Plt Bupati Merya Berharap Tiap Tahun Digelar: Mosehe Wonua, Ritual Penyucian Negeri di Koltim

Bagikan dengan:
DM1.CO.ID, KOLAKA TIMUR: Meski sang Fajar baru saja merangkak dari ufuk Timur, namun masyarakat Kabupaten Kolaka Timur (Koltim), pada Kamis pagi (8/4/2021) sekitar pukul 08.00 WITA, sudah berbondong-bondong berdatangan dan tumpah-ruah memadati Lapangan Lalingato, Kecamatan Tirawuta.

Di sana, mereka sedang menyaksikan Mosehe Wonua, sebuah ritual upacara adat Suku Tolaki Mekongga. Dan kegiatan ini merupakan acara dalam rangka menyambut Hari Ulang Tahun (HUT) ke-8 Kabupaten Kolaka Timur.
Meski begitu, ritual ini baru pertama kalinya digelar sejak Kolaka Timur resmi memisahkan diri (setelah 53 tahun) dari Kabupaten Kolaka dan mekar sebagai kabupaten yang mandiri, pada 23 April 2012 silam.
Sejumlah pejabat teras lingkup Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Koltim tampak hadir mengikuti seluruh rangkaian acara, termasuk sesi penyambutan Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Koltim, Andi Merya Nur, S.IP, dan Raja Bokeo Mekongga ke-19, H. Haerun Dahlan.
Sejumlah pejabat yang hadir tersebut di antaranya adalah Plh Sekda, Muhammad Andi Iqbal Tongasa; Ketua Tim Penggerak PKK Koltim, Diana Massi; sejumlah anggota DPRD Koltim, Kapolres Kolaka, AKBP Saiful Mustofa; perwakilan Dandim 1412 Kolaka; pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lingkup Pemkab Koltim, sejumlah tokoh adat tokoh agama, tokoh pemuda, dan tokoh perempuan lainnya.
Pada kesempatan itu, Plt Bupati Andi Merya dalam sambutannya mengatakan, ritual Mosehe Wonua atau penyucian negeri, sejak dahulu telah dilakukan mulai dari Raja Larumbalanga sampai pada Raja Teporambe (Sangia Nilulo). Dan Mosehe Wonua merupakan tradisi masyarakat Mekongga yang telah turun temurun.
“Kami berharap dan minta dukungan dari segenap masyarakat Koltim dan juga stakeholder, agar kegiatan ini bisa diadakan setiap tahunnya di Koltim guna menghargai adat di Koltim. Masyarakat suku Tolaki Mekongga tidak bisa terlepas dari masyarakat Kabupaten Kolaka Timur,” kata Andi Merya.
Menurut Andi Merya, kegiatan adat atau tradisi seperti ini penting dilestarikan sebagai bagian dari budaya lokal daerah dalam menyucikan diri sekaligus menyucikan Wonua dari segala bala, malapetaka, wabah penyakit dan pertikaian antara sesama masyarakat.
“Menyadari akan hal tersebut, maka dipandang perlu untuk melakukan kegiatan Mosehe guna kembali merujuk tali silaturahmi dan menata kehidupan masyarakat untuk saling bahu-membahu bekerja sama, dan menghindari segala bentuk pertikaian, permasalahan, untuk saling bergotong-royong membangun Wonua menuju kehidupan yang bermartabat, rukun, damai, saling menghargai dalam rida dan lindungan Allah SWT,” terang Andi Merya.
Sebagai pihak pemerintah di Kabupaten Kolaka Timur, Andi Merya mengaku mengapresiasi dan memberi penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua panitia dan masyarakat, atas terselenggaranya Mosehe Wonua tersebut.
“Mudah-mudahan Kabupaten Kolaka Timur setelah acara ini dilakukan, daerah kita dapat menjadi Wonua Morini “Hende Pu’u Mbundi (bagai pohon pisang) dan Monapa (hangat) Hende Pu’undawaro (bagai pohon sagu),” harap Andi Merya.

Sementara itu, Kapolres Kolaka, AKBP Saiful Mustofa ketika diberi kesempatan berbicara menyampaikan, bahwa meski saat ini Koltim masuk dalam zona hijau, akan tetapi pencegahan terhadap penyebaran covid-19 tetap harus dipertahankan dengan baik.
“Tetap dipertahankan dengan baik pula, tetap memperhatikan protokol kesehatan dengan mencuci tangan, menjaga jarak dan memakai masker,” ujar Saiful Mustofa.
Di momen yang sama, Asdar Bundu selaku ketua panitia pelaksana acara ini dalam laporannya menyampaikan, Wonua Mekongga merupakan kesatuan masyarakat suku adat Tolaki yang mendiami wilayah meliputi Kabupaten Kolaka, Kolaka Utara dan Kabupaten Kolaka Timur.
Menurutnya, salah satu kewajiban pemerintah adalah melindungi hak masyarakat adat dalam upaya melestarikan budaya kearifan lokal sebagai salah satu aset kekayaan bangsa yang memperkuat ketahanan nasional dalam kehidupan berbangsa.
Dikatakannya, dalam masyarakat Suku Tolaki, baik yang mendiami wilayah Mekongga, maupun wilayah Konawe, Mosehe Wonua adalah salah satu budaya yang sampai saat ini masih terjaga kelestariannya. Namun jelang 8 tahun terbentuknya Kabupaten Kolaka Timur, Mosehe Wonua belum pernah terlaksana.
Olehnya itu, kata Asdar, dipandang penting dalam rangka menyambut HUT ke-8 Kabupaten Koltim, maka organisasi Tamalaki Wonua Mekongga dengan dukungan Pemkab Kolaka Timur, hari inipun melaksanakan kegiatan Mosehe Wonua.
Asdar berharap, kiranya dengan kegiatan ritual ini seluruh masyarakat Tolaki Mekongga beserta rumpun kerabat keluarga lainnya, dapat bersama-sama berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar senantiasa diberikan limpahan berkah kebaikan dan dijauhkan dari segala bencana.
Selain itu, menurut Asdar, dari kegiatan ini juga diharapkan tali silahturahmi sebagai kesatuan masyarakat Kolaka Timur dapat senantiasa terjalin dengan kuat.
Ia menerangkan, proses upacara Mosehe Wonua ini sebagai upaya konkrit peran aktif pemuda Suku Tolaki Mekongga dalam melestarikan kearifan budaya lokal, sebagaimana visi Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur, yakni Sejahtera Bersama Masyarakat (SBM) yang Agamis Mandiri Maju dan berkadilan (AMMAN).
Begitu juga dengan tujuan dilaksanakannya acara ini, kata Asdar, antara lain adalah meningkatkan semangat persatuan dan kesatuan masyarakat Suku Tolaki Mekongga dan rumpun kerabat keluarga lainnya guna mendukung pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan di Kabupaten Kolaka Timur, yakni Sejahtera Bersama Masyarakat (SBM) yang Agamis Mandiri Maju dan berkeadilan (AMMAN).
“Tema dari kegiatan ini, yaitu Dengan Kearifan Budaya Lokal Kita Perkokoh Ketahanan Nasional dalam Kehidupan Berbangsa Untuk Mewujudkan Kabupaten Kolaka Timur Sejahtera Bersama Masyarakat (SBM) yang Agamis Mandiri Maju dan berkeadilan (AMMAN),” ucapnya.
Ia juga mengungkapkan, bahwa untuk meningkatkan peran pemuda dalam masyarakat Suku Tolaki Mekongga, dalam menjaga dan melindungi hak-hak dari masyarakat adat di wilayah kesatuan hukum adat Mekongga, maka telah dibentuk organisasi Tamalaki Wonua Mekongga tanggal 11 Juni 2020.
“Organisasi ini dibentuk tentunya bukan untuk berseberangan dengan pemerintah daerah, baik itu di Kolaka, Kolut (Kolaka Utara) dan juga di Koltim. Akan tetapi organisasi ini dibentuk sebagai mitra pemerintah dalam menjaga dan melindungi hak-hak masyarakat adat sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945 tentang penghormatan negara terhadap masyarakat adat,” jelasnya.
Dalam upaya membangun dan menguatkan hal tersebut, lanjut Asdar, maka organisasi Tamalaki Mekongga bermaksud mengadakan Mosehu Wonua untuk pertama kalinya di Koltim bekerja sama dengan Pemkab Koltim.
Asdar membeberkan, bahwa ritual upacara Mosehe Wonua ini dapat terselenggara adalah juga tidak terlepas dari peran dan persetujuan dari almarhum Bupati Koltim, Samsul Bahri Madjid. “Saat itu kami sering berkoordinasi dengan almarhum Bupati Koltim, bapak Samsul Bahri Madjid,” ungkap Asdar.
Sehingga itu, pada pelaksanaan ritual upacara Mosehe Wonua untuk pertama kalinya ini pula, pihak panitia menyediakan kursi kosong di depan, yakni khusus “disediakan” untuk almarhum Bupati Samsul Bahri Madjid.

Upacara sakral ritual Mosehe Wonua yang berlangsung penuh khidmat itu ditandai dengan pemotongan kerbau putih, tarian adat Suku Tolaki Mekongga, serta atraksi dengan menggunakan parang asli Suku Tolaki Mekongga.

(rul/dm1)
Bagikan dengan:

Muis Syam

529 views

Next Post

Dari Apel Siaga Karhutla di Koltim, Ini Titik Panas dan Luas Areal yang Terbakar 2016 Hingga 2021

Ming Apr 11 , 2021
DM1.CO.ID, KOLAKA TIMUR: Sulawesi Tenggara (Sultra) merupakan salah satu provinsi yang rawan dengan bencana alam Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla). Dan terdapat dua kabupaten sebagai penyumbang terbesar, yakni Bombana dengan lahan savana, serta Kolaka Timur (Koltim) yang memiliki lahan rawa gambut.