DM1.CO.ID, KOLAKA TIMUR: Persoalan kekosongan jabatan Wakil Bupati (Wabup) Kabupaten Kolaka Timur (Koltim) pasca meninggalnya Bupati Samsul Bahri Madjid hingga kini masih terus hangat diperbincangkan oleh kalangan masyarakat setempat.
Apalagi, perjalanan menuju kursi nomor dua tersebut sudah sampai pada tahap pengusungan masing-masing partai politik (parpol) yakni PDI-P, PAN, Demokrat maupun partai Gerindra.
Lebih nampak kelihatan bahwa tertanggal 1 September 2021, DPP PDI-P sudah lebih awal mengeluarkan rekomendasi tunggal hanya untuk Diana Massi (DM), istri almarhum Bupati Samsul. Sementara PAN, kini dalam tahap penantian keputusan dari DPP. Kalau untuk Demokrat sendiri kemungkinan besar mengusung Ketua DPC-nya, Jabal Hakim (JH).
Sementara Gerindra saat ini tengah menggodok figur yang berasal dari kader partai seperti pernyataan Sekretaris DPD Gerindra Sulawesi Tenggara, Safarullah. Meski begitu ternyata partai Gerindra juga membuka ruang bagi figur calon di luar kadernya untuk diusung sebagai calon Wakil Bupati Koltim. Kader Gerindra yang mencuat itu antara lain, Wahyu Ade Pratama, Arsalim, Amin W, Plt Ketua DPC Gerindra Koltim, serta Arham Said, Sekretaris DPC Gerindra Koltim.
Kepentingan untuk mengisi kekosongan wakil bupati saat ini merupakan hal yang mendesak dan menjadi perhatian. Dasar pertimbangannya, karena itu merupakan kebutuhan dalam pergerakan roda pemerintahan.
Ketika terjadi kekosongan berarti ada kewenangan yang tidak optimal berjalan. Sebab seharusnya ada orang yang memang mempunyai tugas pokok dan kewenangan di situ, yakni Wabup. Sehingga beban kewenangan ataupun tugas tidak semua larinya kepada bupati, akan tetapi tugas itu bisa dibagi kepada wakilnya yang memang sudah menjadi tugas ataupun kewenangannya berdasarkan aturan yang berlaku.
Menanggapi proses perjalanan yang tengah bergulir diinternal partai pengusung pasangan Samsul Bahri Madjid-Andi Merya Nur (SBM) pada Pilkada 2020 kemarin, Asri Alam Andi Baso selaku LO SBM mengatakan, bahwa persoalan kekosongan wabup Koltim memang tidak boleh dibiarkan sampai berlarut-larut, agar roda pemerintahan bisa berjalan normal dan maksimal (tidak pincang), sehingga visi-misi SBM bisa lebih cepat terwujud.
Dikatakan, pengisian kekosongan Wakil Bupati Koltim itu mempunyai deadline waktu yaitu 18 bulan sebelum masa jabatan berakhir. Pihak-pihak yang terkait terutama partai politik agar bisa lebih serius menyikapi persoalan kekosongan jabatan wabup, baik gelombang yang datang dari aspirasi masyarakat serta tim relawan, maupun simpatisan SBM itu sendiri selama ini.
“Cepat atau lambatnya persoalan kekosongan wakil bupati, sebetulnya kembalinya ke partai politik pengusung. Sebab yang mengusung adalah partai politik atau gabungan parpol lalu diteruskan kepada bupati, selanjutnya diteruskan ke DPRD. Kalau misalnya partai lambat mengusulkan, maka lambat pula prosesnya,” kata Asri kepada Kepala Biro DM1 Koltim, Selasa (14/9/2021).
Menurut Asri, empat parpol ini seharusnya memunculkan dulu nama calon masing-masing, mau nama yang sama maupun berbeda, tak masalah, yang penting prosesnya bisa berjalan cepat. “Kan kalau nama yang dikeluarkan masing-masing parpol akan kembali dimusyawarahkan oleh empat partai pengusung tadi, lalu diputuskan untuk ditetapkan menjadi dua nama calon. Entah itu dimusyawarahkan secara mufakat atau mesti melalui voting,” jelas Asri.
Terkait adanya parpol yang keluar “rel” atau komitmen awal yang dibangun semenjak Bupati Samsul meninggal dunia, bagi Asri, itu adalah hal yang biasa dalam dunia politik. Apalagi jika berbicara kepentingan ke depan, misalnya Pilkada dan Pemilu 2024 mendatang, tentunya mempunyai perhitungan tersendiri ke arah tersebut.
“Terpenting bagi saya adalah bagaimana parpol pengusung mengeluarkan nama calon yang akan mengikuti kontestasi pemilihan wakil bupati. Semuanya kita kembalikan ke parpol sesuai mekanisme masing-masing partai. Yang jelasnya, masyarakat menginginkan bagaimana proses pemilihan bisa berjalan cepat,” tandas Asri.
Namun Asri mengaku tidak dapat memastikan, apakah ada indikasi upaya dari Parpol untuk menunda-nunda proses pemilihan Wabup Koltim. Sebab, masing-masing parpol memiliki mekanisme tersendiri dalam hal pengusulan. Akan tetapi Asri menginginkan agar prosesnya tidak ditunda-tunda lagi, sehingga tidak menimbulkan asumsi liar.
“Meski misalnya parpol tidak mempunyai niat untuk memperlambat proses, namun saya melihat kesan yang terbangun seperti itu, sampai muncul desakan-desakan, sampai meruncing pada wacana dan asumsi liar. Sekarang tinggal parpol bagaimana bisa lebih peka dan menangkap aspirasi masyarakat,tim relawan/simpatisan SBM maupun keinginan bupati sendiri yang menginginkan istri almarhum menjadi pendampingnya,” katanya.
Asri juga menanggapi kemunculan beberapa figur kader Gerindra. Ia menyatakan itu hal biasa pula dan tak perlu ditanggapi secara berlebihan. Sebab secara hitungan politik, Asri berkeyakinan jika partai Gerindra tidak terlalu ngotot lagi untuk merebut posisi wakil bupati.
“Bupati sekarang kan kader Gerindra dan semua orang tau. Jadi secara politis, kurang etislah. Sudah dapat nomor satunya mau lagi nomor duanya. Jadi saya kurang yakin, Gerindra ngotot mendorong kadernya untuk menduduki kursi nomor dua di Koltim. Apalagi bupati sebagai kader Gerindra sejak awal secara terbuka sudah menyatakan di hadapan publik pada berbagai kesempatan bahwa beliau sendiri menginginkan sosok ibu Diana Massi sebagai pendampingnya,” tutur Asri.
Namun Asri juga mengaku, bahwa dalam konteks ini tidak bisa dilihat dengan memakai kacamata kuda, sebab dunia politik setiap saat mengalami dinamika, berubah-ubah sesuai hitung-hitungan kepentingan ke depan. (rul/dm1)