atas Bostwana (urutan 61).
Padahal, anggaran yang digelontorkan Indonesia di bidang pendidikan cukup besar, yakni 20 persen dari APBN. “Anggaran pendidikan ke mana?” tulis pendiri Majalah Tempo, Goenawam Mohamad, di akun twitternya, Rabu (7/12/2016).
Sebelumnya, UNESCO juga dalam sebuah survey menyatakan minat baca masyarakat Indonesia baru 0,001 persen, atau 1 banding 1000. Artinya, dalam 1000 (seribu) masyarakat Indonesia hanya terdapat 1 (satu) masyarakat yang memiliki minat baca. Sehingga berdasarkan data tersebut, dari 255 juta jiwa penduduk Indonesia, hanya terdapat 255 ribu orang yang suka membaca.
Namun pada survei baru-baru ini, Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) melalui tes di bidang matematika, membaca, dan sains dalam Programme for International Student Assessment (PISA), Indonesia sudah memperbaiki peringkatnya.
Yakni, Indonesia sudah berada di peringkat 62 dalam bidang sains, 64 untuk membaca dan di posisi 63 untuk matematika. Peringkat Indonesia berada di belakang Thailand yang berada di peringkat 54 (sains), 57 (membaca), dan 54 (matematika).
Untuk kawasan Asia Tenggara sendiri,hanya Vietnam negara Asia Tenggara yang masuk dalam 10 besar di bidang sains. Sedangkan untuk membaca Vietnam berada di peringkat 32 dan 22 untuk Matematika.
Dikutip dari BBC, Selasa (6/12/2016), Direktur Pendidikan OECD Andreas Schleicher mengatakan sistem pendidikan Singapura tidak hanya melakukannya dengan baik tetapi juga sudah melangkah lebih jauh ke depan.
Singapura memperoleh nilai tertinggi untuk matematika dan sains, mengalahkan sistem pendidikan Eropa, Amerika utara dan selatan. Negara ini mengalahkan Shanghai, yang sebelumnya berada di peringkat pertama sistem pendidikan global. Peringkat Singapura bahkan tertinggi diantara negara-negara Asia Tenggara lainnya macam Indonesia, Vietnam, dan Thailand.
Kementerian pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia beberapa waktu silam memang sudah mengeluarkan kebijakan, yakni dalam bentuk Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 23 Tahun 2015 Tentang Penumbuhan Budi Pekerti.
Di dalam Permendikbud itu terdapat “ajakan” wajib membaca 15 menit sebelum waktu pembelajaran dimulai, khususnya bagi siswa SD, SMP dan tingkat SMA.
Jauh sebelumnya seorang tokoh nasional, Rizal Ramli, sebetulnya telah banyak melakukan dan memberi contoh kepedulian tentang betapa pentingnya mengedepankan dunia pendidikan. Yakni diawali dengan kegemarannya membaca buku sejak dulu. Ketika itu, hampir semua buku yang ada di Bogor sudah ia baca.
Lalu, kepeduliannya di dunia pendidikan juga pernah ia cetuskan melalui sebuah terobosan dengan menyarankan kepada pemerintah kebijakan program pendidikan 9 tahun.
Bukan cuma itu, Rizal Ramli pada beberapa tahun lalu atas inisiatif sendiri juga pernah mendirikan sejumlah “Rumah Cerdas” di berbagai daerah/desa. Tentu saja ini dimaksudkan salah satunya adalah untuk membangun minat baca-tulis bagai setiap orang.
Namun kendati demikian, siapapun (terutama pemerintah) seharusnya tidak semata memunculkan kebijakan atau program saja. Melainkan tentu saja perlu diikuti dengan langkah-langkah penajaman lainnya.
Misalnya, membuat atau melakukan movement (gerakan). Sebab, efek dari sebuah gerakan biasanya lebih cepat menyebar dibanding program.
Movement kalau sudah menular maka akan unstoppable, sebab menularnya bukan karena perintah, dana, dan program. Misalnya, dengan membentuk komunitas membaca-menulis dengan tidak mengacu pada program atau perintah melainkan dengan menginisiasi sebuah gerakan dari bawah.
Tak hanya membaca, budaya menulis pun juga demikian. Pada 1970-1990-an para siswa di sekolah masih mendapatkan pelajaran mengarang (menulis berdasarkan imajinasi para siswa). Lalu dari situ ada yang disebut Mading (Majalah Dinding).
Namun saat ini, sudah tak ditemui lagi pengajaran tentang tulis-menulis karangan. Kalaupun ada, itu hanya sebatas tugas akhir (TA), terutama untuk para siswa di sekolah menengah atas (SMA/sederajat). Sementara, untuk pelajar level lainnya, pelajaran mengarang atau mengerjakan tugas akhir tidak ada sama sekali.
Dengan kondisi seperti itu, bisa diprediksi, bahwa ke depan generasi bangsa ini akan terancam apabila budaya baca dan tulis tak kembali digairahkan sejak dini.
Dan hendaknya masalah ini bisa segera diatasi secepat mungkin, yakni dengan tidak menganggap masalah ini sebagai tugas atau pemerintah saja. Melainkan semua pemangku kepentingan harus terlibat, mulai dari orangtua, sekolah dan lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya untuk sama-sama tampil secara aktif dalam memunculkan gerakan, salah satunya tentu dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi (internet) seperti saat ini. Misalnya, dengan memunculkan komunitas kegiatan sekolah atau guru-guru dan lain sebagainya guna mengairahkan kembali dunia pendidikan baca-tulis.
Peringkat Baca (Maret 2016) :
1 Finlandia
2 Norwegia
3 Islandia
4 Denmark
5 Swedia
6 Swiss
7 Amerika Serikat
8 Jerman
9 Latvia
10 Belanda
Peringkat Matematika Dunia 2015 :
- Peringkat Matematika Dunia 2015 :
1. Singapore 39. Israel
2. Hong Kong 40. Greece
3. South Korea 41. Turkey
4. Japan (tie) 42. Serbia
5. Taiwan (tie) 43. Bulgaria
6. Finland 44. Romania
7. Estonia 45. UAE
8. Switzerland 46. Cyprus
9. Netherlands 47. Thailand
10. Canada 48. Chile
11. Poland 49. Kazakhstan
12. Vietnam 50. Armenia
13. Germany 51. Iran
14. Australia 52. Malaysia
15. Ireland 53. Costa Rica
16. Belgium 54. Mexico
17. New Zealand 55. Uruguay
18. Slovenia 56. Montenegro
19. Austria 57. Bahrain
20. United Kingdom 58. Lebanon
21. Czech Republic 59. Georgia
22. Denmark 60. Brazil
23. France 61. Jordan
24. Latvia 62. Argentina
25. Norway 63. Albania
26. Luxembourg 64. Tunisia
27. Spain 65. Macedonia
28. Italy (tie) 66. Saudi Arabia
29. United States (tie) 67. Colombia
30. Portugal 68. Qatar
31. Lithuania 69. Indonesia
32. Hungary 70. Botswana
33. Iceland 71. Peru
34. Russia 72. Oman
35. Sweden 73. Morocco
36. Croatia 74. Honduras
37. Slovak Republic 75. South Africa
38. Ukraine 76. Ghana