DM1.CO.ID, GORONTALO: Lembaga Pengawasan Pemerintahan Provinsi Gorontalo (LP3-G) mengendus atau mencium adanya indikasi penggelapan pajak dan pemalsuan dokumen, yang diduga dilakukan oleh seorang oknum direktur sebuah perusahaan pelayaran nasional swasta PT. TIL, yakni berinisial AH.
Menurut Abdullah Deno Djarai selaku Ketua LP3-G, akibat dari ulah oknum tersebut, sejumlah pengusaha atau relasi yang kerap menggunakan jasa PT TIL dalam melakukan bongkar muat di Pelabuhan Anggrek, dapat dipastikan mengalami kerugian yang tidak sedikit.
“Kami mencium adanya penggelapan pajak dan juga pemalsuan dokumen yang diduga dilakukan seorang oknum direktur PT TIL, bernisial AH,” ungkap Deno, sapaan akrab Abdullah Deno Djarai kepada wartawan DM1, di salah satu hotel di Kota Gorontalo, pada Rabu (8 Mei 2024).
Deno yang didampingi sejumlah LSM di daerah ini menyatakan, jika indikasi beberapa pelanggaran yang diduga dilakukan oleh AH tersebut sekiranya memang terbukti benar, maka tak hanya sejumlah relasi PT TIL yang mengalami kerugian, tetapi dapat dipastikan negara juga ikut dirugikan.
Seraya memperlihatkan data-data berupa sejumlah dokumen sebagai bukti yang telah dikantongi oleh pihak LP3-G, Deno pun menerangkan beberapa hal yang dapat disebut sebagai keanehan dan juga kejanggalan, yang tentunya patut diduga sengaja dilakukan oleh AH sebagai bentuk perbuatan melawan hukum.
Yakni pertama, kata Deno, pihak LP3-G menemukan adanya kejanggalan dalam surat tertanggal 7 September 2022 yang dikeluarkan oleh PT. TIL kepada para relasi, perihal penyesuaian tarif OPT dan Lift on-Lift off (Lo-Lo) peti kemas, atau tarif Terminal Handling Charge (THC).
Beberapa kejanggalan yang dimaksud dalam surat tersebut, kata Deno, yaitu di antaranya soal tarif yang mengalami kenaikkan Rp.300.000, yang semula Rp.1.190.000 dinaikkan menjadi Rp.1.490.000.
“Setelah kami telusuri, ternyata kenaikan tarif itu diduga kuat dilakukan secara sepihak, karena tidak melibatkan persetujuan lebih awal dari para pihak-pihak terkait lainnya, termasuk para relasi. Sehingganya, penyesuaian tarif itu otomatis bisa disebut illegal alias tidak sah,” ujar Deno.
Dan kejanggalan berikutnya, kata Deno, yakni surat tersebut ditandatangani oleh AH dengan mengatas-namakan atau sebagai Kepala Cabang PT. TIL di Gorontalo. “Padahal sepanjang sepengetahuan kami, keberadaan PT. TIL di Gorontalo belum berstatus cabang, melainkan masih sebagai agen,” ungkap Deno.
Tak hanya surat tersebut, Deno juga memperlihatkan sebuah data lain berupa dokumen perjanjian pelayanan bongkar-muat tertanggal 1 Januari 2024, yang di dalamnya AH terlihat sebagai pihak kedua dengan mencantumkan diri sebagai Direktur Utama PT. TIL.
“Dokumen perjanjian pelayanan bongkar muat ini sudah ditandatangani AH bermaterai 10 ribu selaku direktur utama. Padahal, kedudukan PT. TIL yang berpusat di Surabaya itu bukanlah AH sebagai direktur utama. Dan ini sungguh sangat fatal. Sebab, dari indikasi pemalsuan dokumen ini, akan sekaligus juga memunculkan dugaan penipuan,” tegas Deno.
Dari semua indikasi modus operandi tersebut, maka menurut Deno, AH patut diduga telah melakukan beberapa perbuatan melawan hukum. Di antaranya, pemalsuan dokumen dengan mengeluarkan surat perihal penyesuaian tarif Lo-lo atau THC dengan mengatasnamakan sebagai cabang PT. TIL, yang sebenarnya masih berstatus agen di Gorontalo.
Sementara terkait adanya indikasi penggelapan pajak, menurut Deno, dapat diendus melalui sikap AH yang dinilai sangat janggal sehingga memunculkan tanda tanya besar. Deno pun mengurai satu per satu.
Dijelaskannya, di pelayaran itu setiap pemilik barang wajib membayar biaya freight dari Pelabuhan Anggrek ke Jakarta sebesar Rp.3.500.000 ke perusahaan pelayaran. Selain harga Freight, lanjut Deno, pemilik barang juga harus membayar harga LSS (Low Sulphur Surcharge) sebagai pungutan dari perusahaan pelayaran sesuai aturan Kementerian Perhubungan.
Disebutkannya, pembayaran LSS ini diberlakukan karena pihak perusahaan pelayaran menggunakan bahan bakar rendah sulfur atau BBM Solar non-subsidi, yang tarifnya untuk di Pelabuhan Anggrek sebesar Rp.1.300.000. Sehingga total besaran biaya freight ditambah LSS yang harus dibayar oleh pemilik barang, adalah sebesar Rp.4.800.000.
Belakangan diketahui, kata Deno, para perusahaan relasi PT TIL melakukan pembayaran LSS ini langsung ke rekening pribadi atas nama AH. “Pertanyaannya, mengapa tagihan LSS tersebut harus disetor ke rekening pribadi milik AH?” kata Deno bertanya-tanya.
Kejanggalan lain yang perlu mendapat kejelasan, kata Deno, adalah soal biaya Freight dan biaya THC sebagai penanganan terminal atau biaya bongkar muat, yang pembayarannya diminta oleh AH untuk disetor ke JPT (Jasa Pengurusan Transportasi) atas Nama PT KJB.
“Padahal PT KJB ini adalah perusahaan ekspedisi, bukan perusahaan bongkar muat. Okelah, status perusahaan itu mungkin tidak jadi soal. Tetapi yang patut dipertanyakan adalah terkait biaya THC yang telah dibayar oleh relasi itu disetor ke mana? Dan mengingat ini tidak jelas disetor ke mana, maka ini patut diduga adanya tindak pidana perpajakan,” tutur Deno bertanya-tanya bahwa mengapa tidak disetor saja langsung ke pihak Perusahaan Bongkar Muat ( PBM ) atau Pengelola Pelabuhan ? Kenapa mesti disetor ke JPT Atas nama PT KJB?
Terkait hal itu, Deno pun merinci, bahwa dari data Januari 2020 sampai akhir Desember 2023, terdapat THC yang telah ditangani PT TIL adalah sebanyak 19.320 peti kemas atau kontainer. “Jika jumlah kontainer itu dikalikan dengan tarif Lolo awal Januari 2020 sampai dengan 5 September 2022 sebesar Rp.1.190.000, dan dari tanggal 10 September 2022 sampai dengan 9 Desember 2023 Rp.1.490.000, maka terdapat pembayaran yang telah diterima oleh PT. KJB itu sebesar Rp.23.731.100.000. Nah, jumlah pembayaran sebesar itu disetor ke mana?” lontar Deno geleng-geleng kepala.
Diterangkannya, pembayaran Freight yang diterima oleh PT KJB itu pasti disetor ke pihak Perusahaan Bongkar Muat ( PBM ) . “Di pihak pelayaran tidak dikenakan potongan PPh dan PPn. Tetapi dari PT KJB setor ke pihak PBM, maka harus ada namanya faktur pajak PPn 10 persen,” jelas Deno.
Sehingganya, kata Deno, dari semua kejanggalan yang terendus sebagai pelanggaran tersebut, membuat pihak LP3-G pun akhirnya melayangkan laporan ke DPRD Provinsi Gorontalo melalui surat tertanggal 29 April 2024, yakni perihal Permohonan Rapat Dengar Pendapat (RDP).
“Kami punya data cukup dan jelas yang mengindikasikan adanya pelanggaran hukum yang diduga dilakukan oleh saudara AH, yang bertindak atas nama PT TIL. Kami berharap persoalan ini bisa disikapi secara kooperatif oleh saudara AH, yakni dengan mampu memberikan solusi tepat yang diharapkan oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan, termasuk para relasi. Namun jika persoalan ini tidak menemui jalan keluar, maka kami akan terus melakukan langkah-langkah tegas melalui upaya hukum,” tandas Deno. (dms-dm1)
—–
Berita ini juga dapat disimak dalam versi video berikut di bawah ini: