Hanya Sengsarakan Petani, Gubernur Gorontalo dan Bupati Boalemo Didesak Cabut Izin PT. AAS

Bagikan dengan:

DM1.CO.ID, GORONTALO: Para petani sawit di Kecamatan Wonosari, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo, menyatakan bahwa keberadaan PT. Argo Arta Surya (PT. AAS) di Desa Pangeya, selama ini benar-benar hanya membuat warga dan para petani jadi makin sengsara.

Para petani di Desa Pangeya, Kecamatan Wonosari mengungkapkan, jangkauan operasional PT. AAS sebagai perusahaan perkebunan sawit tak hanya di Desa Pangeya, tetapi meliputi seluruh desa di Kecamatan Wonosari, dan bahkan di kecamatan-kecamatan lainnya se-Kabupaten Boalemo.

Khusus di Desa Pangeya, terdapat 397 petani atau pemilik lahan (belum termasuk di desa-desa lainnya) telah menyerahkan lahannya kepada PT. AAS untuk dieksploitasi sejak tahun 2012.

Penyerahan lahan tersebut terjadi karena PT. AAS berjanji dan menyatakan siap memenuhi hak-hak para petani/pemilik lahan, yang dibuktikan dengan perjanjian kerja sama kemitraan dengan melibatkan peran koperasi, dengan skema perjanjian sistem pembagian lahan plasma dan inti sebesar 50:50 persen.

Artinya, jika seorang petani/pemilik lahan mempunyai lahan seluas 14 hektar, maka perusahaan hanya memberikan pembayaran seluas 7 hektar, dengan nilai satuan Rp.1.350.000 per bulan per hektar (Rp.1.350.000 dikali 7 hektar = Rp.9.450.000 per bulan).

Sesuai perjanjian yang telah disepakati oleh pihak perusahaan bersama para petani, nilai pembayaran tersebut akan mulai dibayarkan pada bulan ke-49, atau sesudah panen pertama.

Namun setelah tiba waktu yang dijanjikan, dan bahkan hingga kini pun telah memasuki 7 tahun, pembayaran tersebut belum juga diterima oleh para petani/pemilik lahan.

Artinya, selama 7 tahun terakhir hingga detik ini, para petani atau pemilik lahan tersebut, mengaku terpaksa harus hidup dalam kesengsaraan lantaran belum mendapatkan hasil dari lahan yang telah dikuasai oleh PT. AAS itu. Padahal, selama ini PT. AAS telah melakukan berkali-kali panen sawit.

Parahnya, di saat belum mampu membayar hak-hak petani, PT. AAS saat ini malah memunculkan masalah baru lagi. Yakni, limbah hasil olahan kelapa sawit dari pabrik PT. AAS meluap dan meluas memasuki perkebunan-perkebunan warga.

Dan tentu saja, menurut sejumlah petani, limbah tersebut sangat berpotensi mendatangkan dampak buruk terhadap lingkungan sekitar, yang ujung-ujungnya dapat membahayakan kehidupan warga.

“Perusahaan sawit ini bukannya mendatangkan manfaat, tetapi justru hanya ingin menyengsarakan dan membunuh para petani di daerah ini,” keluh sejumlah warga di Desa Pangeya.

Untuk diketahui, limbah cair yang meluap dari pabrik kelapa sawit tersebut dikenal dengan nama Palm Oil Mills Effluent (POME). Limbah ini terdiri dari tiga sumber, yaitu air kondensat dari proses sterilisasi, sludge dan kotoran, serta air cucian hidrosiklon.

Menurut para ahli, POME adalah air limbah industri minyak kelapa sawit yang merupakan salah satu limbah agroindustri yang menyebabkan polusi terbesar.

Satu Ton minyak kelapa sawit bisa menghasilkan 2,5 Ton limbah cair, yaitu berupa limbah organik berasal dari input air pada proses separasi, klarifikasi dan sterilisasi. Limbah cair dari industri minyak kelapa sawit umumnya memiliki suhu yang tinggi kisaran 70-80 derajat Celcius, berwarna coklat pekat, mengandung padatan terlarut yang tersuspensi berupa koloid dan residu minyak, sehingga memiliki nilai Biological Oxygen Demand (BOD) dan Chemical Oxygen Demand (COD) yang cenderung tinggi.

Jika limbah tersebut dibuang langsung ke perairan, maka dapat mencemari lingkungan dan mengancamkehidupan manusia, karena dapat menimbulkan kekeruhan dan menghasilkan bau tajam yang dapat merusak ekosistem perairan. Dan limbah ini termasuk cukup fatal dan mematikan.

Menanggapi masalah yang amat serius dan krusial tersebut, La Ode Haimudin selaku anggota DPRD Provinsi Gorontalo (Dapil Boalemo-Pohuwato) mengaku sangat prihatin dan mengecam “ulah dan perilaku” pihak perusahaan.

La Ode Haimudin pun menegaskan, jika memang kehadiran PT. AAS hanya menyengsarakan rakyat, maka Gubernur Gorontalo dan juga Bupati Boalemo hendaknya tidak segan-segan dan segera mencabut izin PT. AAS.

“Saya meminta kepada bupati, gubernur agar bisa menyikapi ini, jika PT. AAS menambah kesengsaraan rakyat dan apalagi terinformasi juga menyebabkan pencemaran lingkungan hasil pembuangan limbahnya, dicabut saja izinnya,” tegas La Ode, saat dihubungi oleh wartawan DM1 via WhatsApp di nomor 082188225xxx, Senin sore (6/1/2019).

Mantan Wakil Bupati Boalemo ini menyatakan, daerah memang sangat membutuhkan kehadiran investor untuk meningkatkan ekonomi rakyat, tetapi bukan investor yang hanya membuat rakyat jadi sengsara seperti yang terjadi di Kecamatan Wonosari itu.

“Daerah ini memang memerlukan investor, tapi kalau investor justru hanya menyengsarakan rakyat, maka kita tidak butuh investor seperti itu,” lontar La Ode.

Jika masalah yang sedang melilit para petani di Wonosari saat ini tak bisa segera diselesaikan oleh pemerintah, maka menurut La Ode, hal ini patut diduga PT. AAS sudah “kebal”.

“Sudah kebal ini PT. AAS. Semoga para pejabat (di daerah ini) belum ada beban dengan PT. AAS,” ujar La Ode.

Olehnya itu, La Ode mendesak pihak pemerintah (gubernur maupun bupati) agar segera menindaki secara tegas PT. AAS. “Tindakan itu perlu segera disikapi, menghindari anggapan bahwa Pemda melindungi PT. AAS,” pinta La Ode. (kab/dm1)

Bagikan dengan:

Muis Syam

180,331 views

Next Post

Tak Hanya Petani, PT. AAS juga 7 Bulan belum Bayar Gaji Buruh Sawit

Rab Jan 8 , 2020
DM1.CO.ID, GORONTALO: Jika petani/pemilik lahan sudah 7 tahun tak dibayar, maka kali ini giliran buruh sawit yang sudah 7 bulan tak dibayar upanya oleh PT. Agro Artha Surya (PT. AAS) sebagai perusahaan perkebunan kelapa sawit di Desa Pangeya, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo.