Di Bolmut: Inikah Kades yang Paling Sederhana di Tanah Air?

Bagikan dengan:

Wartawan: Herman Abdullah || Editor: AMS

DM1.CO.ID, BOLMUT: Kepala desa (Kades) adalah jabatan yang cukup strategis dan “basah”. Apalagi dengan kini adanya dana desa yang dikucurkan rata-rata Rp.1 Miliar per tahun dari Pemerintah Pusat, tentulah posisi ini cukup menggiurkan untuk diperebutkan.

Terbukti, tidak sedikit kades yang kini memiliki kondisi hidup yang boleh dikata serba berkecukupan. Bahkan ada banyak kades yang sudah memiliki rumah yang tergolong mewah dan mampu membeli mobil, serta sejumlah lainnya punya berbidang-bidang tanah.

Kalaupun ada kades yang “mampu” memiliki rumah kelas menengah dan satu unit motor pribadi, maka jumlahnya tak seberapa.

Namun bila ada kades yang hanya memiliki rumah kelas kumuh dan satu unit motor plat merah, maka mungkin sosok kades tersebut hanya ada di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (Bolmut), Provinsi Sulawesi Utara (Sulut).

Adalah Esra Namangge (54), seorang Sangadi (Kades) di Desa Komus II, Kecamatan Kaidipang, Kabupaten Bolmut, yang sejak dulu hingga kini kondisi “kesejahteraannya” masih sangat-sangat sederhana.

Orang-orang yang baru mengenalnya, tentu tidak akan percaya jika Ersa adalah seorang kepala desa yang telah menjabat selama dua periode. Bagaimana tidak, mulai dari penampilan hingga kepada bentuk fisik rumah yang dihuninya sangat tidak mencerminkan bahwa Esra adalah seorang kepala desa.

Rabu malam (30/10/2019), dengan sangat-sangat santun, Ersa menyambut dan mempersilakan Wartawan DM1 layaknya tamu istimewa memasuki kediamannya.

Ersa duduk di kursi plastik biru muda, berbaju kaos lengan panjang merah dengan bis hijau, dipadu celana training berbahan kain parasut merah yang nampak telah memudar. Dan harus memakai sandal jepit karena rumah masih berlantai tanah.

Rumah kepala desa itu bahkan hanya beratap rumbia tanpa plafon, dan berdinding papan rapuh yang mulai nampak terkelupas di sana-sini.

Tak hanya itu, rumah Ersa yang berukuran sekitar 8 x 4 Meter itu juga ternyata hanya memiliki kosen namun tak berdaun pintu dan jendela, sehingga siapapun dapat melihat secara langsung kondisi di dalam ruang tamu yang hanya diterangi sebiji mata lampu 15 Watt.

Ada tiga lembar gorden coklat yang menggantung di tiap-tiap kamar. Dan di ruang tamu itu juga sekaligus dijadikan tempat “parkir” satu unit sepeda motor plat merah yang ditunggangi Ersa sebagai Sangadi (Kades).

Dengan wajah penuh keramahan dihiasi senyum yang tak henti-hentinya, Ersa pun memulai bercerita banyak hal tentang warna-warni kehidupan yang sedang dilakoninya saat ini.

Secara pribadi, kata Ersa, kalau keinginan untuk mengembangkan hidup serba ada, maka tentu semua orang sangat menginginkannya. Namun itu tidak semua dapat diraih oleh setiap orang.

Ersa mengaku, meski sebagai kepala desa, namun jabatan itu tidak bisa dimanfaatkan untuk memperkaya diri sendiri, apalagi untuk merampas hak-hak orang lain.

Ersa menegaskan, menjadi kepala desa itu bukan jabatan untuk mendapatkan kekayaan, tetapi sebagai pengabdian untuk kemajuan warga desa.

Prinsip itulah yang dipegang teguh oleh Ersa sebagai kepala desa didampingi istrinya, Lince (44). “Saya sering mengingatkan kepada istri saya, bahwa hidup ini cuma sebegini, yang penting kita tidur tidak kena hujan, dan tidur tidak dilihat oleh orang,” ujar Ersa.

Selain sebagai kepala desa yang memiliki tunjangan sekitar Rp.2 Juta per bulan, Ersa pun harus melakukan pekerjaan lain, yakni sebagai petani jagung untuk menghidupi keluarganya dan juga membiayai dua putrinya.

“Anak saya dua perempuan. Yang satu sedang kuliah di Akper di Manado. Satunya lagi masih SMA di Kotamobagu,” ungkap Ersa.

Berkebun, kata Ersa, memang sudah menjadi pekerjaannya sebelum diberi amanah sebagai kepala desa. Dan pernah juga menggeluti pekerjaan sebagai nelayan yang fokus menggarap bagan. Namun bagan yang ditancapkannya mengalami tiga kali gagal, sehingga sang istri menyarankan agar lebih baik kembali berkebun jagung dan lombok (rica).

Ersa menceritakan, pada penanaman jagung kemarin nyaris mengalami gagal panen. Sebab, kata Ersa, mulai dari penanaman hingga berbuah, sama sekali tidak mendapat guyuran hujan lantaran musim kemarau yang panjang.

Pada kondisi tersebut, menurut Ersa, secara hitung-hitungan manusia sudah pasti akan mengalami gagal panen. Tapi ternyata, kata Ersa, kasih Tuhan sangat besar membuat pada akhirnya bisa panen, meski hanya mendapat sekitar 2,2 Ton jagung.

Lahan kebun yang digarap tersebut adalah milik warga. Ersa mengaku hanya meminjam untuk menggarapnya agar bisa sedikit membantu menambal kebutuhan hidup sehari-hari.

Dari hasil kebun itulah, Ersa dapat membiayai kebutuhan keluarganya, termasuk kebutuhan dua putrinya yang saat ini menempuh studi di luar daerah itu.

Ersa mengaku selalu bersyukur dengan apa yang diberikan Tuhan, sehingga ia mampu menjalani hidup meski dengan kondisi seperti saat ini. “Hidup saya dari dulu kategori paling susah. Tapi saya tetap bersyukur,” lontar Ersa.

Dahulu, kata Ersa, sebelum menjabat kepala desa ia cuma menumpang di sebuah rumah berukuran sekitar 3 X 4 Meter, berdinding pitate (anyaman bambu) dengan atap yang sudah bocor-bocor dan dipenuhi dengan dedaunan.

“Biarlah saya yang bekerja keras, panas-panasan, tidur di rumah yang seperti ini, asalkan anak saya bisa kuliah dan sekolah,” kata Esra.

Ersa menegaskan, kalau tidak mau menerima sebuah kegagalan, maka sebaiknya tidak usah hidup. Karena menurut Ersa, Tuhan sudah menentukan hidup ini berpasang-pasangan, ada senang ada susah, ada kelebihan dan ada juga kekurangan.

Ersa juga mengaku tidak bisa sama sekali mengharapkan dari Dana Desa (DD). Karena di situ sudah ada pos masing-masing, sehingga tidak bisa diganggu, apalagi jika ingin diselewengkan untuk kepentingan memperkaya diri.

Meski harus bekerja keras sebagai kepala desa dan juga selaku petani, Ersa mengaku tetap menjalaninya dengan rasa syukur. “Untuk kebutuhan hidup saat ini sudah cukup. Syukur karena Tuhan masih beri kesehatan,” pungkas Ersa. (her/dm1)

Bagikan dengan:

Muis Syam

10,645 views

Next Post

Boalemo Harus Segera Lahirkan Perda Adat!

Rab Nov 6 , 2019
Oleh: Nizam Dai DM1.CO.ID, ARTIKEL: Pembentukan daerah Kabupaten Boalemo tentu tidak lepas dari prasyarat awal untuk wilayah Gorontalo yang berniat berpisah dari Sulawesi Utara dan berdiri sendiri menjadi sebuah provinsi.